Davin
Besok kumpul di sekolah, kita bahas teknik perekrutan anggota baru tim futsal untuk tahun ajaran baru.

Tahun ajaran baru, berarti sekarang gue akan jadi kakak kelas dan punya adik kelas. Wih, kedengaran agak keren. Lalu gue membalas singkat.

Aldeo
Oke.

Ojan
Rekrut adik kelas cewek boleh kali. Ya nggak, Yo?

Aldeo
Tau dah, ya.

Ojan
Sok cool banget lu, Kampret!

Aldeo
Bcd.

Davin
Buat tim cheers di pinggir lapangan boleh laaa.

Ojan
Kapten sudah menyetujui. Bagaimana dari pihak lain, ada tanggapan?

Rudi
Cari yang pahanya mulus kek member Twice.

Moses
Cari yang pahanya mulus kek member Twice. (2)

Ari
Cari yang pahanya mulus kek member Twice. (3)

Riki
Cari yang pahanya mulus kek member Twice. (347)

Gue mengabaikan pesan-pesan lain yang masuk, karena gue yakin itu cuma obrolan nggak jelas sebuah tim futsal yang kehausan wanita tiap latihan di lapangan. Merasa nggak adil ketika lihat tim basket punya cheesleaders sementara kita nggak, padahal sama-sama lari di lapangan.

Layar ponsel sudah menunjukkan layar utama, dan gue tiba-tiba termangu. Gue masih menjadikan foto Sandria sebagai wallpaper, tema juga, dan background beberapa aplikasi. Pacaran selama sepuluh bulan, jangan tanya berapa banyak foto Sandria di dalam galeri ponsel gue, mau yang lagi sadar kamera atau pun candid—karena gue kadang nyuri-nyuri buat ngambil fotonya, ditambah foto kami berdua. Belum lagi foto-foto yang gue pindahin ke laptop, beberapa juga ada di hardisk eksternal.

Semua folder tentang kami berdua, sepakat diberi nama Yo♡Ya. Artinya Yoyo dan  Yaya. Jangan tanya kenapa alay banget, karena gue juga baru sadar bahwa selama ini gue sangat-sangat alay.

Gue membuka galeri, lalu mengklik pilihan Delete pada folder Yo♡Ya. Kemudian muncul tulisan, one album and 2608 items will be deleted. Lalu ada pilihan CANCEL atau DELETE ALBUM.

Gue mendadak bingung.

***

SANDRIA
Aku bingung apa yang sedang kulakukan saat ini. Aku mengumpulkan semua benda pemberian Aldeo di atas tempat tidur, lalu menyiapkan sebuah kotak besar untuk dimasukkan ke dalamnya. Ini kedengaran terlalu melankolis nggak, sih? Seakan-akan aku ingin melupakannya karena begitu kehilangan.

Setelah pulang dari kafe dan meninggalkan Aldeo tadi sore, mataku berair, tetapi kemudian kering hanya dengan satu kali usapan tangan. Selama perjalanan di busway, aku malah ingat pada novel karya Kak Sahila yang tadi malam baru selesai kubaca, lalu mengirimkan pesan tentang betapa terkesannya aku pada novel berjudul Satu Kelas yang dia tulis itu. Ringan dan menggambarkan kehidupan remaja banget. Tapi percakapan kami memang selalu melenceng ke mana-mana, sampai tahu-tahu aku sudah memberitahunya tentang hubunganku dan Aldeo, yang sudah berkahir.

Aku berdecak, aku nggak berbakat untuk jadi gadis melankolis, jadi tingkahku yang memasukkan semua benda pemberian Aldeo ke dalam kotak besar itu bukan bentuk dari kesedihan, melainkan karena aku kesal. Kesal sama dia yang diam aja selama ini, menutupi semuanya dan bilang, “Nggak kenapa-kenapa.” Saat aku tanya mengenai perubahan sikapnya.

Sepuluh bulan memang bukan waktu yang sangat lama. Tetapi membuatku merasa bahwa aku memiliki satu teman yang nggak akan pernah meninggalkanku, nggak akan pernah bosan. Dan aku salah. Dia bosan bersamaku—aku tahu akhir-akhir ini, dan kemudian meninggalkanku.
Aku melepaskan napas berat. Sudah memutuskan untuk nggak menangis karena alasan kehilangan, dengan muak kuakui bahwa aku bahkan bisa melihat Aldeo berkeliaran setiap hari di depan mataku, di sekolah. Aku lebih senang dia pergi saja malah dari hidupku.

Satu Kelas [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now