✖13. Furious

352 77 47
                                    

Reyes membawa Queenta keluar kelas tepat setelah jam pertama selesai. Ia mencengkram pergelangan tangan Queenta agar cewek itu dapat mengimbangi kecepatannya. Ia tidak sabar dengan gerak lambat Queenta. Nanti mereka keburu kepergok kabur oleh guru jam kedua.

Queenta tampak terseok-seok mengikuti langkah Reyes yang panjang-panjang. Ia tidak sanggup lagi berjalan dengan kecepatan di atas rata-rata itu. Ia pun tak kuasa menepis cekalan tangan Reyes yang kuat.

  "Kak! Berenti, Kak." Queenta meminta Reyes untuk menghentikan pemaksaan ini. Ia tidak tahu akan dibawa ke mana oleh teman barunya itu. Kini, mereka sudah berada di pintu belakang sekolah. Ia baru mengetahui ada pintu seperti itu di sini.

  "Diem! Jangan berisik." Reyes menjawab dengan menatap intimidasi pada Queenta.

Queenta benar-benar cerewet dan tidak bisa diam. Ia harus banyak mengeluarkan tenaga seperti membentak atau berteriak untuk menutup mulut bawel cewek itu. Cara itu memang ampuh, namun ia khawatir bila terlalu sering menggunakan emosi. Bisa-bisa ia terserang darah tinggi diusia muda.

Setelah memastikan Queenta tidak berbicara lagi, ia mengambil anak kunci dari saku celananya dan membuka pintu itu. Ia menyuruh Queenta keluar terlebih dahulu dengan mengisyaratkan dengan tangan.

   "Kita mau kemana, Kak? Ini masih jam sekolah." Queenta bertanya lagi dan itu membuat Reyes semakin kesal.

  "Nurut aja kenapa sih?!"

  "Aku nggak mau bolos, nilai aku nanti turun." Queenta berhenti di tempat, ia menatap Reyes dengan tatapan cemas bercampur takut. Cemas karena nilainya, serta takut bila Reyes mengomelinya lagi. Kenapa nasibnya tidak beruntung mendapat teman sebangku yang galak?

  "Elo kan anak aksel. Kalo beneran pinter, lo nggak bakalan tuh ribet mikirin nilai lo jelek. Itu kalo lo beneran pinter, ya? Bukan karena lo nyogok biar bisa loncat kelas." Reyes menyindir.

  "Aku nggak nyogok, Kak!" Queenta membantah sambil menghentakkan kakinya.

  "Ya udah, berarti nggak masalah dong kalo bolos sehari." Reyes mendorong Queenta keluar dari pintu dan kembali menyeretnya ke tempat parkir. Untung saja belum lama ini Reyhan membuat pintu belakang agar mereka bisa leluasa kabur tanpa harus memanjat pagar. Ia tidak dapat membayangkan jika harus membantu Queenta untuk memanjat tanpa melihat isi roknya yang terbuka. Bloody hell..

Mereka tiba di parkiran. Reyes membuka pintu mobil dan menyuruh Queenta untuk masuk. Cewek itu tidak menuruti perintahnya. Dia masih mematung. Reyes menggertakkan gigi. Kenapa cewek ini selalu membuat darahnya naik, sih?

  "Masuk!" Reyes membentak. Queenta terlonjak mendengar suara Reyes yang menggelegar.

  "Kita mau kemana? Kakak mau nyulik aku, ya?"

  "Cepet masuk! Gue nggak bakal nyulik lo. Nyusahin!"

Reyes marah-marah lagi, Queenta tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan Reyes. Ia masuk ke dalam mobil dan Reyes mulai men-stater mobilnya. Setidaknya, ia lega Reyes tidak berniat untuk menculiknya. Namun jika Reyes mempunyai niat jahat yang lain? Baiklah, ia akan memikirkannya sembari menunggu tiba ke tempat tujuan.

Mereka terdiam cukup lama. Queenta ingin berbicara, namun ia takut Reyes akan memarahinya lagi. Ia tidak mengerti kenapa cowok ini begitu kesal padanya. Ia sadar sudah mempermalukan Reyes di depan wali kelas dan teman-temannya. Dirinya pun malu dengan kejadian tadi. Tapi, mengapa Reyes terlalu menyalahkannya dalam hal ini? Itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan.

  "Pake seat belt-nya." Reyes berkata tanpa menatap Queenta. Ia terkejut sendiri dengan suara Reyes yang tiba-tiba itu. Salahnya lagi karena melamun.

THREE REYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora