tiga | sebuah jarum di antara tumpukan jerami

138 36 28
                                    

6 Januari 2019
London, Inggris.

Alissa Blackhole tidak mengerti. Maksudnya, benar-benar tidak mengerti. Ia tidak mengekspetasikan Thomas akan seserius ini dengan omongannya tempo hari tentang ingin menyelamatkan gadis itu. Alissa tidak mengerti mengapa Thomas mau repot-repot mengantarnya kembali ke jalan Tuhan dan kedua orangtuanya. Alissa tidak mengerti mengapa Thomas peduli.

Mengapa Thomas menjadi tiba-tiba peduli seperti ini?

Bukannya ia tidak berterima kasih atau apa, gadis berambut pirang itu heran, heran sekali dengan sifat Thomas yang berubah 180 derajat menjadi hangat dan baik padanya dalam jangka waktu kurang dari dua minggu. Padahal sebelum ini Thomas dan Alissa seperti dua orang yang tidak mengenal walau pun kenyataannya, mereka sudah bertetangga hampir enam tahun lamanya.

Alissa bertanya-tanya, namun merasa enggan menanyakannya langsung pada Thomas setelah mengingat hal apa saja yang sudah berusaha laki-laki itu lakukan untuk menolongnya.

Apa Thomas melakukannya karena kasihan? Kalau memang seperti itu, Alissa benci dikasihani. Ia tidak butuh orang-orang yang hanya akan sekedar datang untuk menunjukkan beberapa belas kasihan lalu pergi meninggalkannya setelah ia mulai meninggikan harapannya lagi. Tapi ia tidak melihat itu di mata coklat tua Thomas. Atau akan?

✳✳✳

"Siap untuk mengikuti tes kenaikan tahun?" Thomas bertanya pada gadis yang duduk di sebelahnya dengan wajah cerah. Hari ini Alissa Blackhole akan mengikuti tes kenaikan tahun untuk mengejar ketertinggalannya dan menyamakan tahun dengan Thomas yang akan memulai year 10-nya di Januari pertama ditahun 2019 ini. Kedua orang tuanya sudah berjanji akan mengantar, tapi Thomas memaksa untuk ikut bersama. Mereka akan berkendara menggunakan mobil hitam milik William Blackhole pagi ini.

"Tidak," Alissa menjawab singkat. Sembari menunggu kedua orang tuanya bersiap-siap, ia dan Thomas menunggu di ruang tamu. "Tapi beberapa hari ini aku sudah kembali mempelajari pelajaran-pelajaran selama setahun terakhir, doakan saja aku bisa menyamakan tahun denganmu."

Thomas menggelengkan kedua kepalanya. "Kau pintar. Aku tahu itu. Kau selalu mendapatkan gelar juara umum hampir setiap tahunnya, meski pun kau juga mendapat banyak hinaan karena hal itu, aku juga tahu kalau banyak siswa dan siswi yang tidak menyukainya. Tapi aku tetap percaya bahwa kau bisa, Alissa."

Sekolah memang awalnya tidak menerima kedatangan kembali Alissa Blackhole di tahun ajaran baru ini, absensinya kosong melebihi jangkauan waktu yang ditentukan. Tapi berkat sedikit paksaan dan kedua Blackhole dewasa yang berkali-kali mengingatkan pihak Sekolah bahwa Alissa adalah salah satu anak berprestasi yang sudah cukup banyak menyumbang piala di salah satu tempat mencari ilmu itu, akhirnya sang kepala sekolah memberikan sebuah keringanan yang membuat Louisa dan William sedikit menghela nafas lega; Alissa akan kembali diterima masuk jika siswi itu berhasil menjalani tes kenaikan tahun dengan hasil yang memuaskan dalam waktu tes satu hari penuh. Terdengar sedikit kejam memang, tapi Thomas Redwoods membuat Alissa Blackhole meyetujuinya secara cuma-cuma.

"Bagaimana jika aku gagal?" sahut Alissa. Ia tahu ini terdengar tidak seperti dirinya, tapi ia sudah tidak ingin berharap terlalu tinggi dengan hidup. Tidak setelah ia mengetahui bahwa dunia tidak berjalan seindah dongeng-dongeng yang sering ibunya ceritakan di masa lampau.

Thomas menghela nafas. "Berpikir positif walau hanya sedikit. Kau bisa. Ya, aku tahu, memang ada dua kemungkinan setelah ini. Kau gagal atau berhasil. Tapi aku telah melihat semangatmu seminggu terakhir ini." Kemudian Thomas kembali melanjutkan, "Jika kau memang gagal, hei, itu bukanlah akhir dari segalanya. Kau harus percaya kalau kau mempunyai masa depan yang cerah dalam genggamanmu, Alissa. Cerita hidupmu masih panjang. Kau masih sangat muda untuk bisa mempersiapkan diri mengejutkan dunia."

Alissa kembali memandang Thomas lurus dikedua matanya. Untuk yang kedua kalinya juga, ia tidak melihat tatapan mengasihani dari Thomas. Malah Alissa melihat Thomas bersungguh-sungguh dengan ucapannya tadi.

Sebelum Alissa sempat membalas apa pun, terlihat William dan Louisa berjalan menuju ruang tamu dengan pakaian formal. Oh, ternyata mereka sudah siap.

Kendati demikian, Alissa mulai diserang dengan rasa gugup yang sudah tak gadis itu rasakan sejak lama-kedua tangannya gemetaran dibalik saku jaket tebalnya. Ia tidak pernah siap untuk kembali ke realita kehidupan. Ia tidak sanggup apabila harus mengecewakan kedua orangtuanya karena tidak lolos dalam tes nanti.

"Sepertinya kita bisa berangkat sekarang," Louisa memperingati. Wanita itu tersenyum tipis saat mengatakannya, membuat hati Alissa sedikit tenang.

Lalu Alissa dan Thomas mengangguk. Keempat manusia itu kemudian melangkahkan kaki menuju teras rumah keluarga Blackhole.

Menaiki mobil, orangtua Alissa menaiki jok depan, sedangkan Thomas dengannya duduk di jok tengah. William menyalakan mobil lalu tersenyum di balik pantulan kaca spion depan; menggumamkan beberapa kalimat penyemangat pada putri semata wayangnya sebelum menginjak pedal gas.

Jalanan kota London terlihat lengang. Januari baru berlangsung selama beberapa hari, dan para pelajar masih sibuk menikmati liburan panjang sebelum tahun ajaran baru dimulai.

Alissa bisa merasakan kedua tangannya belum berhenti gemetar. Ia mengeluarkan kedua tangan pucatnya dari saku jaket lalu mulai memandangi jalan yang masih terbenam tumpukan salju yang jumlahnya ia kira sudah tidak terlalu banyak-berharap kedua telapak tangannya bisa berhenti bergerak dengan tak wajar sebelum sampai di Sekolah. Dan kemudian mengikuti tes kenaikan tahun.

Tapi beberapa saat kemudian Thomas menyadari kegugupan Alissa. Ia menghentikan diri dari kegiatan bermain ponselnya dan kemudian meremas lembut kedua tangan Alissa yang dibiarkan tergeletak dipangkuannya. Menyalurkan semangat tanpa kata terdengar sebagai sebuah rencana yang bagus. Alissa terkejut, tetapi kemudian merilekskan diri sesaat sesudah Thomas memberikannya sebuah senyuman tipis dan sebuah kalimat yang berbunyi, "Semuanya akan menjadi baik-baik saja, Al."

Al? Panggilan yang bagus, batinnya berkata. Dan ya, aku harap juga begitu, T.

Tapi sayangnya, tidak semua hal bisa berjalan dengan baik seperti yang keduanya harapkan. Alissa Blackhole masih rusak, dan Thomas Redwoods, pada akhirnya, tidak akan bisa menerima kenyataan pahit yang menunggu mereka di hari-hari berikutnya. []

✳✳✳

Well... Hello?

First of all, i just wanna say; what the hell. This feels really awkward.

5 Reasons to Stay Alive حيث تعيش القصص. اكتشف الآن