Bab 27

8K 1K 83
                                    

500knya udah dari kemarin yaa, tapi maaf banget soalnya baru bisa update

Kebiasaan, terlalu nyaman dengan dunia nyata hahaa

Makasih untuk jejaknya di part kemarin, dan masih juga belum bisa jawab satu persatu. Aku baca semua komennya kok, 

Sebelum baca pencet tanda bintang dulu ye, 500k kayak biasa sebelum lanjut

selamat membaca, ditunggu dukungannya


"Mbak Puspa ikut ke sana juga?" tanyanUtari sembari meletakkan secangkir teh di meja.

"Iya, terima kasih." Utari hanya mengangguk. Dia duduk di seberang kursi untuk menemani wanita itu, sementara Bagus sedang berganti pakaian.

Mereka memang tidak pernah akrab. Semenjak menikah, Puspa Ayu seperti ingin membuat jarak dengan Utari. Sementara Utari juga tidak ingin terlalu memaksakan, seperti halnya hubungannya dengan Windri.

"Pagelaran wayang dengan mendatangkan dalang kondang. Pasti pertunjukannya bakalan rame."

"Biasa gitu, kok. Masyarakat selalu antusias dengan pertunjukan seni tradisional ini. Mungkin mereka mulai bosan dengan acara-acara di televisi, hingga kembali lagi ke pertunjukan yang dulu populer di masyarakat."

Utari mencatat dalam hati, jika ini adalah kalimat terpanjang yang pernah dilontarkan Puspa Ayu saat berbicara dengannya. "Mbak Puspa juga suka?"

Wanita itu mengedikkan bahu, "Sedikit. Karena sejujurnya aku tidak paham dengan tokoh-tokoh di dalamnya."

"Kalau Kuda Lumping atau Lengger?"

"Jika itu aman ditonton, kenapa tidak?"

Utari memperhatikan ketika Puspa Ayu mengangkat cangkirnya. Begitu anggun dan elegan. Puspa Ayu terlihat sebagai wanita dewasa yang matang dan juga sangat cantik. Dia sangat suka mengenakan setelan blazer ketika pergi bekerja. Tapi malam itu, tubuh langsing dan tingginya terbalut kebaya berlengan pendek dari kain brukat berwarna merah muda. Sementara untuk bagian bawahan, Puspa Ayu memilih kain jarik berwarna coklat sepanjang lutut.

Puspa Ayu memiliki kaki jenjang dan sangat terawat. Benar-benar wanita yang sangat pintar menjaga tubuh. Rambut yang biasa dikuncir ekor kuda, kini berubah menjadi konde kecil yang justru menambah kecantikan wanita itu.

Utari sekilas melihat penampilannya yang sedikit dekil. Piyama tidur kedodoran, dan kulit yang dirawat seadanya. Bahkan dia selalu menolak jika salah satu asisten membawakannya juru rias ternama. Dia tidak suka memakai kosmetik berlebihan, meski hal itu wajar untuk menunjang karir sang suami.

Jika dia cantik, maka citra suaminya juga pasti akan lebih baik lagi. Mulai saat itu, Utari berjanji dalam hati bahwa sedikit demi sedikit dia akan berusaha merias diri. Termasuk juga mendatangi dokter kulit yang direkomendasikan para ibu-ibu PKK.

"Kamu tidak ikut?" ekor mata Puspa Ayu memperhatikan penampilan Utari dalam balutan setelan baju tidur sederhana. Rambutnya yang panjang sepinggang tampak tergerai indah. Tidak ada riasan yang menghias wajah menawan itu. Harus diakui, dia benci melihat kepolosan gadis itu.

"Aku titip Mas Bagus, ya. Sebenernya kepengin ikut, tapi tubuhku suka masuk angin kalo keluar malam melebihi jam sepuluh."

"Oh."

"Denger-denger Mbak Windri juga jadi salah satu waranggana, ya?"

"Ehm. Kalo ada pertunjukan lokal, dia memang selalu dipanggil menjadi salah satu bagian."

Rahasia Cinta ( SUDAH  TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang