12 : INTIM

10.6K 611 16
                                    

Aku sudah meniduri lebih dari 1 perempuan dalam hidupku. Aktivitas seks yang aku lakukan memang termasuk aktif bahkan saat bersama Patricia. Lagipula dia bukan perawan. Saat kuingat lagi, aku selalu berhubungan dengan seorang perempuan yang tidak lagi perawan. Jadi jujur saja aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi seorang perempuan yang keperawanannya sudah kuambil.

Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi Ange. Terlebih saat aku bangun lebih dulu darinya, cahaya matahari yang menembus tirai kamar membuat kulitnya terlihat berkilau bagai porselen. Rambut merahnya menyebar diatas bantal dan terlihat seperti kelopak bunga. Rupanya saat tidur benar-benar terlihat seperti malaikat. Damai dan tenang. Ya Tuhan, dia cantik. Sangat.

Bahkan ketika matanya yang sayu terbuka, matanya yang hijau berkilau ketika menemukanku sedang memandanginya, pipinya bersemu merah dan ia mulai tersipu malu.

"Selamat pagi." Ucapnya parau.

Aku tersenyum dan menariknya kedalam pelukanku. Menciumnya lembut sebelum kembali menatapnya. "Kamu selalu saja membuatku kagum. Apa kamu baik-baik saja?. Bagaimana perasaanmu?."

"Sakit." Ange meringis tidak nyaman.

"Maafkan aku." Aku memeluknya makin erat dan membelai pinggulnya lembut.

Ange membalas pelukanku dan makin merapat. "Tapi aku tidak keberatan mengulangnya lagi bersamamu."

Tubuhku menegang dan kata-kata itu membuatku bergairah lagi. Tiba-tiba bibirku terasa kering dan aku menjadi gugup. Pilihan langsung menerjang dan bercinta dengannya adalah desakan alami yang menggebu dalam diriku saat ini. Ange masih kesakitan tapi ia merasakan gairah padaku.

Ini gila, aku ditengah dilema. Astaga, dia bahkan masih telanjang dalam pelukanku. Tersedia seperti kue tart triple chocolate kesukaanku yang masih tersisa karena aku belum mau menghabiskannya. Sangat banyak tersisa dan jelas rasanya menggiurkan untuk langsung dihabiskan.

"Aku tidak mau menyakitimu." Aku menatapnya ragu.

Ange membalas tatapanku dan sinar mata penuh harapnya meredup. Ia berubah gugup lalu menggeliat melepaskan diri dariku. Aku membiarkannya, maksudku aku memberinya ruang. Tapi aku tidak menyangka kalau Ange bergerak bangkit dan mulai membungkuk mencari pakaiannya yang tercecer.

"Kamu mau apa?." Aku panik dan bingung. Sedetik yang lalu ia menginginkanku tapi sekarang ia mau pergi?!. Apa Ange sedang mempermainkanku?.

Ange berhasil mengenakan bra dan sekarang sedang memungut celana dalamnya yang terlempar jauh ke bawah kursi. Bokongnya adalah pemandangan menggiurkan dan mulai dihiasi celana dalam imut bermotif bunga warna biru yang berhasil ia jangkau. Kemudian ia berbalik dan ekspresinya datar dan kaku.

"Pulang. Nampaknya kamu nggak menginginkan aku lagi, jadi lebih baik aku pulang dan...."

"Tunggu, apa maksudmu?." Bergerak cepat dan meninggalkan ranjang untuk menghampiri kekasihku yang nampak kecewa. Tidak menginginkannya? Astaga, apa dia lupa apa yang kami lakukan berjam-jam yang lalu?. Kami tidak melakukannya sekali, demi Tuhan aku bercinta dengannya berkali-kali seperti anjing penuh birahi.

Ange menatapku kaget saat aku berdiri dihadapannya. Telanjang dan bergairah. Oh ya, aku sangat bergairah sejak membuka mata dan mengamatinya tadi. Aku hanya menahan diriku dari menerkamnya dan melahapnya lagi.

Wajah Ange merah padam dan berusaha mengalihkan pandangannya dari bukti gairahku kearah wajahku.

"Apa ini tidak cukup bukti bagimu kalau aku selalu menginginkanmu?." Aku menghampirinya perlahan dan menyambar lengannya tegas, memaksanya berdiri dekat untuk menempel padaku.

ALWAYS YOUWhere stories live. Discover now