Part - 11

11.6K 864 28
                                    

Happy reading..

__

Ellisa menghelan nafas lagi, melirik suaminya berulang kali namun yang dilirik justru sibuk dengan tumpukan komik-komik yang sengaja ia letakan dimeja belajar. Entah Dhefin sedang berpura-pura mengabaikannya atau memang ia benar-benar sibuk dengan dunianya sendiri.

Kemarin Ellisa memang salah, merusak suasana yang bahkan sedikit lagi akan berubah indah. Namun itu tidak segaja, mulutnya memang suka lepas kendali kalau sudah berurusan dengan kenikmatan dunia.

Bisa-bisanya mulutnya mengeluarkan nama si brengsek Bian, mantan suami yang bahkan sekarang sudah menikah dengan adik tirinya. Untuk apa Ellisa menyebut nama itu bukan kah sudah ada Dhefin yang gagahnya luar biasa yang saat ini menemaninya.

"Yang.." Panggil Ellisa dengan suara selembut mungkin.

Sejak Ellisa pulang kerja sampai pukul tujuh malam Dhefin masih kekeh mendiamkan Ellisa, mengabaikan Ellisa yang bahkan sedari tadi sudah bergerak kesana kemarin karena merasa tidak tahan untuk tidak menyentuh Dhefin.

Namun Dhefin, suaminya itu justru menikmati masa ngambeknya tanpa merasa tersiksa sama sekali. Harus bagaimana lagi Ellisa, mintamaaf juga sudah ia lakukan sejak kemarin namun Dhefin malah diam saja.

"Ayang masih ngambek?" tanya Ellisa seraya mendekati Dhefin.

Ellisa berdiri dibelakang tubuh Dhefin yang tengah duduk dikursi meja belajar sambil membaca komik. Dhefin diam saja, matanya fokus kepada komik yang sedang ia baca tanpa memperdulikan Ellisa yang sejak tadi berusaha mengganggunya.

Kan kesel batin Dhefin ketika sedikit lagi rasa penasarannya akan hilang tiba-tiba saja mulut Ellisa menyebut nama Bian. Siap Bian? Selingkuhan atau teman tidur Ellisa sampai-sampai ia melupakan nama Dhefin.

Bian

Bian

Bian

Nama itu selalu memenuhi isi kepala Dhefin sejak kemarin, rasanya sulit dibuang meski ia sudah berusaha. Dhefin tidak cinta Ellisa namun si Bian itu benar-benar merusak suasana hati Dhefin.

"Ayang, maaf." bisik Ellisa melingkarkan tangannya dibahu Dhefin.

Dhefin sedikit tersentak namun ia buru-buru kembali fokus pada komiknya. Dhefin itu masih ngambek, maunya dibujuk-bujuk bukan malah diraba-raba seperti ini.

Wajah Dhefin merungut kesal karena merasa tangan Ellisa mulai turun menggerayangi bagian dada dan lehernya, bahkan nafas Ellisa begitu terasa ditengkuk Dhefin.

"Aku mesumin loh, kalau masih ngambek." bisik Ellisa mencium pipi Dhefin.

Dhefin bergidik merasakan sentuhan Ellisa yang kian liar, bayangan tubuhnya akan panas seperti kemarin dan akan ada yang menggeliat dibawah sana sehingga membuatnya pusing semalaman membuat Dhefin belum siap harus merasaka itu lagi.

Dhefin menahan tangan Ellisa yang bergeliar ditubuhnya, wajah Ellisa terangkat pelan "Kenapa?" Tanya Ellisa.

"Nggak." Ketus Dhefin lalu menyentakan tangan Ellisa hingga menjauhi tubuhnya.

Ellisa mengigit bibir bawahnya akan sulit baginya untuk membujuk Dhefin. Dhefin itu polos-polos ngegemesin, apalagi kalau sedang marah seperti ini membuat Ellisa tidak tahan sendiri, rasanya ingin sekali Ellisa menubruk Dhefin lalu melahapnya.

SERATUS JUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang