Chapter 6: Pertemuan Pertama dan Rasa Sakit

262 20 2
                                    

Chapter 6: Pertemuan Pertama dan Rasa Sakit

[][][][][]

Biarkan cinta memihak pada kita. Biarkan takdir berjalan sesuai dengan kehendakNya. Tidak ada salahnya untuk menerima apa yang sudah menjadi keputusanNya, membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan pilihan takdir.

[][][][][]

AUSTIN memandang keluar jendela, memperhatikan kendaraan yang berlalu melewati mobil yang ditumpanginya. Pemuda itu menghela nafasnya, jantungnya berdebar kencang sejak kakinya berpijak di bandara Soekarno Hatta. Nafasnya menderu cepat, menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini.

Ada rasa yang membuncah di dalam hatinya, rasa bahagia karena akan bertemu kembali dengan orangtuanya dan juga adiknya, Aurin. Tapi, bukan hal itu yang membuat hati Austin berdebar begitu cepat saat ini.

Ada satu hal yang membuat jantungnya bisa bertalu secepat ini. Satu hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan di dalam benaknya, sesuatu yang selama ini hanya bisa diharapkan oleh dirinya dalam angan. Sesuatu itu adalah pertemuannya dengan gadis yang selama ini Austin rindukan. Pertemuan dengan sang pemilik hatinya, Cikha.

"Kalem, A. Nggak usah tegang kayak gitu," ucap Abi yang sedang menyetir di sebelahnya. Pemuda itu memberikan senyuman miringnya, melirik Austin dengan pandangan mengejek.

"Nggak usah mulai," balas Austin sinis.

Abi terkekeh. Melihat Austin yang begitu tegang sekarang menjadi kesenangan tersendiri di dalam hatinya. Selama ini, Abi memang tidak pernah mendapati Austin yang selalu bergerak gelisah seperti saat ini—hanya Cikha yang bisa membuat Austin menjadi resah seperti sekarang.

"Kekuatan cinta dan rindu, ya... jadi gini nih, gelisah aja dah bawaannya." Abi tergelak ketika mendapati wajah masam Austin, ia tidak melanjutkan, hanya meredakan tawanya dan kembali memfokuskan diri untuk menyetir.

Sudah hampir satu jam keduanya melintasi jalan di Jakarta, hingga pada akhirnya mobil yang keduanya tumpangi masuk ke dalam salah satu apartemen terkenal di Jakarta. Saat mobil yang dikendarai oleh Abi mulai memasuki area parkir, jantung Austin semakin berdebar cepat.

Austin memang sengaja memilih untuk pulang ke apartemennya terlebih dahulu, sebelum akhirnya kembali ke rumahnya dan bertemu dengan orangtuanya. Austin memilih untuk ke apartemennya karena gadis yang selama ini ia rindukan berada di sini.

"A, jangan bengong! Ayuk turun," ucap Abi sembari menepuk bahu Austin pelan.

Austin mengerjapkan matanya, pemuda itu meringis sebentar sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil—bersamaan dengan Abi yang kini berjalan menuju bagasi mobil untuk mengambil koper milik Austin.

"Kok lo malah jadi mirip supir gue, ya?" tanya Austin disusul oleh kekehan pelan darinya. Abi yang mendengar itu hanya mendengus untuk menjawab.

"Berisik ah, mumpung gue lagi baik. Ayuk naik," sahut Abi berjalan lebih dulu meninggalkan Austin yang berjalan di belakangnya.

Selama berada di dalam lift, Austin meremas tangannya yang terasa dingin. Raut wajahnya terlihat gelisah ketika lift berhenti tepat di lantai yang mereka tuju. Hal itu semakin membuat Austin terlihat gugup.

"Bi, Bi! Bentar kek jalannya, jangan cepet-cepet," cicit Austin sembari menarik lengan Abi pelan.

Abi yang melihat itu pun memandang Austin dengan pandangan bingung, alisnya bertaut ketika menyadari jika wajah Austin terlihat pucat. Tapi, beberapa detik kemudian tawanya berderai ketika menyadari kalau Austin gugup.

Everything Has Changed [2] : Their HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang