Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Paramore.
Prompt: Decode by Paramore.
.
.
.
Telinga anjing di puncak kepalanya bergerak-gerak tatkala suara kaki terdengar dan bau khas gadis yang ia kenal mendekat. Mata Inuyasha terbelalak, tubuhnya menegak ketika ada bau darah yang bercampur dengan harum tubuh sahabatnya itu. Bau karat itu tipis, luka yang ia derita mungkin hanya goresan kecil. Karena itu, Inuyasha yang telah sepenuhnya terjaga lebih memilih diam dan mencoba membaca situasi selagi memperhatikan Kagome yang sedang mengaduk-aduk isi tasnya.
Hanya diam dan memperhatikan sangatlah jauh dari karakteristik asli sang inu hanyou, darahnya mendidih, tubuhnya berteriak untuk segera bertindak tapi, ia akan tetap mengikuti saran Miroku, sedikit menjaga jarak dari Kagome agar kedekatan mereka tidak lebih menyakiti sahabatnya itu. Semakin Inuyasha menahan diri semakin penciumannya terfokus pada bau darah dan pada saat itulah ia mengendus ada bau familiar yang tercium dari luka Kagome. Inuyasha pun lekas meluncur dari tempatnya berada.
'Bau si brengsek itu!'
Dengan mudah, miko penjelajah waktu itu meraih senter kecil di saku samping tasnya. Kemudian, senter itu ia letakkan di mulutnya untuk menerangi isi tas. Kedua lututnya berada di tanah, tangan kanan Kagome menekan lehernya yang terluka sementara tangan kirinya sibuk mencari plester luka di dalam kotak P3K. Sedikit rasa perih dari lukanya tidak lebih mengganggu gadis itu dibanding apa yang baru saja dikatakan Sesshoumaru. 'Gangguan? Aku sebuah gangguan katanya? Dasar! Youkai sombong, dingin, dan tak berperasaan!'
Apa yang Kagome cari telah ia temukan; kapas, desinfektan, dan plester luka. Tangan kiri menerangi lukanya dengan senter, cermin kecil ia sandarkan di atas kotak P3K, dengan tangan kanan ia menempelkan plester itu pada luka yang telah dibersihkan. Saat tangannya sibuk merapikan barang-barangnya yang tercecer, pikirannya pun kembali pada kejadian yang baru saja terjadi. Dia sama sekali tidak mengerti, mengapa Sesshoumaru melukainya demi membuktikan bahwa ia kejam? Apa yang salah dengan menjadi baik? Tidak ada yang salah dengan menyelamatkan nyawa makhluk lain, bukan?
"Kagome!"
Suara itu membuat sang miko modern terperanjat dari tempatnya. Kagome menoleh, secepat ia mengenali asal suara itu secepat itulah ia merasa lega. Secara refleks, ia meletakkan tangan di dada kirinya, tanpa sadar mencoba menenangkan degup jantungnya yang melonjak naik. "Inuyasha."
"Kau terluka," kata Inuyasha yang kini berjongkok di sisi sahabatnya.
"Hanya sedikit lecet karena terjatuh di tepi sungai," sahutnya cepat-cepat. Inuyasha hanya menatapnya tajam. Kagome mengenali rasa tidak percaya yang terbersit di raut wajah pemuda setengah siluman itu, oleh karena itulah, ia lantas memalingkan wajah.
"Cepat tidurlah!" Perintah Inuyasha sambil bangkit berdiri lalu kembali melompat ke cabang pohon tempatnya bertengger.
Gadis itu mengangguk sebelum merangkak masuk ke dalam kantung tidurnya. Kagome meringkuk, ia memunggungi Inuyasha lalu memejamkan matanya kuat-kuat. Ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak memikirkan hal apapun yang dapat membuatnya terjaga, namun sia-sia. Pertanyaan demi pertanyaan silih berganti menyesakki kepalanya, satu jam setelah ia memejamkan mata barulah ia benar-benar terlelap di alam mimpi.
Kelopak mata itu telah tertutup dengan rileks, detak jantung dan deru napas terdengar lebih santai dan teratur tapi, suara dengkur haluslah yang membuat Inuyasha yakin bahwa Kagome telah tertidur pulas. Ia berdiri di cabang pohon, Tessaiga telah tersangkut di pinggangnya. Ia melompat dan berlari tanpa suara menuju tepi sungai.
YOU ARE READING
P A R A M O U R
FanfictionDemi menuntaskan urusan dengan Naraku, Sesshoumaru memutuskan untuk bergabung dengan Inuyasha dan kawan-kawannya. Pada mulanya, bagi sang Daiyoukai, menjadi alfa gerombolan itu sangatlah menyusahkan. Namun, seiring waktu, ia semakin terbiasa. Ditamb...
