Bab 47

1.4K 141 8
                                    


Kecipak! Kecipak! Kecipak!

Cipratan air sungai berhamburan ke udara mengarah kepada Nadia yang saat ini berjongkok di pinggiran sungai—sedang membasuh remah-remah keripik yang menempel pada sekujur pipinya.

Bressss! Cipratan air itu mendarat dan merembes di kaos Nadia. Dia merasa seperti menerima siraman shower.

"Lili, kumohon!" Nadia melirik sipit ke arah Lili yang berada 3 meter di sampingnya. "Ini bukan saat yang tepat untuk bermain."

Tetapi anak itu tidak mengindahkannya. Lili nekat kembali membuat gayung dengan lekukan telapak tangannya, menciduk air sungai lalu mencipratkannya berkali-kali ke arah Nadia.

Kecipak! Kecipak! Kecipak!

"Uuggghhh!" Keluh Nadia sembari menangkis serangan Lili—merapatkan kedua sikunya menjadi perisai.

Nadia lalu berdiri tegap memandangi Lili dengan tegas.

Sontak Lili menghentikan kejahilannya. Dia merasa sepertinya Nadia sedang marah.

Mau bagaimanapun dan disituasi apapun Lili tetaplah anak berusia 8 tahun. Dia mampu menjadi riang gembira walau hanya berada di pinggiran sungai.

Nadia menyunggingkan senyum jahil.

Melihat respon Nadia, perasaannya kemudian lega. Di dalam hati Lili berterima-kasih karena akhirnya Nadia mau meluangkan sedikit waktu untuk bermain bersamanya. Dia juga membalas dengan senyuman. Kedua lesung pipinya menarik perhatian Nadia.

"Begitu ya maumu anak nakal!" Nadia memasang ekspresi balas dendam diiringi seringai.

"Coba sini aku lihat bagaimana kemampuan kakak bermain air," canda Lili dengan lirik menyindir.

"Nih aku balas!" Nadia sudah dalam posisi bersiap.

"Ayo sini kalau bisa! Wekkkss! " Lili memanas-manasi dengan juluran lidah.

Nadia menenggelamkan kedua tangannya hingga sebatas siku ke dalam air sungai. Menyatukan kedua telapak tangan dan menangkupnya di dalam air membentuk gayung. Dia memandangi Lili yang sudah bersiap untuk menghindar. Lalu dia menciduk dengan sekuat tenaga dan mengguyurkan air sungai ke arah Lili.

Byuuurrr!!! Tiba-tiba suasana riang menjadi hening.

"Eh ... maaf Lili." Sesal Nadia mendapati seluruh tubuh Lili basah kuyup. Dia sendiri tak menyangka bahwa cipratan airnya akan sebesar guyuran ombak.

"Mentang-mentang kakak punya kekuatan berlebih lantas semena-mena gini ya!" Lili menyipitkan mata kesal. Lalu dia menjauhi Nadia, berjalan beberapa langkah dan berdiri terdiam membelakangi.

"Bu ... bukan begitu Lili." Nadia menghela napas. Dia sendiri tidak menyangka jika dayungan kedua tangannya akan mampu menciptakan guyuran air sebesar itu. Ini kedua kalinya dirinya dibuat terkejut oleh kekuatannya sendiri setelah pelemparan bom molotov.

"Kalau begitu mari keringkan tubuhmu sambil berbaring di rerumputan agar tersengat terik matahari. Anggap saja bersantai di tepi pantai." Nadia melangkah mendekati Lili sembari mengulurkan tangannya. Setidaknya menemani Lili berjemur mampu melunasi kesalahannya.

Lili separuh menoleh ke belakang. Dengan hanya memandang menggunakan sebelah matanya disertai perhitungan matang dalam hati—mengira-ngira apakah jarak Nadia sudah berhasil masuk dalam perangkap.

"Eiitttsss!"Jerit Nadia diikuti tubuhnya yang goyah seperti merasakan gempa bumi.

Nadia hampir terpleset saat telapak kakinya merasakan bebatuan di bawah air sungai yang diinjaknya sangat licin karena berlumut. Untungnya dia bisa menyeimbangkan tubuhnya sehingga mengantisipasi jatuh. Setelah itu dia kembali fokus ke Lili, namun ada yang terlihat aneh. Lili nampak berseringai—gelagatnya tiba-tiba berubah.

KILLING THE MOONLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang