"katakan hai pada paman-pamanmu."

5.2K 839 360
                                    

Jadi begini; dia tak tahu kalau ujung-ujungnya akan berakhir seperti itu.

Jungkook harusnya tahu teman-temannya seperti apa--dan dia memang tau, tapi hanya saja Jungkook tak punya cara lain. Maka tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain mengirim kode singkat ke group chat mereka dan melakukan operasi darurat (yang untungnya, waktu itu sempat terpikirkan kalau-kalau ada masalah genting--seperti ini) yang-katanya-bisa-menyelamatkan-keadaan-apapun.

Pria Jeon itu bisa mendengar suara-suara di luar sana; teriakan perempuan, gedoran pintu, dan nama Eunkyung. Lalu, tak lama kemudian, ada suara lain yang menyusul. Teriakan lain, namun lebih berat dan lebih mirip geraman. Bersamaan dengan sesuatu yang digebuk-gebuk ke lantai, suara sendok dan piring yang beradu, juga ember yang dipukul bertalu-talu. (Jungkook sebenarnya tak mau mengatakan ini, tapi ia juga mendengar suara macan, auman singa, bunyi gajah dan suara kera buatan /?)

Dan suara-suara itu masih terus berlanjut. Semakin ribut dan semakin gaduh. Jungkook tahu mereka tubir di luar sana, saling melempar argumen-argumen yang sebenarnya tak penting sama sekali. Itu berakhir dengan hening disusul teriakan dan sepertinya benar-benar terjadi perang di sana.

Jungkook tak mau ikut. Dia juga tak mau membayangkan apa yang terjadi di luar. Jungkook duduk bersila, menyandar pada pintu dengan kedua tangan yang menutup telinga Eunkyung. Sekitar lima menit kemudian, keributan itu mereda (dan sungguh, Jungkook tak mau tau bagaimana caranya mereka menyelesaikan itu).

Pintunya digedor beruntun, keras dan cepat. Dibarengi, "Hey, Jungkook! Kau ada di sana, kan?!" yang diucapkan lebih dari satu orang jadi kedengarannya rusuh sekali. Belum sempat Jungkook membalas, seseorang bilang lagi, "Oh, astaga! Bagaimana kalau dia mati di dalam?! Jalankan Rencana Kepala Ember!"

Dan Jungkook tahu itu buruk. Jadi ia tak membalas dan langsung membuka pintu.

Yang dilihatnya pertama kali adalah beberapa orang pria, mengangkat pria lainnya dengan posisi horizontal dan kepalanya ditutupi ember hitam. Dalam sekali lihat, Jungkook tahu mereka berniat membobol pintu dengan cara yang kelewat konyol.

"Oh! Kau masih hidup!" Teriak salah satu dari mereka. Otomatis, mereka langsung menjatuhkan pria yang mereka angkat tadi dan sang korban hanya mengerang sambil melepas ember di kepala.

"Tentu saja dan--astaga!" Jungkook berjengit. Dia tahu ini kedengaran sudah buruk dari awal tapi tak menyangka akan seburuk ini. "Oh Tuhan! Apa yang kalian lakukan, hah?!"

"Ya! Jangan berteriak begitu! Dasar tidak tau diri! Kami begini karenamu, sialan!" Si lelaki berambut coklat setengah berteriak. Jungkook yakin dia akan kembali melakukannya lagi kalau saja pandangannya tak jatuh pada Eunkyung. "Oh! Lihatlah ini!" Jadi mereka semua mendekat.

Mereka semua itu ada lima. Yang barusan berteriak adalah Jaehyun, pria tinggi berambut coklat dengan banyak cakaran kuku di wajah (dan Jungkook tahu itu ia dapat tadi, saat bertempur dengan wanita-wanita gila itu). (Dan Jungkook seratus persen yakin dia yang membuat auman singa dan suara kera gagal tadi.)

Di sebelahnya ada yang tak kalah tinggi; Kim Mingyu. Dan dia tak jauh lebih baik--maksudku, lihat saja wajahnya yang banyak tercetak bekas tamparan tangan. Dilengkapi dengan tongkat bisbol yang patah, dia tampak menyedihkan.

Lalu di hadapan Jungkook, ada Kang Daniel, yang tidak terlalu kelihatan buruk tapi tetap saja tak terlihat lebih baik. Wajahnya merah dan berkeringat, dan Jungkook khawatir dia akan mati kehabisan napas (karena setahu Jungkook, dia punya asma).

Kemudian, Kim Yugyeom. Itu sohib Jungkook sejak sekolah dasar. Dan kalau melihatnya sekarang, Jungkook ingin tertawa keras-keras karena ia tampak seperti gembel. Kaus robek di bagian bahu dan membawa-bawa sapu ijuk di tangan kanan. (Apalagi kausnya berwarna oranye, Jungkook hampir mengira dia petugas kebersihan yang suka menyapu jalan.)

aegya | kookminWhere stories live. Discover now