Bab 31

1.6K 185 10
                                    


Pepohonan begitu rimbun, mengharuskan Nadia dan Lili berkelak-kelok mengitari ratusan batang bambu yang menjadi rintangan. Terdengar bunyi retak patahnya ranting-ranting tua yang bertebaran di tanah karena terinjak oleh langkah cepat kedua gadis itu. Kurang lebih 5 menit menempuh pelarian, akhirnya mereka berdua terbebas dari rerimbunan pohon.

Mereka menemui sebuah jalanan yang belum diaspal. Di seberangnya, terpampang deretan rumah perkampungan warga. Namun mereka bingung di mana tepatnya asal suara tembakan itu. Tak mungkin harus mengitari rumah satu-persatu.

"Grrrrhhhh ... grrrhhhhhh!!!"

Geraman zombie terdengar. Hal itu membuat mereka celingak-celinguk panik. Suara geraman yang belum jelas darimana arahnya adalah sesuatu yang mengancam. Mereka harus sigap untuk situasi seperti ini.

DOR!!!!

Sekali lagi, bunyi tembakan terdengar. Berhubung jarak mereka kali ini sudah lebih dekat dengan sumber suara, maka bukan hal sulit lagi untuk menebak  lokasi tembakan.

"Di balik pagar itu!" Lili menunjuk sebuah pagar bercat putih yang berlumut setinggi 1,5 meter.

Setelah didekati, mereka tidak menemukan jalan masuk sama sekali pada tembok itu. Bangunan kokoh itu adalah pagar tembok halaman belakang rumah. Mereka harus memutari kampung ini jika hendak memasukinya lewat pintu utama, namun hal itu akan memakan waktu. Belum lagi kalau bertemu zombie saat memutar arah. Jadi tak ada pilihan selain memanjatnya.

Pagar setinggi 1,5 meter bukan hal sulit untuk dilewati. Nadia menggangkat Lili dengan mengapit erat kedua ketiak anak itu. Setelah Lili berhasil duduk di atas pagar, giliran Nadia yang menyusul.

Dari atas pagar, mereka mencermati halaman belakang rumah yang diyakini asal muasal tembakan. Anehnya, mereka tak menemukan baik itu seseorang yang memegang senjata maupun zombie yang sedang ditembaki seperti yang mereka perkirakan. Yang nampak hanyalah puluhan papan-papan yang diatasnya terdapat kerupuk-kerupuk mentah sedang dijemur. Bisa dipastikan pemilik area rumah ini menjalankan usaha pembuatan aneka jenis krupuk.

"Grrrhhhh ... grrrhhhhhh!"

Lagi-lagi, suara geraman terdengar. Membuat mereka berdua kembali waspada. Untuk yang kesekian kalinya, suara itu tak diiringi dengan kemunculan batang hidung sosok zombie.

"Lebih baik kita turun dan menelusuri sekitar area rumah ini. Posisi kita sangat mencolok berada di atas sini jika terlihat oleh zombie." Saran Nadia. Lili mengangguk mematuhinya.

Nadia pun melompat turun, dan Lili tetap membutuhkan bantuan gendongan Nadia untuk dapat mendarat ke tanah. Mereka melanjutkan berjalan melewati papan-papan penjemuran krupuk. Krupuk-krupuk mentah itu menjamur pada seluruh bagiannya. Seminggu lebih dibiarkan dalam keadaan seperti ini adalah penyebab pastinya jamur berkembak biak.

Mereka mendekati sebuah rumah kuno yang terbuat dari kayu. Rumah itu terlihat kosong. Dari lubang jendela yang dibiarkan terbuka, nampak di dalam ruangan dipenuhi oleh karung-karung berisi bahan pokok pembuatan krupuk serta banyaknya peralatan pengolahan yang menempel di dinding. Terlihat juga kompor-kompor tradisional yang masih memanfaatkan kayu bakar dan arang. Tembok kayu di dalam ruangan menghitam karena dampak pengapian. Sangat jelas area yang terkurung dalam pagar ini hanyalah sebagai tempat bekerja bukan untuk didiami seseorang, atau lebih tepatnya industri rumahan.

DOR! Suara tembakan kembali terdengar. 

"Di balik rumah ini kakak!" Ujar Lili dan anak itu memperagakan bahasa tubuh seolah ingin segera berlari tak sabaran mendekati sumber suara, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi Nadia dengan sigap menarik lengan jaket anak itu. Nadia memberikan tatapan kepada Lili yang mengartikan bahwa jangan terlalu gegabah dan sembrono.

KILLING THE MOONLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang