PROLOG

128 7 3
                                    

9 Februari 2018

Jeruji besi itu berbunyi lagi. Menandakan mimpi buruk yang mengerikan ini terus berlanjut.

"Cepat Bangun!" ucap wanita itu sambil mengetok jeruji besi dengan besi silinder miliknya.

Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi, waktu itu aku belajar di perpustakaan untuk mempersiapkan diri saat tes masuk SMA. Hari sudah gelap ketika aku pulang, pikiran buruk terus menghantuiku ketika jalan yang biasanya kulewati benar-benar sepi karena hari sedang sangat berangin. Para warga pasti lebih memilih untuk menghangatkan tubuhnya di rumah.

Malam itu aku merasakan ada seseorang yang mengikutiku. Dia berjalan lebih cepat ketika aku memutuskan mengambil lebih laju langkahku. Dai pasti mengikutiku, itu benar, dia-dia mengikutiku! Aku teriak, aku harus teriak sekarang. Ketika aku mengambil nafas panjang untuk bersiap berteriak tiba tiba kepalaku terhuyung karena pukulan yang keras.

Sampai sekarang aku masih merasakan perban yang melekat di kepalaku. Sekarang sudah 3 hari aku disini, di balik penjara yang entah dimana letaknya. Apa yang diinginkan nya oleh siswi SMA sepertiku. Dia bukan laki-laki. Dia tidak menginginkan tubuhku kan?

Pagi itu aku kembali muntah, ketika memikirkan organ-organ ku akan dipisah dan diambilnya untuk dijual di pasar gelap.

"Kau muntah lagi?" tanya nya yang kemudian menjauh, dia segera kembali dari kegelapan untuk memberikan kain kotor dan sebotol air untuk membersihkan lantai. "Jaga kesehatanmu, aku tidak akan membiarkanmu mati sampai aku telah berhasil mengambil semuanya darimu."

Aku kembali muntah ketika mendengarnya. Berbagai banyak spekulasi menghantam kepalaku dan menghantuiku. Sampai kapan aku akan dapat hidup?

Dia memukul jeruji besi kembali dengan kerasnya. "Makan, apabila kau tidak makan dan berakhir sakit, aku akan lebih menyakitimu!"

Mataku terbelalak melihat setengah wajah dinginnya. Dia selalu memakai jaket dengan hodi yang menutup sebagian wajahnya. Dia tidak ingin aku mengetahui wajahnya. Aku mengambil makanan itu dan melahap dengan paksaan yang berat kepada tangan dan mulutku. Aku harus bertahan hidup paling tidak sampai ada seseorang yang menyelamatkanku. Keluargaku pasti sedang mencariku sekarang! Itu benar, aku harus makan, aku harus tetap hidup sampai, sampai keluargaku datang menyelamatkanku.

Air mataku tak terasa berapa kali menetes karena kematian yang sepertinya sudah sangat dekat.

*********

Seperti kemarin, dia menyuruhku duduk di sebuah meja, dengan lampu remang di atas kepala kami. Dia duduk di sebuah kursi di sebelah sudut kananku. Dia memasang wajah tersenyum dan kadang memberikanku air ketika aku berhenti menulis.

Aku sedang menulis sekarang, seperti kemarin. Dia menyiapkan buku tebal yang sudah kuisi kemarin. Dia menulis judul di tiap BAB. Aku dilarang untuk melihat keseluruhannya. BAB 1 dimulai dengan cerita ketika aku berada di festival sekolah waktu SD dan sekarang BAB 2 dia memintaku menulis tentang ketika aku baru masuk SMP. Ini seperti buku diary dan dia memintaku menulis sereal mungkin.

Aku tertegun, dengan keringat yang mulai mengucur di pelipisku. Mungkin inilah maksudnya, dia tidak akan membiarkanku mati sebelum aku menyelesaikan semua BAB. Apa ketika buku ini selesai dia akan membunuhku? Ini mengerikan, kenapa harus seperti ini. Ini untuk apa. Dia psycopath, dia pasti psycopath. Aku memandang wajahnya dengan emosi yang kian memuncak.

"Ada apa?" tanyanya dingin.

Aku, aku harus bagaimana? Aku harus bagaimana sekarang? "Aku butuh segelas air,"ucapku lemah yang tidak bisa mengucapkan semua emosiku karena aku tidak akan tau apa yang akan dilakukan psycopath sepertinya ketika aku mencoba memberontak.

"Baiklah," wanita itu berjalan meninggalkanku.

Buku ini, buku ini seperti sisa hidupku. Aku terus membalik kertas demi kertas sampai menemukam letak BAB terakhir.

BAB 30?

Apa nyawaku tinggal 30 hari lagi?

HELPWhere stories live. Discover now