"Ya, seperti biasa. Tuntutan pekerjaan"

"Padahal aku sudah jauh-jauh untuk menemuinya"

"Aku akan memberitahunya jika kau kemari"

"Tidak-tidak.. sebaiknya aku menyusulnya saja"

"Jangan bercanda"

"Aku tidak main-main" Pria itu lalu beranjak dari sofa yang ia duduki. Dan merogoh ponsel yang semulanya bersemedi disaku celananya.

"Siapkan tiket untuk ke Jerman sekarang" perintahnya kepada orang diseberang telpon.

"Kau marah padaku?"

"Tentu saja. Manager macam apa kau ini !!" Sergahku pada Loey. Aku hampir saja melempar botol minumanku padanya. Tapi aku masih punya hati untuk melakukan itu padanya. Setampan-tampannya pria itu, tetapi sangat menyebalkan bagiku. Meskipun aku sebal padanya, tapi diriku tidak menganggapnya seburuk itu, dia adalah happy virus bagiku dan selalu membuat lelucon kecil saat aku dan para asistenku merasa lelah. Dengan kata lain, ia berbakat dalam hal membuat orang tertawa.

Mereka adalah keluarga kedua ku—Loey, Henry dan Sunny. Orang Korea sepertiku. Mereka selalu bersamaku selama 9 tahun lamanya, bahkan ketiganya memprioritaskan keperluanku dibanding keperluan dirinya sendiri. Ayahku yang memilih mereka untuk bekerja denganku. Dan aku sangat bersyukur karena mereka benar-benar baik padaku, membantuku, menjagaku hingga mengurus hampir semua keperluanku. Cukup dengan hal yang sangat sederhana arti sebuah rasa bahagi bagiku. Sering kali aku tersenyum saat melihat mereka berdebat kecil tanpa mau mengalah satu sama lain, melihat mereka menyantap makanannya dengan lahap, dan melihat tingkah nakal Henry yang selalu usil pada Loey dan Sunny. Itu sudah cukup untukku. Bahkan sangat cukup. Melihat mereka tersenyum dan melihat mereka bahagia bersamaku itu saja sudah membuatku lega.

"Mianhae."  Ucapnya.  "Lamunan mu membuatku takut" Suara Loey menyadarkan diriku yang sibuk memikiran sebuah arti kata bahagia dalam diriku. Dia merampas botol minuman yang semulannya akan ku gunakan untuk memukulnya.

"Lebih baik kau simpan ini, dari pada untuk memukul wajah tampanku. Kasihan gadis-gadis di luaran sana saat melihat wajahku yang memar karena botol sialan itu" Aku terseyum mendengar ucapannya.

"Sebenarnya siapa yang kau temui di L.A?

"Seseorang." Jawabnya

"Katakan dengan benar"

"Aku akan memberimu kejutan "

Pemotretan hari kedua sama saja. Sama-sama terterasa melelahkan. Aku lantas berdiri. Menyeimbangkan tubuhku sejenak dari high hells hitam yang ku pakai. Balutan gaun ditubuhku begitu menyesakkan dan begitu berat. Jangan salahkan aku yang terus menggerutu, yang mungkin terlalu kacau saat ini. Loey tidak juga mengatakan sesuatu padaku. Dan lagi Satu hal yang membuatku setengah kesal, pria itu—teman Loey atau yang dua minggu yang lalu ku sebut sebagai penguntit. Dia bersikap seenaknya. Seolah-olah dia lah yang paling berkuasa di sini—walau memang seperti itu kenyataannya. Dan bagaimana tanggapan managerku? Oh, bahkan tidak berpihak padaku dan malah menyuruhku menuruti kamauan pria itu—yang harus menggunakan konsep alam terbuka. Tadinya aku menolak keras keputusannya. Karena sempat mengira tempat pemotretannya diatas jembatan atau jalanan curam. Atas bujukan manager sialan itu, aku hanya bisa pasrah.

Tapi sekarang aku tidak perlu kesal padanya. Yang ternyata memilih pegunungan sebagai lokasinya. Aku sedikit mensyukuri itu karena dia memahami kelemahanku. Ingat, aku tidak berfikir dia orang baik. Tidak, aku belum berpikiran seperti itu. Aku tidak bisa menilai seseorang cukup sekali saja. Tapi setidaknya dia mampu mengerti diriku. Yeah, memang seperti itu yang harus terjadi.

Red Sensation (YoonHun)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin