chapter 9

3.1K 255 4
                                    

Nara P.O.V.

aku membuka mataku perlahan saat kurasakan usapan pada kepalaku. kutatap seorang gadis yang memasang wajah kesalnya padaku. sepertinya aku akan dapat ceramah sekarang.

"Nara.. kamu kok gak bilang unnie sih kalo lagi sakit?. selalu aja kamu tuh.. apa unnie harus nyuruh anak seventeen buat ngawasin kamu mulu dan ngabarin ke unnie?" omel Raina padaku.

sudah kutebak ia akan mengomeliku habis-habisan. telingaku rasanya panas mendengarkan omelannya. 

"NARA!! KAMU DENGERIN UNNIE GAK SIH?!" teriak Raina.

aku mengusap telingaku. teriakannya yang sebelas dua belas dengan teriakan marie. sama-sama cempreng dan membuat telinga berdengung. mungkin telingaku bisa kehilangan kemampuan mendengarnya nanti. 

"Gak usah teriak. ini bukan dihutan" cibirku.

Raina menghal nafas lalu mengusap dadanya. 

"Dosa apa aku punya sepupu kayak gini.." gumamnya yang masih terdengar jelas ditelingaku. aku hanya memutar bola mataku kesal.

aku berusaha untuk duduk dan bersandar pada sandaran kasurku. aku meringis saat merasakan nyeri pada perutku. jika aku bisa terlahir kembali, mungkin aku akan lebih memilih menjadi laki-laki daripada merasakan rasa nyeri ini setiap bulannya.

"apa kamu tak apa?. apa masih sangat sakit?" tanya raina khawatir.

aku menggeleng lalu meraih boneka yang ada disampingku dan memeluknya erat. mataku tidak sengaja jatuh pada kantung plastik diatas meja. kuambil plastik itu lalu melihat isinya. pembalut dan obat nyeri haid?. apa Raina yang membawakan ini?. 

TOK....TOK...

aku segera menyembunyikan plastik itu saat mendengarkan suara pintu diketuk. member seventeen muncul dari balik pintu itu dan mulai menyeruak masuk kedalam kamarku. memangnya siapa yang mengizinkan mereka masuk?. kalau saja aku sehat sudah kupastikan aku akan menendang bokong mereka agar keluar dari kamarku.

"Nara, bagaimana keadaanmu?. aku membuatkanmu bubur. makanlah.." ujar mingyu lalu menyodorkan semangkuk bubur padaku.

"siapa yang menyuruhmu membuatkanku bubur? bukankah aku menyuruh kalian semua istirahat?" ujarku ketus.

"Nara! dasar anak ini. mulutnya seperti tidak disaring saja. maaf ya, dia memang begitu.." ujar raina tidak enak.

kenapa malah dia yang meminta maaf?. dasar orang itu.

"Masih baik mingyu mau membuatkanmu makanan. apa kamu tidak bisa menghargai usaha orang lain untuk membantumu?."cibir Wonwoo.

bukan begitu..

"member mengkhawatirkanmu sejak tadi. jadi hargailah sedikit usaha mereka.." sambung Vernon.

aku cuma...

"kalau kamu ingin kami istirahat, setidaknya cepatlah sembuh..." ujar woozi lalu meninggalkan kamarku.

member seventeen satu persatupun. aku menunduk sambil mengeratkan pelukanku pada bonekaku. 

mereka tidak akan mengerti. hitam tetaplah hitam dan putih tetaplah putih. dan saat hitam terlihat seperti putih, mereka pasti tetap berfikir bahwa itu adalah hitam. begitulah pemikiran manusia normal. sekeras apapun hitam mencoba menjadi putih dia akan tetap ditatap seperti hitam. 

mereka tidak akan mengerti. bagaimana pun aku menjelaskannya.

semua hanya akan menghasilkan kata 'sia-sia'. 

kurasakan seseorang memelukku. tubuhku membeku seketika. 

"jangan terlalu memaksakan dirimu. kamu masih punya aku disisimu. kamu percaya pada unnie-mu kan?" bisik Raina.

Seventeen ManagerWhere stories live. Discover now