1. Di Kantor, Pagi Ini.

29.3K 2.1K 106
                                    


1.

Di Kantor, Pagi Ini.

.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

"Ecieeee yang terancam dipromosiin, yang terancam naik gaji, yang terancam bakal jadi Bu Bos. Dari lobi senyumnya megar bingits kek rambut gue." Saras tanpa 008, mengibas-ngibaskan rambut keriwil, mengembang miliknya sambil sesekali menyenggol-nyenggol bahuku secara sengaja sampai aku makin terdesak ke arah tembok pantry.

Ya Gusti, ini bocah kebiasaan banget dah. Badannya boleh cungkring kayak korban overdose diet, tapi kekuatannya double-double udah macem wafer yang punya tagline 'Berapa lapis? Ratusan'. Pokoknya, nggak salah deh kalo si Saras dapet gelar premannya Departement Sales and Marketing. Selain energinya gede, nyalinya buat menganiaya juga nggak kalah gede.

Aku sendiri langsung mendengus kasar sambil membalas acuh tak acuh, "Bu Bos, Bu Bos! Lagi halu lo?"

"Kok halu? Muka lo aja udah memerah, semeringah gitu sok-sokan cuek-cuek tai ayam lo di depan gue." Saras mencebikan bibir berwarna merah matte yang kuduga ialah hasil pulasan Dolce & Gabbana kebanggaannya.

Yaps. Walau dikata hasil rumah tangga perusahaan kami sebagian besarnya adalah kosmetik, di mana untuk lini lipstik aja kami memproduksi nyaris puluhan varian. Tapi, taulah kalo ungkapan 'Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau' itu tercipta bukan sebagai isapan jempol belaka. Sudah begitu harga mah nggak bisa tipu-tipulah yah. Mehong-mehong dikit asal hasilnya ajib mah hajar aja!

"Heh, Jeng Lova!" Saras kembali menyenggol. Kentara banget ngerasa nggak puas sama kebungkamanku.

Ya emang aku kudu jawab apa?

Aku harus ngomong kalo kemarin sebelum Bu Felicia mutusin buat resign, dia ada janji untuk ngerekomendasiin aku? Atau aku mesti bilang bahwa aku pasti bakal dipromosiin karena menurut gosip yang sekarang tengah ramai beredar, HRD bakal memilih salah satu Asisten Manajer untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan Bu Felicia? Serta yang lebih mujurnya lagi dari semua info itu adalah aku unggul telak dari para Asisten Manajer lain di kantor ini baik dalam hal pengalaman, prestasi, loyalitas, kedisiplinan dan eung ... masih perlu gitu aku tambahin point-point lanjutannya?

Lagi. Aku membiarkan protesan Saras berlalu begitu aja. Daripada itu, aku memilih untuk segera mengalihkan perhatian ke arah paper cup yang barusan kuambil dari dalam laci. Dengan santai aku lantas meracik kopi.

Bicara soal kopi ....

'Kamu nggak suka kopi?'

Itu pertanyaan Biyan, temanku, waktu dulu kami baru pertama kali ketemu dan kenalan di festival kopi yang diselenggarakan di salah satu mall ibukota. Ya, gimana yah, mungkin yang terlintas di pikiran Biyan saat itu ialah ngapain aku ngehabisin waktu nyaris seminggu penuh, dateng ke acara berbau kopi-kopian kalo aku bahkan bukan salah satu konsumen kopi urban?

SelovaWhere stories live. Discover now