0,1 - you've had it enough

2.7K 216 30
                                    

"LAGI?"

Galileo yang biasa disapa Leo, mengerutkan keningnya saat ia harus menemukan Sammy tengah duduk di ruang tengah, sekaligus ruang di mana ada Sammy menyimpan perlengkapan musik. Leo sengaja mampir sepulang kerja, membawa sekotak berisi enam belas potong chicken wings dengan bumbu barbekiu dan saus keju yang lezat. Namun laki-laki yang ia harap akan menyambut dengan senyum lebar justru sedang duduk dengan pandangan kosong dengan sekaleng bir berkadar alkohol sedang dalam genggaman.

"Dude, seriously. You need to get a life. Sampai kapan lo mau kayak gini terus?" Leo mendengus panjang lalu menarik meja dan meletakkan kotak chicken wings di sana. "Makan gih, liver lo bisa ngamuk kalau lo cuma minum doang."

Sammy melirik.

"Makan," ulang Leo. Ia mendekatkan kotak pada Sammy.

Sammy meletakkan kaleng birnya. "Kepala gue pusing."

"Ya iya, kegiatan lo cuma tidur sama minum doang. Bangun kek, keluar. Lihat sekitar. Jogging atau sepedahan. Atau lo coba cari kerja yang mewajibkan lo bergerak. Lo ngaca deh, Sam. Badan lo tuh udah kurus banget kayak lidi," cerocos Leo panjang.

Sammy mendesah pendek. "Lo jangan bikin gue tambah pusing."

Leo menjejalkan satu potong sayap ke dalam mulutnya. Ia tahu betul alasan kenapa Sammy bersikap demikian. Biasanya, Sammy hanya minum di akhir pekan tapi beberapa minggu ini, kuantitas minum Sammy meningkat drastis. Leo menimpali sambil mengunyah, "Kantor gue lagi butuh orang yang jago di bidang investasi, lo tertarik nggak? Kalau iya, gue bisa bilang bos gue."

"Gue males kerja pakai kemeja kayak lo," sahut Sammy menolak mentah-mentah.

Leo mencibir. "Apa salahnya sih pakai kemeja?"

Sammy tidak menjawab. "Lo ke apartemen gue cuma mau ngomelin gue sama ngasih gue informasi kerjaan aja?"

"Gue bawain lo makanan, monyet. Lo nggak lihat nih," Leo melotot, mengangkat kotak chicken wings tepat di depan mata Sammy yang kemudian sontak disambut dengan cengiran pendek Sammy. "O, iya. Bener."

Sammy mengambil sepotong, mencelupkannya ke saus keju dan menggigitnya dalam diam. Ia menyalakan teve, menggeser saluran ke saluran olah raga yang sedang menampilkan siaran ulang pertandingan sepak bola liga Inggris. Kedua laki-laki itu mengganyang enam belas potong sayap ayam tanpa suara.

Leo mengambil tisu yang tinggal beberapa lembar saja, membagi dua dengan Sammy yang juga terlihat membutuhkan. Tangan mereka penuh minyak.

Sammy menarik napas panjang-panjang.

"Sam.."

"Apa?"

"Lo bener nggak mau join sama kita?"

Sammy tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan kepalanya di pinggiran sofa, kendati ia duduk di lantai. Leo mengangkat bahunya pelan, "Who knows, maybe it could be something therapeutic for you. Lo bener-bener harus ngurangin kebiasaan minum lo, Sam. Bentar lagi lo udah dalam tahap jadi alkoholik."

Sammy tersenyum getir.

Leo memasukkan kotak chicken wings yang sudah kosong ke dalam kantong plastik, begitu pula dengan sampah lainnya. Ia bangkit dari duduk dengan niat untuk membuang sampah tersebut, sekaligus pulang.

"Gue.."

Mendengar suara Sammy tersebut, Leo menghentikan langkah kakinya. Ia memutar badan. Sammy menghela napas sejenak. "I never thought that breaking up with her would literally break me up this bad. She really screwed my whole life."

Leo tak berkemontar.

"Dia pakai susuk kali ya?" Sammy nyengir lebar. Walau dari sorot matanya, tidak ada sedikit pun jenaka dan keinginan untuk melucu. Leo mengulum bibirnya. "We've been through the same thing, Sam. We all do."

Sammy manggut-manggut.

"Maksud gue," Leo cepat-cepat membubuhi. "Gue ngerti posisi dan situasi lo. Nggak satu orang pun di dunia ini yang siap soal perpisahan. Kita butuh waktu. Tapi gue rasa, you've taken your time enough. It's time for you to heal yourself. Gue cuma berharap yang gue tawarin ke lo bisa jadi salah satu cara lo mengobati diri."

Sammy tersenyum. Kali ini senyumnya tipis dan memancarkan rasa terima kasih yang tulus.

"Gue balik, ya."

"Buru-buru banget? Does Calista give you a curfew now?"

Leo tertawa. "Iya, sort of."

Sammy balas tertawa. Kemudian Galileo benar-benar meninggalkan apartemen. Sammy meluruskan kakinya, memandang langit-langit. Yang ditangkap netranya justru bayang-bayang seorang gadis yang seharusnya sudah ia musnahkan. Sammy berdecak, lalu menyapukan pandangan ke sekeliling ruangan. Gitarnya ada di sana, rapi bersandar pada tatakan gitar yang ia buat sendiri.

Sammy memejamkan mata. Otaknya berpikir, benaknya penuh dengan kecemasan dan rasa ragu. Sayup-sayup, ada suara lirih yang membisikkan sesuatu di telinga Sammy. Mungkin yang dikatakan Leo benar. Mungkin tak ada salahnya jika ia mencoba.

- - -

ROSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang