kamu dimana? (2)

466 28 1
                                    

"Non, belum tidur?"

Astagfirullahaladzilm aku tersentak dan langsung mengelus dadaku mendengar suara simbok mengagetkanku yang sedang menuang air digelas. "Mbok ngagetin aja," tegurku. "Maaf non, kok belum tidur?" Tanyanya lagi berjalan kearahku.

Aku melirik jam dinding yang tergantung diatas meja makan menunjukkan pukul 11.00 lalu kembali menatap simbok yang sudah berdiri disampingku. "Mbok sendiri belum tidur?"

"Aku tadi kebangun non dan keingat apa kompor udah mati atau belum, jadi aku liat dari pada gimana-gimana," jawabnya, aku hanya mengangguk menanggapi. "Ya udah mbok, tidur gih. Aku juga mau kekamar," kataku lalu berjalan menuju kamarku.

Sampainya di kamar aku tidak langsung tidur, pikiranku terbang kemana-mana. Aku menatap ponselku ragu, biasanya kalau aku suntuk begini kedua sahabatku pati memberi solusi dan mendengar curhatanku. Bukannya aku tidak ingin berhubungan dengan mereka lagi, tapi memang rasanya aku malas untuk seperti dulu lagi. Tapi bukan berarti aku ingin melepas persahabatanku dengan mereka, tidak. Terlalu berharga untuk dilepas, aku hanya ingin membenamkan diriku dalam beberapa waktu kedepan yang tidak bisa kutentukan jangkanya.

Aku membuka chat room-ku yang hanya ada kami bertiga, sunyi. Memang hanya aku yang rajin spam dulu, tapi sekarang? Akhh aku baru sadar, pantas saja. Aku mematikan sambungan wifi dan tidak menghidupkan data, bagaimana bisa notifnya masuk? Aku langsung menghubungkannya dengan wifi yang tersedia.

MeiRaa : tes

Aku langsung mengetikkan pesan itu, tanpa membaca pesan mereka yang sudah berjumlah 999+ baru beberapa menit aku mengirim pesan singkat itu, mereka sudah membalasnya dengan bermacam pertanyaan.

Lala : Mei? Meira muncul (emote bahagia)
Aaditi : Meira? Lama banget munculnya
Aaditi : kemana aja sih?
Lala : ada yang bisa dibantu Mei?
Lala : kalau ada masalah, cerita yah? Jangan dipendem sendiri
Aaditi : jangan ngurung sendiri
Aaditi : eh malah diread doang
Aaditi : kamu bisa curhat kok sama kita, abis itu ngilang lagi... serah, asal kamu jangan mendam sendiri sayang
Lala : iya, bener tuh kata Diti... kita paham situasi kamu sekarang, kamu masih butuh waktu buat nerima semuanya, tapi sampai kapan? Akhh intinya jangan murung sendiri
Aaditi : Mei? Mana? La? Mei ngeread gak? Liat dong kamu kan, pake lite.
Lala : yah Diti, kalau read-nya dikamu satu, yah cuma akulah... tapi kalau dua, yah Mei juga.
Aaditi : Mei?
Lala : Mei? MEiii

Aku menghembuskan napas lalu tersenyum melihat pesan mereka, sungguh mereka benar-benar sahabat. Tapi sayang apa aku layak bisa jadi sahabat mereka? Yang serba tertutup? Waktu Ayah dan Bunda kecelakaan memang aku tak sempat mengabari mereka, dan bahkan satu minggu kepergiannya baru mereka mengetahuinya dan saat itu aku tidak ingin bertemu siapa-siapa termasuk mereka dan sampai sekarang hanya jika bersama dia aku tak merasa kesepian. Akhh tentang dia, kenapa dia hilang lagi?

Aku kembali mengetikkan diroom chat

MeiRaa : Maaf, aku mau left

Aku langsung left dari grup itu sebelum mereka mespam pertanyaan dan permohonan untuk aku tidak keluar dari grup itu maafkan aku guys, kalian terlalu baik. Padahal niat awalku bukan itu tadi, aku tadi ingin curhat, tapi akh aku urungkan setelah sadar diri. Aku hanya datang disaat aku ada maunya? Jahat sekali.

***

Baru aku turun dari mobil, kedua sahabatku langsung menghadangku. Akh sahabat? Entahlah, aku tidak akan bisa melupakan mereka. Dia tetap sahabatku, untuk sementara ini aku ingin membenamkan diri dulu. Bukan untuk memutuskan hubungan sahabat dengan mereka.

Mereka menatapku, kami saling terdiam sebelum Aditi mengangkat suara. "Kamu kenapa Mei? Kok berubah gini?" Tanyanya, sementara Lala diam saja disampingnya.

Aku tidak menjawab, aku hanya menggigit bibir bawahku sambil melirik kiri kanan. "Kenapa diam Mei?" Tanyanya. "Kok left digrup Mei?" Cicit Lala disampingnya. "Beberapa hari ini, kita gak nemuin kamu karna kita ingin beri kamu waktu Mei, tapi apa gak terlalu lama? Apa kamu gak rindu?" Tutur Aditi, memang jika soal ketegasan Aditilah yang paling unggul diantara kami bertiga dan Lala-lah yang paling apa adanya.

"Sorry, aku ada urusan." Aku langsung berjalan meninggalkannya, bukan maksudku, tapi mataku menangkap sosoknya. "Mei, tunggu." Kudengar Aditi dan Lala memanggilku, namun aku menghiraukannya.

Aku mengikuti lelaki itu yang kukira dia, tapi setelah dia berhenti mengecek ponselnya, ternyata bukan. Aku berbalik badan dengan muka kecewa. Aditi dan Lala masih mengikutiku, mereka berjalan kearahku yang sepertinya rapuh.

"Apa kamu mencari seseorang?" Aditi memegang bahuku. "Siapa? Perlu bantuan?" Aku menggeleng lemah lalu berjalan, mereka masih mengikutiku. "Mei, jangan keras kepala gitu dong," keluh Lala.

"Aku tahu, pasti ada seseorang yang berharga untukmu yang gak pernah kamu ceritain kekita," ujar Aditi. "Plis, hentikan egomu."

Aku menghembuskan napasku lalu berhenti dan bersandar ditembok kelas, apa aku memang egois? Aku hanya memikirkan pedihku yang ditinggal Ayah dan Bunda, tanpa memikirkan mereka yang memikirkanku. Aku menatap mereka dengan mata berair. "udah lama Mei, udah lama kamu begini kekita. Semenjak Ayah dan Bundamu pergi, sorry." Aku tahu dengan ucapan sorry-nya karna ia menyinggung Ayah dan bunda lagi. "Kamu menghindari kita, kita baru mengetahuinya setelah seminggu. Kita ngerasa bodoh Mei, karna kita sahabat kamu paling belakangan menegetahuinya dan saat kita ingin menjenguk kamu, kamu malah gak mau nemuin kita."

"Kamu malah ngurung diri, dan kita beri kamu waktu, kita pikir kamu butuh sendiri dulu. Tapi nyatanya? Setelah masuk sekolah kamu ngehindari kita juga? Dan setelahnya kita masih beri kamu waktu, gak maksa kamu buat gabung di kantin, cuman nyapa kamu seadanya. Karna kita pikir kamu masih butuh sendiri dulu, tapi sekarang? Apa itu gak terlalu lama Mei?"

Air mataku tak bisa kutahan, kenapa? Kenapa jadi rumit begini? Aku bodoh, aku yang membuatnya rumit. Aku langsung memeluk mereka. "Maaf," lirihku. "Aku egois, aku gak mentingin orang-orang yang mikirin aku."

"Gak Mei, kamu gak egois. Kita ngerti," kata Lala. "kita harusnya minta maaf, seharusnya kita tahu terlebih dahulu tapi kagak." Sambung Aditi.

"Nggak, ini salahku gak ngabarin kalian. Udahlah udah terlanjur juga," aku melepas pelukanku dan menatap mereka. "Kalian masih ingin undang aku digrup kan?" Tanyaku. "Siapa suruh left," cibir Lala membuat kami tertawa. Padahal gak ada yang lucu kan? "Iya, nanti aku undang," kata Aditi.

"Makasih, tapi sorry kalau aku gak bisa kayak dulu lagi. Sikapku mungkin akan berubah," ujarku, mungkin memang tidak seharusnya aku bersikap begini, tapi tetap saja aku tak bisa kayak dulu lagi. Mereka mengangguk bersamaan, "kita ngerti kok."

***

Saat jam istirahat tiba, kedua sahabatku tidak memanggilku untuk ke kantin, karna memang aku sudah menanyakannya kalau aku tidak akan aktif ke kantin kayak dulu. Mereka juga tetap mengerti dan Aditi baginya tadi itu adalah kadoku untuknya yang berulang tahun, karna aku ingin kembali kegrup lagi meski mungkin aku hanya gabung dengan atas nama akun saja.

Aku menatap diluar, rasa pening dikepalaku kembali kurasakan. Aku berjalan keluar, menatap langit yang mendung. Kenapa dia tidak datang? Aku rindu dia, tanpa sengaja tiba-tiba setetes air mataku menetes. Aku berdecak dan buru-buru menghapusnya, jangan sampai ada yang memergokiku. Aku berjalan di koridor kelas berniat mencarinya, tapi aku mencarinya bagaimana? Menanyakan letak kelasnya? Akhh aku tak tahu dia kelas berapa, tahu dia kakak kelas atau lektin pun aku tidak tahu. Nama? Astaga aku pun belum tahu namanya. Aku benar-benar merasa tolol, kenal dengannya udah berapa lama, dekat dengannya udah seberapa dekat? Tapi belum tahu namanaya?

Aku menghembuskan napas lalu berbelok kearah tangga, kepalaku tambah pening. Kamu dimana? Tanyaku dalam hati sambil celingukan diatas tangga yang akan kunaiki lagi, aku masih menyusuri tangga dengan kepalaku yang tambah pening.

Dipertengahan tangga aku masih berusaha mengangkat kakiku saat penglihatanku mengabur, aku menggeleng berusaha menahan diri, namun semuanya sudah gelap. Perlahan kesadaranku menghilang bersamaan kurasakan sesuatu membentur kepalaku. Hitam, gelap setelahnya tak ada yang kurasakan.

________________

Tentang dia (END)Where stories live. Discover now