Blue Rose [CrawIchi - Straight]

535 14 0
                                    

Assasin AU

Rated M

Warning: slight BDSM

.

.

Matahari baru saja tenggelam di ufuk barat, langit menggelap seiring dengan munculnya bulan sabit tanpa kelip bintang. Bau tanah sehabis hujan menguar dari halaman samping rumah berlantai duanya yang bisa dikatakan cukup mungil, hampir berhimpitan dengan rumah sebelah jika tak ada deretan semak sebagai salah satu pagar hidup. Jalinan kawat juga pagar baja tipis di balik pohon merupakan pengaman dengan aliran listrik bertegangan tinggi yang dapat melumpuhkan seorang pria dewasa. Tetangganya pasangan paruh baya yang memiliki pagar rendah, tak pernah sekalipun mengetahui rahasia di balik semak yang hanya berjarak tiga meter dari tempat mereka biasa melepas lelah di beranda.

Subaru hitam itu terparkir di garasi samping, bekas tanah di lantai membuatnya mengernyit dahi tak suka. Pemuda pemilik rumah tersebut memasuki rumahnya setelah berdiri tepat di pemindai retina di pintu garasi, menguncinya kembali dengan tas besar di punggungnya. Mendesah pelan dengan kacamata yang berada di genggamannya. Merapikan boots tentaranya di lemari samping koridor dengan payung lembap digantung tak jauh dari sana. Dirinya perfeksionis, semuanya harus kembali pada tempatnya, rapi tanpa cela. Sepertinya besok ia harus membersihkan garasinya yang kotor, desahnya pelan.

Bisa dikatakan dirinya penat dengan segala macam tugas yang harus dikerjakannya selama seminggu terakhir. Ia naik ke lantai dua, menekan hologram sticker di satu-satunya pintu di sana hingga muncul keypad dengan ketebalan kurang dari setengah milimeter. Tangan berjemari kurus panjangnya mengetikkan password tanpa melihat, sudah hapal luar kepala. Begitu pintu terbuka, ia berjalan ke arah rak buku di dinding kirinya. Pemuda itu menyentuh buku di rak keempat, kedua dari kanan hingga bunyi desing samar terdengar. Berdiri tegak menatap bagian tengah rak yang menjorok ke dalam tanpa disentuh, bergerak membuka memperlihatkan ruang rahasia di belakangnya.

Puluhan senjata api berbagai jenis beserta longsongan peluru berjajar di dinding putih bersih. Pemuda itu membuka ranselnya, memilah-milah senjata yang menemaninya sepanjang pekan. AR-10 Platform yang menjadi favoritnya dengan berat tak mencapai dua ratus gram, peluru 0,300 dilengkapi bipod dan peredam suara. Diusapnya MP5SD dengan peredam yang diletakkannya pada pengait di dinding bersama kurang lebih empat senjata laras pendek yang diisi untuk keadaan darurat. Ia sudah membersihkannya dari sidik jarinya berikut cipatan mesiu yang sempat ikut mengotori ujung celananya. Sekali lagi, ia cinta kebersihan, keteraturan sebagai bagian dari jiwa juga etos kerjanya.

Kini beralih pada pisau yang dicucinya dengan alkohol menghilangkan noda darah, memperlihatkan kilapnya. Ia kurang suka memakai pisau, menurutnya itu terlalu memakan waktu, dan tenaga, bukan gayanya mengotori tangan semudah itu. Meskipun begitu tentunya ia tetap memiliki favorit yaitu sebuah pisau kecil berbentuk T yang mudah diselipkan di genggamannya, dan jadgkommando tri-dagger fixed blade dengan tiga mata pisau memuntir ke pusatnya. Jadgkommando favoritnya ini bisa dilepas dari gagangnya, juga ringan, mudah diselipkan ke bajunya. Sekali tusuk korbannya langsung mengalami pendarahan hebat dan bisa mati dalam hitungan menit. Menutup luka hasil jadgkommando bisa dikatakan hampir mustahil, dibutuhkan setidaknya minimal satu tim dokter, dan pereda rasa sakit yang keras untuk menyelamatkan korbannya. Sebenarnya itulah yang dikatakan oleh atasannya meskipun dari pengalamannya selama ini ia tak pernah sekalipun melihat seseorang bisa selamat dari hujaman pisau jadgkommando.

Keterampilan juga kecepatan tangannya kerap kali tak dapat tertangkap mata. Jarum berisi racun ikan buntal pun menjadi salah satu andalannya, pulpen dengan diameter agak besar merupakan tempatnya. Dengan sekali tekan sebuah jarum berlumur racun melesat keluar menumbangkan sasarannya tanpa ampun. Pekan ini ia sudah memakai setengah lusin karena ia tak ingin mengotori jadgkommando kesayangannya.

Open Writing Comission 2020Where stories live. Discover now