1

50.5K 2.9K 110
                                    

            Thalia bermain scrabble dengan Max di ruang bermain anak-anak, dan seperti biasanya ia selalu kalah melawan Max. Alasan kekalahannya? Karena Thalia lebih menyukai senyuman yang ditunjukkan oleh anak itu ketika ia membiarkan dirinya kalah.

Bagi Thalia, anak-anak sudah seharusnya memiliki masa kecil yang bahagia. Itu adalah hak tak tertulis di undang-undang manapun. Sejak awal Thalia sudah mengetahui masa lalu Max sejak pertama kali bertemu dengan anak itu, karena Thalia bekerja di salah satu rumah sakit yang juga merupakan tempat Max memeriksakan kesehatan jantungnya.

Tapi saat itu Thalia tidak berdaya untuk melindungi Max karena peraturan rumah sakit. Peraturan memuakkan itu membuat Thalia tidak bisa melakukan apapun untuk membantu Max yang saat itu membutuhkan bantuan.

"Lihat Thalia, kau kalah lagi! Tidak bisakah kau menang satu kali saja?" seru Max sambil tersenyum lebar. "Bermain denganmu sangat membosankan!"

"Lihat, mulut siapa yang baru saja menghinaku, hah?"

"Kau memang tidak bisa bermain! Daddy bahkan lebih pintar darimu. Dia selalu membuatku kalah, padahal katanya kau seorang dokter, mana mungkin seorang dokter sepayah dirimu, Thalia?!"

Thalia berdecak dan tangannya mulai bergerak menggelitiki tubuh Max untuk menghukum anak itu hingga Max berguling-guling menahan geli serta tertawa terbahak-bahak. "He-hentikan...!" Max berguling dan tertawa sementara tangan kecilnya berusaha menahan tangan Thalia yang masih bergerak menggelitikinya.

"Hentikan Thalia!" Teriak Max masih berguling untuk menghindari tangan Thalia yang masih menggelitikinya.

Mereka tertawa dalam waktu yang cukup lama, hingga pintu mendadak terbuka dan Thalia melihat Avelyn masuk ke dalam ruangan dengan membawa nampan. Max yang melihat Avelyn, langsung bergegas melepaskan diri dari cengkraman Thalia lalu bergegas menghampiri Avelyn.

"Mommy, biar aku bantu," serunya sambil mengangkat kedua tangannya kearah Avelyn.

"Ini berat Max."

"Kata Daddy, mommy tidak boleh mengangkat barang."

Avelyn dengan jengah memutar bola matanya, "Mommy hanya hamil, Max, bukannya cacat. Lagipula Daddy sedang tidak berada di sini." Saat melihat tangan kecil Max masih bersikeras terangkat kearahnya, Avelyn menghela nafas panjang dan kembali berkata. "Baiklah, kalau kau masih memaksa, bisa bantu hal yang lain, Max?"

"Apa?"

"Buatkan susu yang biasa Daddy buat. Bisa?"

Max memperagakan sikap tentara dengan tubuh tegak dan tangan di letakkan pada pelipisnya seolah memberi hormat kepada Avelyn. "Siap, My Queen!" seru Max keras lalu bergegas meninggalkan ruangan.

"My Queen?" ejek Thalia setelah Max tidak berada di ruangan tersebut. Percakapan yang terjadi di antara Max dan Avelyn terdengar sangat manis di telinganya. Ia mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Sejak kapan kau memiliki anak sekaligus pelayan, Ave?"

"Anak itu terlalu sering mengikuti Warren dan mereka berdua semakin menyebalkan sejak aku hamil, Li."

Dulu, Avelyn selalu memanggilnya Thalia namun kini wanita itu memutuskan untuk memotong jarak di antara mereka dengan mulai memanggil Thalia dengan sebutan 'Li'. Sejujurnya perubahan ini membuat Thalia senang.

The Man Who Can't Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang