✱ 15. Heart Attack

303 57 56
                                    

Met taun baru... Horeee akhirnya update!! Tiup terompet, bakar petasan, sebar kertas warna-warni.

Soriii digantung sebulan. Eh lebih ya? Sya sibuk revisi rahasia dizza jadi cerita ini nggak keurus deh. Nggak usah baca ulang rahasia dizza karena hasil revisian nggak saya publish di sini. WKWKWK. Oke deh selamat membaca lanjutan cerita ini.



Queenta menghabiskan sarapannya seperti godzilla yang tidak makan tujuh hari tujuh malam. Ia tidak tahu mengapa pagi ini perutnya terasa sangat lapar. Mungkin efek dari kerja kerasnya semalam karena kelelahan mencuci dan menyetrika empat keranjang pakaian. Alhasil, Ia tidak sempat memasak, jadi ia terpaksa membeli makanan kantin yang harganya lumayan menguras dompet. Yah, sia-sia saja usahanya kemarin berusaha untuk berhemat. Uang itu terkuras juga pada akhirnya.

Vira dan Lina teman Queenta pada saat di kelas X menatap takjub pada cara makan Queenta. Walau sudah berpisah kelas, mereka masih sering bertemu baik itu sarapan atau makan siang. Bahkan tidak jarang mereka pulang bersama. Jika salah satu diantara mereka belum keluar kelas, teman yang lain pasti setia menunggu. Persahabatan yang kompak.

Vira dan Lina tidak percaya jika Queenta ditempatkan di kelas di mana salah satu personil gank tiga Rey berada. Apalagi didudukkan dengan Reyes si cowok pendiam dan jutek itu. Suatu keajaiban Queenta mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan Reyes, tidak semua orang mendapat keberuntungan itu. Apalagi, Queenta diberi kacamata. Walau tidak gratis, namun hal itu cukup menegaskan bahwa Reyes peduli dengan Queenta.

"Minum, Queen." Vira mendekatkan air putih hangat ke hadapan Queenta. Cewek itu masih mengunyah suapan terakhir dan setelah itu menelannya. Satu gelas air tidak cukup untuk menggelontorkan makanan itu ke dalam lambungnya, Queenta menyambar gelas milik Vira.

"Maaf, aku haus." Queenta meringis melihat kedua temannya yang masih menatapnya dengan tatapan aneh. Ia menyeka mulutnya yang basah dengan tisu.

"Dan laper?" Lina menambahi. Queenta hanya tersenyum lebar memperlihatkan giginya mendengar ucapan Lina.

"Queen, lo jangan kecapean kerja. Nanti waktu belajar lo berkurang." Vira berkata dengan nada khawatir, ia cemas jika kerja ekstra sahabatnya menyita waktu hingga mengganggu jam belajarnya. Hal itu akan berdampak serius pada beasiswa Queenta jika nilainya terus menurun.

"Nggak kok. Aku bisa bagi waktu. Semalem kerjaanku emang lagi banyak." Queenta tersenyum lalu menganguk-anggukkan kepalanya untuk menyakinkan sahabatnya agar tidak perlu cemas akan kondisi dirinya. Dua sahabatnya itu memang selalu menganggapnya masih kecil hingga perlu dinasehati. Walaupun usianya lumayan jauh di bawah mereka. Ia yakin bisa menjaga dirinya tetap baik-baik saja. Mereka saja yang terlalu lebay.

"Gue sama Lina patungan buat bantu bayarin utang lo sama Reyes." Vira mengeluarkan amplop dari dalam tasnya lalu meletakkannya di tangan Queenta.

"Apaan si kamu Vir, aku nggak mau ah.." Queenta menolak dan mengembalikan amplop yang diberikan Vira. Ia bersahabat dengan Vira dan Lina murni karena nyaman dengan mereka, bukan ingin memanfaatkan situasi karena mereka anak orang kaya.

"Queen, dengerin gue." Vira memegang tangan Queenta dan menatapnya serius. "Sampe lulus sekolah belom tentu lo udah ngelunasin utang itu."

"Sorry, Queen. Bukannya kita mau ngeremehin lo. Sebagai temen kita cuma pengen bantu lo." Lina menambahkan agar Queenta tidak salah paham.

"Iya, aku ngerti. Tapi, aku pengen ngelunasin utang itu sendiri."

"Gue nggak tega sama lo, Queen. Utang itu jumlahnya nggak sedikit." Lina melanjutkan.

THREE REYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang