Bab 15

6.5K 890 28
                                    

Update yoh, kali aja ada yang kangen heheee

Agak lamaan dikit, soalnya lagi diburu kerjaan di duta. Terima kasih buat yang kemarin udah kasih komen dan vote yah. 

Jangan lupa diramein juga bab ini yah, dan maaf kalo belum bisa komen kemarin satu persatu yah

Typo bertebaran, harap maklum yaaa



Ada rasa bersalah menyeruak ke dalam hati Utari, ketika melihat tubuh Bagus Pandhita akan terjatuh ke atas lantai. Utari terlalu kuat mendorong. Untung saja pria itu berpegangan pada dinding lift, jika tidak mungkin dia akan jatuh terjengkang.

Gadis itu melirik sejenak pada wajah Bagus Pandhita yang masih saja setenang air mengalir. Utari berpura-pura memperbaiki bajunya yang masih rapi, sebelum berdiri bersidekap di salah satu sudut lift. Dia ingin bumi terbelah, dan menelan tubuhnya saat itu juga. Rasa malu itu hampir tak tertahankan.

"Kamu benar-benar marah padaku?" Bagus Pandhita menyandarkan tubuh, setelah merapikan letak topi hitam yang dikenakannya. Dia berdiri tidak jauh dari Utari, namun seperti tidak berniat menyentuh kembali gadis itu.

"Pikir saja sendiri!" Utari berusaha bersikap cuek.

Bagus Pandhita menatap sejenak pada Utari. Dia benar-benar seperti ingin menerkam gadis itu. Namun akhirnya dia hanya memilih bersandar santai, dan mengembuskan napas dengan berat.

Mengejar gadis muda seperti Utari memang tidak mudah, terlebih bagi pria seusia dirinya. Pola pikir mereka sungguh jauh berbeda. Utari baginya masih sangat kekanakan. Namun dia selalu mamaklumi, karena usia Utari yang masih sangat muda. Pola pikir Utari masih belum dewasa, tapi jika dia berterus terang sudah dipastikan perang dunia ketiga pasti akan meletus.

Bagus Pandhita terbiasa di kelilingi para wanita yang sangat mengerti dirinya. Teman diskusi yang mengasyikkan, dan tidak membuat otaknya bertambah pening. Mereka akan dengan senang hati mendengarkan semua keluh kesah Bagus, demikian juga sebaliknya. Para wanita itu berpikiran sangat matang dan dewasa, tidak seperti Utari yang sangat suka merajuk.

Pria itu harus mengakui, jika dirinya memang sedang berusaha keluar dari zona amannya. Jika semula dia menyangka Utari adalah seorang gadis penurut, maka pikirannya sudah salah besar. Gadis itu ternyata sangat manja dan juga seorang pembangkang.

"Jadi, kenapa anda mengikutiku?" ketus Utari tanpa menoleh sedikitpun pada Bagus.

"Aku tidak mengikutimu. Kebetulan saja aku sedang berada di sini, dan ingin naik ke atas."

"Dasar pembohong! Aku baru mendengar ada seorang kepala daerah sangat pandai berbohong seperti anda."

Bagus memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana jeans hitam yang dikenakan. Pria itu memang terlihat berkali lipat lebih muda dengan penampilan trendi seperti sekarang. Kaos pendek pas badan v-neck ditutup dengan jaket berwarna hitam juga. Tubuhnya yang proposional terlihat kian menggiurkan, seakan lemak enggan hinggap di sana.

"Sudah puas memandangnya?" Bagus menyeringai hingga membuat Utari gelagapan. Dia berusaha berpaling untuk menyembunyikan pipinya yang sudah merona merah.

"Ge-er banget!"

"Kamu harus sabar jika ingin melihat semua bagian tubuh saya tanpa atribut apapun. Atau kamu ingin kita mencobanya dulu, kebetulan tidak jauh dari sini ada hotel keluarga."

"Jangan bicara macam-macam! Aku hanya sedang berpikir, ternyata selera berbusana anda lumayan juga."

"Ya? Boleh aku tahu apa maksudmu?"

Rahasia Cinta ( SUDAH  TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang