Reon mengangguk.

Dengan tambahan tenaga, Reon menggendong Cloudy dan membawanya menuju kamar. Acuh tak acuh atas keberadaan Gio yang masih tersentak kaku.

"Aku pulang dulu," kata Adora tak begitu suka suasana agak canggung. "Queen perlu aku."

Sebelum Adora pergi, Gio mencegah. "Tidak mungkin Queen berani tinggal di villa sendirian. Kenapa kamu tidak mengajaknya ke sini?"

"Ada Alice yang menjaganya," sahut Adora tanpa mengetahui sekilas ketegangan di raut muka Gio.

Alice adalah Jelice. Alice yang pemberani. Alice yang berani memecah solusi. Alice yang mempunyai ladang bela diri.

"Dia di sini?" Reon tak menyangka bahwa adiknya muncul lagi kali ini. Ingatan pun bermula saat sosok yang benar-benar mirip dengan Cloudy.
Tak ada menghalangi, Adora berlalu. Meninggalkan Gio yang termenung. Sebelum kedatangan Marinka, Gio dikejutkan oleh model boneka berbentuk manusia hidup. Gio mengira itu Adora, tetapi penjelasan dari Reon menuturkan segalanya.

Berarti Cloudy yang palsu hanyalah jebakan. Tetapi, untuk apa?

Bunyi perut membawa Gio kembali ke bumi. Pada saat memeluk, Gio bersitatap dengan Acer yang mengulas senyum tipis.

"Untung saja Adora tidak mendengar suara perutmu, Nak."

Pria muda itu pun terlihat malu-malu.

***

Reon menghantarkan Cloudy menuju alam mimpi, tak sepenuhnya meninggalkan. Pelupuk mata yang sangat bengkak, menandakan Cloudy ingin sekali menutup mata.

Rasa sayang ditampakkan ketika Reon mengelus rambutnya. Awan-awan hitam membelenggu pikirannya terhempas oleh angin kelegaan. Anaknya belum sekarat, seperti dikatakan dokter Sandy. Bekas cekikan betul-betul mengarah pada sosok pelaku di villa ini.

Ingin sekali Reon menuduh seseorang, tetapi bukti yang sedikit memberi benteng pelindung bagi si pelaku. Reon tak bisa menuduh sembarangan.

Tetapi untunglah, Cloudy masih berada di sini. Tak ke mana-mana. Masih bernapas. Masih bergerak dan tidak ada luka sama sekali.

Pintu terbuka cukup pelan meski bunyi gesekan mengejutkan Reon yang sedang melamun. Pria tampan sedang mendorong sesuatu dengan hidangan yang terpampang jelas.

"Kata Daddy, kamu belum makan. Sambil menunggu Young Master bangun, kita makan terlebih dahulu. Aku buatkan sup kesukaanmu."

Reon berdecak. "Masih sore jikalau kamu begitu antusias, Gio."

Kening Gio berkerut, menggeleng kepala lelah. "Ada kalanya aku memikirkan sahabat yang butuh resonansi dariku. Sebelum kamu bertemu dengan adikmu yang penuh dengan teka-teki itu."

Lupa. Reon melupakan hal itu. Dalam tiga puluh menit---habis menidurkan Cloudy---bayangan yang terlintas tentang pelaku pencekikan anaknya. Bukan mengenai seseorang tengah melibatkan diri dalam masalah ini.

"Daddy menjelaskan bahwa Jelice ada di sini sampai urusan perceraian antara Adora dan George kelar. Apalagi teror-teror dialami Adora dari seluruh keluarga kerajaan, membuat adikmu jarang terbuka."

Bibir itu terkatup ketika mata Reon memelototinya tajam. Tubuh itu tergerak bangkit, menyentil pelipis Gio hingga mengaduh.

"Darimana kamu mendapat kabar itu?!" geram Reon tertahan, takut membangunkan Cloudy.

Geragapan, Gio jadi bungkam.

"Ya Tuhan, Gio. Seandainya aku tahu, aku tidak mungkin tinggal diam begitu saja."

Good Time ✔️Where stories live. Discover now