Prolog

51K 3.4K 54
                                    

Melati menghirup udara sebanyak-banyaknya. Jantungnya masih berdegup begitu kencang. Tangannya tidak berhenti bergetar. Dia tahu, ini sudah lebih dari 8 jam sejak peristiwa itu terjadi. Tapi Melati masih terus membayangkan andai saja dia tidak cepat, pasti...

Melati menggelengkan kepalanya. Bau anyir dan amis darah masih tercium lekat di tubuhnya. Baju yang di pakainya bernoda darah yang sudah mengering tepat di dadanya. Rambutnya sudah lepek dan kini hanya di kuncir dengan pita rambut yang dia temukan di rumah sakit.

Tangannya masih begitu nyeri dan berdenyut. Tapi Melati bersyukur karena dia tidak di suruh menginap di rumah sakit.

"Ibu Melati."

Dia mendongakkan wajahnya. Dan melihat sersan polisi yang tadi mengantarnya ke ruang tunggu akhirnya muncul.

"Anda sudah di tunggu di dalam."

Melati akhirnya mengangguk. Dia beranjak dari duduknya. Tidak menghiraukan tubuhnya yang terasa begitu lemas dan sekujur tubuhnya terasa sakit. Pikirannya kacau saat ini.

Dia di suruh masuk ke dalam sebuah ruangan. Harusnya dia tadi tidak ada di tempat kejadian. Harusnya dia tadi masih di rumahnya. Tapi waktu tidak mungkin berputar kembali. Dan di sini, dia harus menghadapi semuanya.

"Maaf, kami mengganggu waktu Anda. Saya tahu Anda letih dan butuh istirahat. Tapi kami perlu keterangan Anda."

Melati hanya mengangguk saat mendapatkan sapaan ramah dari polisi di depannya. Dia menarik kursi dan akhirnya duduk di situ. Berharap semuanya segera selesai.

Melati tidak menyangka saat tadi dia berangkat ke sekolah, dia akan mendapati seorang muridnya sedang memberontak di tikungan jalan tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar. Melati sendiri adalah seorang guru TK. Sudah 5 tahun ini dia menikmati tugasnya sebagai seorang guru.

Saat tadi dia melajukan motornya, saat itulah dia terkejut. Ade, salah satu muridnya dari kelas B sedang berusaha memberontak dari dua orang yang menggunakan kaca mata hitam dan topi. Dua orang itu sedang mencoba menarik Ade ke dalam mobil warna hitam yang ada di dekatnya.

Tempat itu memang lengang. Jarang di lewati oleh orang karena itu hanya jalan tembus untuk menuju sekolah. Ade sendiri memang selalu melewati jalan itu karena rumahnya dekat.

Dan tanpa bisa diingat detailnya. Dia sudah menghentikan laju motor maticnya. Lalu menghambur ke arah dua orang yang sedang berusaha membopong Ade itu. Dengan kemampuan beladiri nya yang bisa di gunakan nya. Melati mencoba melawan, meski tendangannya tidak akurat, tapi akhirnya Melati bisa menarik Ade dan menjauhkan dari dua pria itu. Tapi naas baginya karena salah seorang pria tadi berhasil menusuknya di lengan, dan melukai Ade di bagian kaki. Setelah itu, saat Melati berteriak minta tolong tepat saat ada mobil lain melintas. Dua orang itu langsung masuk ke dalam mobil dan melaju dengan cepat.

"Bu Melati, kami sekali lagi ingin mendengar ciri-ciri dua penculik itu. Dalam dua bulan ini kami memang sedang mencari sindikat penculikan anak-anak TK. Kami butuh visualisasinya."

Tentu saja Melati meghela nafasnya. Dia memang tadi di tolong oleh mobil yang melintas. Dan orang itu langsung mengantar Melati dan Ade ke rumah sakit. Kebetulan lagi orang itu mempunyai kerabat di kepolisian dan melaporkan kejadian itu.

Maka setelah Melati dan Ade di rawat. Dan semua teman guru menjenguknya serta Orang tua Ade yang langsung mengucapkan terimakasih kepadanya. Melati akhirnya di minta untuk ke kantor polisi.

"Saya hanya bisa mengingat sedikit pak."

Jawaban Melati membuat polisi di depannya mengangguk.

"Tidak apa-apa. Tim kami yang pintar menggambar sketsa wajah akan mencoba memviualisasi keterangan Anda. Sebentar ya."

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang