[1] This is about him~

31 2 0
                                    

#Author POV#

Namanya Rahman Said, lahir di Probolinggo, 24 Januari 1999. Dia sering dipanggil Mamang atau Rahman. Ia memiliki saudara perempuan berumur 8 tahun yang bernama Nur Aisyah Said. Ia tinggal di Makassar karena keluarganya orang asli Sulawesi Selatan dan juga seorang ulama besar Sul-Sel. Rahman bersekolah di MTsN Makassar dan berada dibangku kelas VIII, akan tetapi karena pekerjaan Ayahnya di pindahkan ke kota Padang Panjang sehingga mereka sekeluarga harus ikut pindah.

 Setelah pindah ke Padang Panjang, Pak Said pun memutuskan untuk memindahkan anaknya Rahman ke sekolah yang berada di sana, namun karena sikap yang dimiliki anaknya, Pak Said berharap agar ia dapat dengan mudah beradaptasi tak seperti saat Rahman berada di sekolah lamanya. Ia memiliki sifat yang jarang dimiliki oleh teman-teman sebayanya, karena pikirannya lebih terbuka pada ilmu pengetahuan dan cara berpikir dan tindakannya yg sudah terbilang dewasa.

Ia memiliki kebiasaan membaca buku, mendengar musik/ murothal, mengaji, dan sering mengkritik teman-temannya dengan perkataan yang tajam. Dan dia sangat phobia terhadap hewan berkaki banyak dan anti terhadap cewek. Kesehariannya yaitu sangat jarang bicara dengan teman-temannya kecuali dengan sahabatnya, lebih terbuka pada keluarganya dan sangat pendiam di kelasnya. Dia tidak percaya akan adanya CINTA selain hanya kepada Allah, Rasul, dan keluarganya. Karena dirinya yang susah mempercayai orang lain ia pun sulit bersosialisasi dan bergaul dengan orang lain. 

Rahman memiliki wajah yang tegas, mata yang tajam, hidung mancung, rambut hitam lebat yang ikal, warna kulit yang putih, tampan, postur tubuh tinggi tegap. Dan dia sangat populer baik diantara perempuan dan laki-laki karena walau sifatnya yang dingin dan cuek tapi dia memiliki hati yang baik, yang didukung dengan wajah dan postur tubuhnya, itu membuatnya menjadi salah satu Most Wanted di sekolahnya dulu. Dia sangat suka main game dan hal-hal yang bersifat manis dan imut. Keahliannya adalah dapat menguasai segalanya dari pelajaran sampai olahraga. 

Namun tidak hanya di sekolahnya yang lama, di sekolah barunya pun pandangan para guru serta santri dan santriwati tetap sama yaitu Memukau. Baru saja ia melangkah memasuki gerbang sekolah semua mata telah tertuju padanya, tak heran karena semua yang ada pada dirinya menurun dari sang Ayah. Ayahnya pun sangat tampan sehingga membuat banyak orang terpukau melihat salah satu ciptaan Allah swt. Setibanya mereka di ruang Kepala Sekolah dan berbincang sejenak, Pak Kepala sekolah pun mengajak Rahman untuk menemui wali kelasnya di Dewan Guru diikuti oleh sang Ayah.

"Abah, aku bakalan pergi sama wali kelasku. Jadi Abah pulang saja bantu-bantu Ummy di rumah, soalnya masih banyak yang mau dibenahi." Ujar Rahman sesampainya didepan kantor Dewan Guru.

"Memangnya kamu nggak papa sendiri. tidak mau Abah temenin?" Tanya sang Ayah. Rahman pun memberikan isyarat pada Ayahnya untuk mendekatkan telinganya.

"Abah, aku udah besar jadi aku bisa sendiri. Lagipula Abah mau Ummy cemburu? Abah nggak lihat di dalam sana banyak guru-guru muda yang ngeliatin Abah? Jadi mending Abah pulang. Lagipula sekolah sama rumah deket kok, ntar aku pulang jalan kaki." bisik Rahman.

"Aaaahh.. Iya juga, ya sudah kalo begitu. Abah pulang dulu ya. kamu pulang hati-hati." Ucapnya sembari saling bersalaman dengan anaknya dan Pak Kepala Sekolah, " Kalo begitu saya titip anak saya yah Pak, permisi.." lanjut Ayahnya sembari berjalan pergi meninggalkan Rahman dan Pak Kepsek.

"Tunggu sebentar yah nak, sepertinya Wali kelasmu ada urusan. Kamu tunggu disini saja yah nak." Ucap Pak Kepsek.

"Baik Pak." Balas Rahman sopan, Ia pun menunggu Wali kelasnya selesai bergelut dengan pekerjaannya di dalam kantor Dewan Guru.

"Qalbii.. pagi" "Qalbii." "Halo nak Qalbii.." "Hei Qalbii." suara dari beberapa orang yang berlalu-lalang di koridor menyapa seorang gadis cantik yang berjalan menunduk ke arahnya. Walau gadis itu selalu menunduk menatap lantai ia pijak, ia tetap tau bahwa ada orang yang berada di depannya. Akan tetapi Rahman masih memberikannya jalan agar mereka berdua tidak saling bertubrukan.

" Anak ini tampaknya tak asing. Ah! aku ingat." batin Rahman

The Uncoquerable LoveWhere stories live. Discover now