Dandelion

1.7K 59 9
                                    

"Rumahnya seperti sangkar, dan dia terjebak di dalamnya. Hal itu yang membuatnya selalu bermimpi untuk bebas"

***

Aku baru keluar dari kelas ketika Joe menyampaikan bahwa Kenzie pergi dari rumahnya. Jika bukan karena keadaannya, mungkin kami tak akan secemas seperti saat ini. Ponselnya tak bisa dihubungi, juga tak ada tujuan pasti yang bisa dia datangi saat ini. Aku dan Joe berpencar berusaha menemukannya.

Aku berusaha tenang namun langkahku terus mempercepat, aku tak ingin telat sedikitpun, kuharap Kenzie tak benar-benar meninggalkan kami, kuharap aku bisa segera menemukannya. Aku tidak ingin merasakan penyesalan itu lagi, aku tidak ingin kehilangan dirinya untuk kesekian kalinya lagi.

Butuh waktu baginya untuk melarikan diri dari kehidupan yang telah mengikatnya selama 19 tahun. Tidak banyak, ia hanya memimpikan kehidupan yang damai dan bebas. Tapi, justru hanya luka dan beban yang selalu ia terima.

Aku tiba di toko buku, tempat pertama kali kami bertemu. Kupikir mungkin saja dia akan datang ke tempat ini. Namun hasilnya nihil, aku tak menemuinya di tempat ini. Berlari lagi, aku sampai di taman bermain, tempat dimana ia selalu menantiku.

Ponselku berdering beberapa kali, merasa terganggu aku segera menjawab panggilan dari sepupu laki-lakiku.

"Lu dimana?! udah sore, cepet pulang" perintah Kin, langsung berteriak begitu aku menjawab panggilannya.

"Aku? Aku di taman depan" jawabku dengan tatapan kosong.

"Taman? Tunggu, gua kesana"

"Gak, Kin! Aku mau ke Aquarium, nanti aku telpon lagi" ujarku segera menutup panggilan setelah selesai dengan kalimatku.

Mungkin saja, mungkin dia ada disana...

Padahal aku sudah menelusuri seisi tempat ini, tapi aku masih tak bisa menemukannya. Air di balik kaca besar di depan membuatku sesak, seolah aku lupa cara bernapas. Namun kemudian mataku berbinar, mendapati ketenangan dari birunya lautan di hadapanku.

Aku mengatur napasku, perlahan dan mulai mendapatkan kembali kesadaranku. Aku memandang frustasi layar ponselku, ponselnya bahkan tak bisa dihubungi.

Aku berjalan dengan langkah berat, langit sudah berubah menjadi gelap ketika aku keluar dari gedung aquarium. Aku hampir putus asa ketika tanpa sengaja mendengar percakapan kedua perempuan yang melaluiku.

"Yang tadi itu Kenzie bukan, sih?"

"Mirip banget, tapi ngapain juga orang kayak dia sendirian naik bianglala?" balas satunya.

"Bianglala?" batinku.

Ketika mendapatkan petunjuk tersebut, aku dengan penuh harap segera berlari menuju bianglala di depan mataku. Tempatnya terlihat begitu dekat, tapi ketika aku berlari aku menyadari betapa jauhnya tempat tersebut dariku. Rasanya aku tak kunjung sampai meski sudah berlari sekuat tenaga. Aku terus berlari sampai akhirnya aku tiba pada tujuanku.

Aku menghentikan langkahku ketika sampai dan menatap bianglala yang berputar lambat dengan mata berbinar. Aku berusaha mencari seseorang yang membuatku datang ke tempat ini, dan dia ada disana. Aku mengamati tempatnya, bahkan ketika dirinya berada di tempat tertinggi dari wahana besar tersebut. Mesin mulai melambat, dan berhenti, pintu mulai terbuka, lalu aku segera memaksa masuk ke dalam kabin tempatnya berada.

"Kayla?" serunya, dengan mata membelalak dan raut wajah bingung.

"Hai" sapaku dengan napas tersengal-sengal.

"Kamu lari?" tanyanya, setelah mengamati kondisiku.

"Iya" jawabku sedikit berbisik, karena kehabisan napas.

I ( Everything In My Life )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang