51.ujian

3.2K 142 8
                                    

"kupasrahkan semua pada Allah..semoga ia meridhoi rencana baik kita"
Ayyas


9 hari berlalu setelah khitbah.
Dan rutinitas kami berjalan seperti biasa.
Menangani pasien dan lainnya.
Sekarang ghina dan Taufiq sudah tinggal bersama di asrama yg kutempati dan Rajwa sendirian..
Aku?

Jangan tanya,aku aman dirumah bang faqih itu kemauannya.
Rajwa juga mengizinkan.
Setelah 2 hari lalu aku kembali dari rumah sakit pusat untuk membantu dokter disana kini aku kembali bekerja dengan calon istri ku.
Tak membayangkan dari awal pertemuan kami sampai bisa seperti sekarang.

Hilir mudik pasien sudah menjadi pemandangan ku tiap detiknya.
Kini aku duduk di kursi kebanggaan memegang mushaf Al-Qur'an kecil.
Mulut yg terus komat-kamit melafalkan ayat suci Al-Qur'an.
Sampai...
"Hai Ayyas...lgi apa?"
Tegur wanita yg tak asing bagiku.
Saat aku menoleh ke arahnya ternyata benar dugaan ku ia adalah Jihan.
Seorang dokter yg mengejar ku dari jaman koas.

Kuacuhkan pertanyaan nya dengan pejaman mata dan mulut yg tak henti berucap.
"Yas..kok gue dicuekin?"
Kini ia memegang pundakku.
Mataku terbelalak tubuhku merespon cepat menepis tangan jihan.

"Bukan mahram...punya harga diri kan?"
Aku sudah naik pitam dengan tingkahnya selama ini.
Kudiamkan dan kuharap ia sadar namun kesadarannya tak kunjung datang.
"Kenapa? B aja kali.."
Ucapnya santai dengan wajah tak berdosa membuatku geram.
"Seorang wanita tak seharusnya seperti itu..kmu harus bisa jaga diri"
Terakhir dariku sebelum berbalik arah meninggalkan nya takut ada fitnah.
"Yas...tunggu"
Saat aku berbalik disitu pula Rajwa berdiri dengan tangan dimulutnya dan pipinya yg basah.
"Jahat Lo Yas.."
Kata itu yg Rajwa ucapkan sebelum ia lari menjauhi ku.

"Ra..dengerin gue"
Aku ingin berlari mengejarnya.
"Yas..biarin aja sih perempuan itu mending Lo sama gue"
Lagi Jihan berucap yg membuat telingaku panas.
"Lebih baik Lo perbaiki diri"
Setelah itu aku langsung mengejar rajwa yg berarti kearah taman rumah sakit tempat favoritnya.

Sudah terduduk wanita manis berjas dokter dengan tangan yg menutupi wajahnya.
Dengan tangis sesenggukan aku menghampiri nya.
"Ra"
Ucapku lembut.
Itu berhasil membuat wajah Rajwa terangkat menatapku.
"Mau dengerin gue?"
Rajwa hanya diam dan aku mengartikan diamnya adalah jawaban 'ya'

"Lo tau kan Jihan emang ngefans berat sama gue..tapi gue gak suka sama Jihan wallahi gue gak ada apa-apa sama jihan gue hanya punya Lo..."
Rajwa menyeka air matanya memberhentikan tangisnya.
"Gue tau..tapi entah kenapa liat Lo berdua sama Jihan buat hati gue teriris"
Nada bicaranya masih khas orang menahan air mata.

Aku tersenyum tau karena itu membuktikan cinta Rajwa dalam untuk gue..
Gue harap gue gak geer'..
"Yaudah Lo mau maafin gue kan"
Rajwa mengangguk dengan senyum kecil.
"Lo tau Yas.. kelanggengan pasangan terletak di kepercayaan kalau salah satunya gak percaya maka kesetiaan akan hilang"
Ia berkata lagi dengan nada normal tak menahan tangis.
Rajwa berlalu melewatiku dengan tundukan kepala.

---

Hari kesepuluh sebelum aku dan Rajwa menuju halal.
"Yas..mau sarapan apa nih?"
Tanya bang faqih yg sibuk menggeledah kulkasnya.
Sedang aku membuat 2 cangkir kopi cappucino panas.
"Terserah Abang..Ayyas ikut"
Tanganku masih sibuk meracik kopi.
"Yg gampang sandwich aja ya"
Aku hanya mengangguk untuk jawaban.

Kami sarapan dengan tenang sampai dering ponselku mengganggu makan pagi ini.
"Siapa Yas..gak angkat?"
Bang faqih angkat bicara.
Aku melihat siapa yg menelpon dan tertulis "Jihan"
"Ah..gak penting bang."
Kuhiraukan telpon Jihan dan makan dengan santai.
"Siapa emang?"
Tambah bang faqih masih penasaran.
"Fans jaman koas"
Singkat namun penuh teka-teki bagi bang faqih.

RAYYASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang