Aku sungguh tak ingin menyakiti siapapun

2.3K 48 2
                                    

" Jika suatu saat aku melukai seseorang, maka saat itu aku juga akan sangat terluka "

***

Aku sadar, meski aku telah berlari sampai ke tempat ini tak akan ada jaminan bahwa aku mampu meraih apa yang ku kejar. Aku sudah berlari sampai sejauh ini, meski melelahkan aku tak ingin menyesali keputusanku untuk sampai ke tempat ini. Meski harus sedikit merasakan kecewa, aku tak akan menyayangkan pilihanku.

Aku juga belajar dari hari ini, aku tak bisa meyakinkan Jennie untuk tetap tinggal di sini bersama kak Ray. Aku masih tak berhasil melindungi orang-orang yang aku sayangi, aku merasa sedikit kecewa pada diriku karena tak bisa melakukan apa yang ingin kulakukan untuk mereka.

Menghela napas berat, sepertinya sudah menjadi kebiasaanku akhir-akhir ini. Bukannya karena aku banyak mengeluh, hanya saja aku tak bisa menahan rasa sesak dan perasaan berat yang terkubur di dalam hatiku.

Aku sampai di pintu keluar lobby bandara, langkahku terhenti, tiba-tiba saja aku membayangkan akan seperti apa perasaan kak Ray nanti saat Jennie benar-benar tak di sisinya lagi.

Lalu, seseorang menarik lenganku pelan. Membuat tubuhku berbalik menghadap ke arahnya. Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat, Jennie ada di hadapanku dengan napas tersengalnya.

"Ayo, semangatin Ray" ucapnya, di barengi senyum dengan sorot mata yang berkaca.

Aku terharu dengan pilihan Jennie, kami sampai di stadion dan masih sempat menyaksikan kejuaraan yang tengah berlangsung. Jennie nampak gugup, menyaksikan pertandingan kak Ray di hadapannya, sesekali ia berteriak menyemangati laki-laki yang ia sukai tersebut.

Syukurlah, sungguh aku sangat lega dan bahagia karena Jennie memutuskan untuk tinggal dan memikirkan kembali keputusannya untuk pindah ke Australia.

Aku memandanginya dengan seksama, membuat Jennie tersadar akan perhatianku terhadapnya.

"Kenapa?" tanyanya.

"Makasih, kamu gak jadi pindah ke sana" ucapku.

"Pindah? siapa? gue? kenapa gue pindah?" tanyanya, kebingungan.

"Eh? bukannya kamu mau pindah ke Australia?" tanyaku balik.

"Oh... gak kok. Nanggung juga bentar lagi mau lulus sekolah, jangan bilang... lo ngejar gue ke Bandara karena lo pikir gue bakal pindah ke sana buat selamanya?" tanyanya.

"Iya" jawabku langsung, dengan raut wajah bingung.

Jennie terkekeh mendengar penjelasanku, aku tak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Gue gak pindah kesana, gue cuma mau pulang sebentar, abis itu balik lagi" ucapnya, menegaskan maksudnya.

"Hah?" ucapku terkejut, meski begitu aku tetap lega karena mengetahui Jennie tak akan pergi, namun di sisi lain aku tetap merasa kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi.

"Tapi makasih, kalo bukan karena lo mungkin gue hari ini pulang ke sana dan bakal nyesalin banyak hal" ungkapnya.

Nampaknya, kak Ray telah menyadari kehadiran Jennie di tempat ini. Sehingga ia bisa memenangkan kejuaraan nasional karate dengan semangatnya yang kembali membakar dirinya.

Begitu kompetisi selesai, kami semua datang mendatangi kak Ray untuk memberinya ucapan selamat. Aku menghadiahinya sebuket bunga Lili dengan warna matahari yang cerah. Dengan arti bahwa aku bersyukur bahwa dia bisa melakukan kejuaraan ini dengan baik.

"Makasih" ucapnya, sembari mengelus kepalaku lembut.

Lalu, mata kak Ray dan Jennie saling bertemu. Keduanya terlihat canggung. Namun masih terasa ketulusannya pada satu sama saling. Aku senang melihat mereka bisa kembali lagi seperti saat ini, kurasa aku tak sia-sia mengejar Jennie dan meyakinkannya lagi untuk tetap bersama laki-laki yang ia sukai.

I ( Everything In My Life )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang