Part 9. Cinta belasan tahun

187K 13.1K 59
                                    

9. Cinta Belasan Tahun


Yuna sedang menanam bunga ketika sebuah mobil memasuki pelataran rumah. Dia tidak mendongak sedikit pun untuk sekadar menilik siapa yang datang. Masih sibuk menanam bibit bunga matahari yang baru dibelinya. Bukan dia yang beli sih, dia meminta Mini untuk mencari bibit bunga di penjual tanaman. Tadinya ingin menanam pohon mangga dan durian, tapi urung karena takut Kennan tidak akan suka.

Dan ketika berpikir lagi, sekalipun dia menanam pohonnya, keberadaan dirinya di rumah itu tidak sampai hingga pohonnya berbuah.

Menepuk-nepuk tangannya yang kotor karena tanah, Yuna menegakkan tubuh dan sedikit meregangkannya. Dia tersenyum melihat deretan bibit bunga yang baru ditanamnya.

"Nona, Tuan Kennan sudah pulang." Mini berseru tidak jauh dari Yuna.

"Sudah pulang?" Yuna mengernyit, dia menengadah menatap langit biru di atas sana. Tumben sekali, biasanya Kennan pulang ketika malam menjelang tapi ini matahari saja masih bersinar terik.

Terburu-buru, Yuna berjalan ke arah keran air, mencuci tangannya dari tanah-tanah yang menempel. Baru saja dia akan berbalik untuk masuk ke rumah, suara berat menginterupsinya.

"Yuna."

Yuna menggigit pipi dalamnya, membalik badan untuk melihat Kennan yang berdiri dengan sebelah tangan disimpan di saku celana depan. Laki-laki itu sudah menanggalkan jas kerjanya dan membuka dua kancing teratas kemejanya.

Yuna nyengir, polos. "Tuan sudah pulang?"

Kennan menganggukan kepala. "Sedang apa?"

Menyimpan dua tangannya di belakang, Yuna berjalan mendekat ke arah Kennan. "Habis olahraga," kilahnya, kemudian tertawa kecil.

"Oh ... rajin sekali olahraga terik-terik begini." Kennan tersenyum penuh arti. Mengikuti permainan Yuna yang sarat kebohongan.

Tadi, selepas Kennan turun dari mobil, langkahnya mantap memasuki rumah dengan menyerukan nama Yuna. Mencari perempuan itu yang sedikit pun tidak menyahuti seruannya. Kennan geram. Apalagi melihat Yuna sedang mengerjakan entah apa di taman depan rumah. Yuna mengabaikan dirinya yang menyempatkan pulang lebih awal.

"Biar badan kita sehat," ucap Yuna sembari mengelap tangan basahnya ke gaun maroon selututnya. Dia berjalan lebih mendekat pada Kennan lalu meraih tangan kanan laki-laki itu. Membawanya mendekat pada wajah untuk akhirnya mempertemukan bibirnya dengan punggung tangan Kennan.

Kennan mengembuskan napas panjang. Tidak jadi marah dan kesal pada Yuna karena tingkah perempuan itu manis sekali.

"Tuan ingin saya buatkan apa?" tanya Yuna ketika dirinya dan Kennan memasuki rumah.

"Tidak lapar, dan tidak berniat makan apa pun."

Yuna membulatkan bibirnya. "Lagi diet," seloroh Yuna lirih namun masih bisa didengar Kennan.

Kennan menoleh, menghentikan langkahnya dan menatap tajam perempuan di sebelahnya. "Buat apa diet? Badan kamu udah kecil begitu!"

Ah, Kennan salah paham.

Yuna gelagapan. "Saya tidak diet."

"Terus tadi," kata Kennan memicingkan mata.

Menelan ludah gugup, Yuna mengibaskan sebelah tangannya. "Saya kira, Tuan sedang diet. Bukan saya yang ingin diet," jelas Yuna.

"Kalau kamu berani diet. Awas saja," ingat Kennan mengancam.

Yuna mengangguk. Dalam diam, dia mengikuti langkah-langkah panjang Kennan ke taman belakang rumah. Ketika Kennan duduk di gazebo pun Yuna turut serta. Tidak berucap atau berbalik untuk pergi.

Kekasih Tuan Muda/ Baby In A Dream (Terbit) Where stories live. Discover now