8

54.7K 5.9K 551
                                    

"Kau mencintai pria bodoh itu?"

Pertanyaan dingin itu membuat harga diri Thalia melambung tinggi. Dan hanya harga dirinyalah yang mampu membuat Thalia berdiri tegak tanpa memperlihatkan ketakutannya. Dan ucapan mama-nya mampu membuat amarahnya terbit begitu saja, 'Jangan memperlihatkan kelemahanmu di depan musuh, Thalia.'

"Itu sama sekali bukan urusan anda," jawab Thalia dingin.

"Dia tidak pantas mendapatkanmu Thalia Tjandrawinata. Jauhi dia."

Jauhi dia.

Thalia sudah muak mendengar hal itu karena dua kata itu merupakan kata yang selalu di ucapkannya setiap hari, setiap menit dan di setiap detik yang di lewatinya. "Anda tidak berhak untuk menyuruhku melakukan apa yang harus dan tidak harus kulakukan, Mr. Crawford," ucap Thalia dingin.

"Kau adalah wanita yang keras kepala, ya?"

"Dan kau adalah pria yang pemarah. Kau adalah seorang ayah yang tidak punya perasaan dan kau adalah seorang pasien yang pantas mendapatkan penyakitmu," kecam Thalia.

"Aku semakin berpikir dan bertanya-tanya apakah Bryan mencintai semangatmu seperti yang kurasakan?"

Pertanyaan itu tanpa sadar membuat Thalia memperlihatkan wajah terlukanya dan hal itu membuat Karesh tersenyum miring. "Cinta bertepuk sebelah tangan?"

"Itu... bukan urusan anda."

"Kau mencintai seseorang yang jelas-jelas memilih orang lain di banding dirimu? Dan kau membela seseorang yang jelas-jelas tidak akan menganggap hal itu sebagai hal yang mulia?" Ketika Karesh melihat tatapan terluka dari Thalia, ia kembali berkata, "Pria bodoh yang kau pilih itu adalah pria yang tidak akan pernah mencintaimu, Ms. Tjandrawinata. Dan bisa kukatakan Bryan tidak pantas mendapatkanmu."

"Kenapa anda senang menyakiti orang?"

Karesh tidak menjawab.

"Apa sebegitu menyenangkannya menyakiti orang? Apakah hal itu membuat anda bahagia hanya dengan melihat wajah orang menangis di hadapan anda? Apakah melihat orang bertekuk lutut di hadapan anda terlihat sebegitu menyenangkannya?!"

"Bagaimana kalau kukatakan 'iya?'" Karesh menatap Thalia dengan tatapan yang tidak bisa di artikan, dan saat wanita itu tidak menjawab ia mengulang ucapannya. "Bagaimana kalau ku katakan iya, menyakiti orang sangat menyenangkan."

"Anda pantas masuk neraka..." bisik Thalia.

"Dan anda akan mengikutiku ke neraka Ms. Tjandrawinata karena bukankah seorang dokter akan mengikuti kemana pasiennya pergi?"

"Kau tidak pantas di sembuhkan, Sir." Thalia menatap Karesh dan kembali berkata, "Anda pantas mendapatkan penyakit itu dan aku tidak akan pernah bersedia menyembuhkan anda."

Karesh tertawa sambil menyandarkan punggungnya pada bantal kepala di belakangnya. Ia menggeleng kecil seolah menertawakan ucapan Thalia yang baru saja di lontarkan wanita itu. "Kau harus mencoba metode baru untuk menyakitiku, Ms. Tjandrawinata, karena apa yang baru saja anda lakukan malah membuatku ingin menertawakanmu. Bisa kau bayangkan sebagai dokter yang berdedikasi dengan pekerjaannya malah membiarkan pasien sekarat sepertiku begitu saja?"

"Aku mungkin saja akan melakukannya..." jawab Thalia pelan.

"Then, let me died." Karesh memajukan tubuhnya sedikit, matanya menyipit dan bibirnya tersenyum penuh kemenangan. "Dan kita berdua akan melihat siapa yang pada akhirnya akan kehilangan kewarasannya akibat kematianku. Kau... atau aku?"

Apa yang baru saja di katakan oleh Karesh adalah sesuatu yang nyata, bahwa Thalia tidak bisa membiarkan Karesh meninggal begitu saja. Thalia adalah seorang dokter dan ia telah bersumpah kepada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan pasiennya dengan latar belakang seperti apapun untuk meninggal. Tidak ketika ia adalah doctor in charge-nya.

The Man Who Can't Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang