Part - 3

13.3K 963 21
                                    

_____


"Nggak bisa gitu dong say. Lo kan tau gue kaya gimana, nggak bisa dadakan."

Ellisa menjepit ponselnya diantara bahu dan telinga, tangannya sibuk membuka - buka berkas yang sudah tersusun rapih di atas mejanya.

Sesekali ia membaca seraya mendengarkan ocehan Eva yang saat ini tengah memerahinya karena besok tidak bisa datang keacara yang sudah Eva siapkan.

"Pokonya lo harus dateng Lis. Gue nggak mau tau!"

"Tapi.. Hallo.. Hallo." Ellisa mendesis menutup kembali berkasnya lalu melihat ponselnya yang sudah tidak terhubung lagi dengan Eva "Brengsek!" Maki Ellisa kesal.

Ia melempar ponselnya asal diatas meja lalu menghempaskan tubuhnya dikursi seraya memijit pelan kepalanya yang terasa sakit lagi.

Ellisa baru saja pulang setelah semalaman suntuk ia menghabiskan waktunya bersama Olin dan Eva. Tanpa pulang kerumah terlebih dahulu ia langsung datang ke kantor dengan penampilan ala kadarnya.

Lalu sekarang Eva sudah memarahi nya karena tidak bisa hadir diacara yang sudah Eva siapkan. Ada pertemuan penting yang tidak bisa Ellisa lewatkan karena ini menyangkut perusahaan.

Yeni menelan ludahnya sendiri untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Tidak ada kata - kata apapun yang bisa Yeni katakan, tatapan tajam Ellisa dengan soror keangkuhan seakan menghujam perasaan Yeni yang sudah takut duluan.

Yeni baru saja membuka pintu ruangan Ellisa karena ada tamu untuknya. Namun saat tubuhnya baru saja melewati daun pintu makian kasar Ellisa keluar serta tatapan tajam yang diarahkan kepada Yeni membuat tubuh kurusnya hampir saja jatuh.

"Ada apa?" Tanyanya dengan tatapan tajam yang seolah siap membelah perasaan Yeni.

Perempuan bertubuh kurus dengan pakaian rapih itu bungkam. Mulutnya mendadak sulit dibuka, susah untuk mengeluarkan kata - kata.

"Itu.." Yeni tergagap antara bingung dan juga semakin tidak karuan.

"Yeni!" Suara Ellisa penuh penekanan wajahnya serius menatapan Yeni menunggu jawaban yang keluar dari mulut sekertarisnya.

Yeni hanya mampu menujuk orang yang berada dibelakangnya. Tubuhnya menggeser agar orang itu bisa masuk.

"Olin." Kening Ellisa mengkerut bingung.

Untuk apa Olin sahabatnya ini datang dijam - jam kerja seperti ini. Biasanya ia akan datang ke rumah Ellisa langsung.

"Tumben.." Cibir Ellisa melipat kedua tangannya didepan dada seraya menunggu Olin sampai dikursi depannya.

"Hai" Olin menyapa riang senyuman manis penuh kebahagiaan merekah dibibir merah Olin.

"Basi! Apaan?" Ellisa menaikan sebelah alisnya memperhatikan Olin yang sudah duduk manis didepan nya.

"Ketus banget sih Lis. Pantes nggak laku, galaknya nggak ketulungan." Cibir Olin yang hanya membuat Ellisa tersenyum samar.

"Ada apa?"

Olin menatap Ellisa lalu mengeluarkan dua lipatan undangan dengan warna yang berbeda, merah dan biru. Kedua undangan itu Olin angkat tinggi - tinggi untuk menujukannya pada Ellisa.

"Undangan. Warna biru dari Eva yang besok mau nikah.."

"Apa?! Serius" Tanya Ellisa.

Olin mengagguk yakin sedangkan Ellisa masih merasa bingung. Selama pertemuan semalam dan pembicaraan ditelpon tadi Eva tidak mengatakan ia akan menikah besok lalu mengapa sekarang tiba - tiba ada undangan.

SERATUS JUTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang