Bab 28 Pilihan!

17.4K 1.8K 43
                                    


"Kamu sudah memilih wanita jalang itu. Aku sudah mengabulkan. Maka sebagai gantinya, Angga aku bawa. Dia darah daging Mawar. Aku tidak Sudi dia dibesarkan olehmu ataupun Melati. Kalian tidak ada hubungannya dengan Angga. Aku kakeknya dan akan mempertahankan darah daging kami. Jangan pernah mencari Angga lagi."

Bibir Melati bergetar saat membaca pesan itu. Di sampingnya Vino tampak kalut. Pria itu berjalan mondar mandir di depannya.

Siang ini sebenarnya siang yang tenang. Setelah kelelahan semalam, Melati bisa tertidur nyenyak di dalam pelukan Vino. Pagi tadi juga merupakan pagi yang indah untuknya. Karena terbangun dengan sapaan selamat pagi dari suaminya itu.

Hanya saja beberapa saat kemudian, papa dan Mama Vino mengetuk pintu kamar. Kemarin Angga memang di sini. Tapi mereka tidak sempat bercanda dengan anak itu. Hanya saja Vino sudah memeluknya sejenak dan menemani makan sebelum tidur semalam. Angga tidur dengan mamanya Vino di kamar tamu rumah Kania.

Hanya saja tadi mamanya Vino mengatakan Angga sudah bangun dan akan menyapa Melati dan Vino setelah mandi. Saat itulah kedua orang tua Melati datang. Ayahnya memaksa Angga ikut dengan mereka.

Masih sangat pagi, dan semua orang kelelahan karena acara sampai malam. Dan hanya ada mamanya Vino dan Angga. Yang terjatuh saat di dorong dengan paksa oleh ayahnya Melati. Angga tidak menangis. Bocah itu hanya berbisik kepada kakeknya itu lalu berlari menghampiri mamanya Vino. Kalau dia akan ikut kakeknya. Dan mengatakan ini demi kebahagiaan Vino dan Melati.

Melati menangis tersedu mendengar bocah sekecil itu sudah bisa memahami konflik yang sedang terjadi. Vino shock. Dia tidak siap dipisahkan dengan Angga. Dan beberapa saat lalu ayahnya Melati memberi pesan lewat SMS.

"Vin. Papa dan Mama akan pulang ke Jakarta siang ini juga. Akan mencoba membujuk ayahnya Melati untuk menyerahkan Angga kepada kita."

Suara berwibawa papanya Vino membuat Melati kini menatap sang mertua yang duduk di sofa dan menggenggam jemari istrinya yang terus menangis. Mamanya Vino merasa bersalah karena telah melepas Angga.

"Vino ikut pa."

Melati Langung menoleh kepada Vino yang kini mendekati sang papa. Tapi papanya menggelengkan kepalanya.

"Kalau kamu ikut semuanya akan runyam. Ayah Melati membenci kalian. Maaf."

Papanya Vino menatap Melati dan meminta maaf. Lalu kemudian menatap putranya lagi.

"Papa dan Mama yang akan memantau Angga. Kamu di sini, tenangkan Melati dulu. Dia membutuhkanmu. Secepatnya kami akan kasih kabar."

Vino akhirnya mengangguk. Dia memeluk papa dan mamanya saat kedua orang tuanya beranjak dari sofa.

Melati menangis terisak. Karena dirinya, Vino menjadi kehilangan Angga. Dia memang tidak bisa membawa kebaikan.

"Mel. Mama pamit pulang dulu ya? Udah gak usah di pikirin. Mama akan berusaha memantau Angga."

Melati menerima pelukan sang mertua dan menangis terisak lagi. Punggungnya di tepuk secara lembut oleh mamanya Vino.

Lalu mereka berdua pamitan. Vino mengantarkan keduanya sampai di ambang pintu. Dimana taksi sudah menunggu mereka yang akan membawa ke bandara.

Sedangkan Melati, dia merasa sangat bersalah dengan Vino. Sejak kabar itu. Vino belum sedikitpun berbicara dengannya.

Mendengar langkah kaki mendekat, Melati mengangkat wajahnya. Dan melihat Vino kini menatapnya dengan sendu.
Pria itu tampak kusut. Hanya mengenakan kaos oblong warna hitam dan celana piyama. Rambutnya acak-acakan.

"Kamu tidur lagi kalau masih lelah."

Melati mengernyitkan keningnya. Tidak suka dengan ucapan Vino yang dingin itu.

Pria itu langsung berbalik dan keluar dari ruang tamu. Tapi Melati segera mengejarnya.

"Vin. Tunggu."

Melati meraih lengan Vino dan membuat pria itu berhenti.

"Kita harus bicara. Aku merasa bersalah kalau ini...kalau.."

Melati gugup saat mengatakan itu. Dia tidak tahan dengan sikap dingin Vino. Dia tahu pria itu terlalu mencintai Angga.

"Aku tidak apa-apa. Sudahlah. Kamu masih butuh istirahat. Aku akan membantu Igo mengembalikan tenda dan kursi."

Melati menatap Vino untuk beberapa saat. Tapi kemudian akhirnya mengalah. Mungkin pria itu memang butuh sendiri untuk saat ini.

"Baiklah. Aku akan memasakkan makanan untukmu."

Vino hanya mengangguk. Dan tidak mengatakan apapun lagi. Melati melihat Vino keluar ke teras dan ikut bergabung dengan Igo dan beberapa pria lain yang sedang memberesi peralatan.

*****

Melati bergerak gelisah lagi. Hari hujan lebat. Sore menjelang. Dan langit sangat mendung. Gelegar petir terdengar lagi.

Vino berpamitan mengembalikan tenda. Tapi susah 3 jam yang lalu. Pria itu tidak memberi kabar lagi.

Melati merapatkan sweaternya. Lalu menyalakan lampu kamar. Dan kini merangkak naik ke atas kasur. Hawa dingin mulai membuatnya menggigil.

Suara ranting pohon yang menerpa jendela kamar membuat Melati merinding. Angin begitu kencang di luar sana. Suara atap rumah yang bergeretak membuat Melati takut.

Dia sudah menutup pintu depan. Menutup semua tirainya dan menyalakan semua lampu. Dia paling membenci hujan deras seperti ini.

Tapi tiba-tiba lampu mati. Membuat Melati menjerit seketika. Semuanya gelap gulita. Suara angin kian menderu. Dan ranting-ranting pohon seperti menerpa kaca jendela dengan begitu keras.

Praaanng

Melati berjenggit terkejut. Suara pecah dari kaca depan. Dia langsung mencoba mencari ponselnya. Menyalakan senternya dan berusaha turun dari ranjang. Apakah ada sesuatu yang menimpa rumahnya?

Suara angin kian menderu. Melati sudah terlalu takut saat membuka pintu kamarnya dan berjalan menyusuri ruangan yang membawanya sampai ke ruang tamu.

Dia harus menyesuaikan cahaya yang ada di ruang tamu. Hawa dingin langsung membuat tubuhnya menggigil. Matanya membelalak saat melihat kaca depan yang ada di pojok kiri ruang tamu pecah berkeping-keping dan ada sebuah batang pohon menerjang masuk

"Ya Tuhan."

Melati ketakutan. Terjadi badai seperti ini membuat Melati bingung tidak tahu harus berbuat apa. Dia melangkah menuju pintu depan. Membuka kuncinya. Dan langsung membuka pintunya. Saat itulah, tubuh Vino langsung mendekapnya erat. Mendorong Melati untuk masuk ke dalam rumah lagi. Dan berusaha menutup pintu itu lagi. Menguncinya.

Melati terkejut saat menyadari tubuh Vino yang basah kuyup.

"Ya Tuhan. Aku kira...saat melihat pohon itu tumbang begitu saja..aku kira.."

Suara Vino bergetar saat ini. Pria itu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu langsung mengecup wajah Melati.

"Maafkan aku sayang. Maafkan aku. Aku tadi meninggalkanmu untuk meredakan emosiku. Karena Angga. Tapi saat ini..aku bodoh.. "

Vino memeluknya erat lagi. Tidak mempedulikan dirinya yang basah kuyup.

"Maafkan aku. Aku memilihmu. Tentu saja. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku bertindak bodoh dengan kesal karena..."

Melati menghentikan ucapan Vino yang kacau. Pria itu menatapnya lekat. Bulir-bulir air yang menetes dari rambutnya kini membasahi wajahnya.

"Aku tahu kok. Kamu sedih dengan Angga dan kita..aku.."

Vino menggelengkan kepalanya. Langsung menunduk dan mengecup bibir Melati yang terbuka. Menghentikan ucapan Melati. Awalnya Melati tidak siap menerima ciuman itu. Tapi tangan Vino menariknya untuk lebih menempel di tubuhnya. Dan akhirnya dia menyerah pada gairah yang seketika muncul begitu saja.

Bersambung

Heeemm

Ehem
Ehemm

Ehemm

Terusin gak ya? Wkwkwkwk dudduudud pagi pagi nih duuhh

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang