Lelaki Itu

76 8 0
                                    

Ya, namaku Ashakila Dewiandra, umurku masih 17 tahun. Kecintaan orang tuaku pada bintang dan langit malam mungkin membuat mereka memberikanku nama "Ashakila" yang dalam bahasa Arab artinya harapan, harapan agar aku menjadi sosok yang mereka cintai seperti mereka yang mencintai langit malam.

Namun sekarang Asha sudah lama melewati masa-masa kelamnya sebuah rumah tangga dalam pernikahan orang tuaku yang selalu tidak berakhir dengan baik.
Pertikaian, amarah dan penghianatan seringkali menjadi bumbu dalam kehidupan pernikahan orang tuanya. Karena hal itu pun keduanya memutuskan untuk mengakhiri janji suci mereka setelah merayakan hari lahirku yang ke 17 itu.

Rasa dendam, amarah dan tangis Asha bercampur menjadi satu. Terkadang ia ingin memaki tentang apa yang hanya bisa membanggakan "kami" di depan semua orang, namun di dalamnya sudah hancur. Persetan.

Namun Asha sadar bahwa setiap perkataannya mengenai kekecewaan terhadap hal yang ia banggakan di depan teman kandas, tidak akan pernah ia katakan.

"Tidak apa, aku hanya tidak sanggup melihat ibuku yang terus - terusan menangis. Karena hal itu pula aku terbiasa memakan rasa sakitku mentah-mentah, disirami saus kepedihan dan campuran bumbu pengkhianatan."

Yah itu hanya perumpamaan bagi mereka yang merasakan depresi yang luar biasa.

"Karena kejadian itu pun aku jadi gampang sekali cepat panik dalam menghadapi situasi apapun. Terlebih lagi hal ini sangat dikhususkan untuk kedua orang tuaku."

Namun semua hal itu akhirnya menjadi mudah semenjak Asha bertemu dengannya, lelaki yang selalu ia impikan dalam cerita fiksi seketika menjadi nyata. Tokoh utama lelaki dalam cerita ini adalah Raffa, belahan jiwanya dari 3 tahun yang lalu.

Asha bertemu Raffa secara tidak sengaja saat ia sedang bercanda dengan teman sekelasnya.

Saat itu pelajaran sedang dimulai dan suasana kelas sangat hening, juga mereka lebih senang memperhatikan pria tampan sedang menjelaskan mengenai pelajarannya saat itu. Hanya aku dan temanku, Bayu melambai-lambai kecil dari kejauhan sembari cekikikan. Mungkin saat itu kami tidak menyukai pelajaran sejarah.

"Hah, untuk apa belajar sejarah, sejarah cuma bikin lo bakal susah move on" pikir konyolku.

Tak lama saat aku sedang asyik melambai ke arah Bayu tiba-tiba tepat di sebelahnya laki-laki berkulit sawo matang dan berbibir manis ikut melambai kearahku. Dia hanya melambai sambil melemparkan senyum kecil padaku. Aku terkejut dan tidak sadar kalau sebelah Bayu ternyata masih ada seseorang. Secara langsung aku langsung menyapa balik dan mengalihkan wajahku.
Kau tahu? Wajahku saat itu sangat tidak enak dilihat.

Lihat teman-teman yang lain mereka terlihat cantik, parasnya yang begitu anggun dan tenang. Aku melihat diriku yang saat itu menggunakan kacamata bulat, kulit yang kusam dan keringat, sepatuku yang tidak bersih.
"Aduh sial kenapa pas lagi kaya gini, sha!" kataku menggerutu sembari menutup wajahku dengan buku yang ada diatas meja.

Jujur saja ketika aku berada dengan orang baru aku lebih menjaga image terlebih pada lawan jenis, kecuali kalau aku sudah merasa nyaman, hal bodoh pun akan aku lakukan di hadapannya. Sesekali aku melirik kearah lelaki itu ternyata ia masih melihat kearahku. Aku bingung, sebenarnya yang kau tatap perempuan di sebelahku atau aku?
Dengan rasa penasaran aku berbisik dari jauh padanya

"Heh, lo liatin siapa?" kataku berbisik sambil menutupi wajahku agar tidak terlihat guru.

Dia tidak menjawab pertanyaanku sembari ia menunjukan jarinya kearahku.

"Gue?" kataku sambil menunjukan jari telunjuk pada daguku. Dia hanya mengangguk sambil menyandarkan dagunya pada Bayu.

Rayuannya langsung tidak mempan setelah Bayu tersadar tangan Raffa berada di pundaknya, seketika Bayu langsung memukul tangan Raffa dengan buku yang dipegangnya dan membersihkan pundaknya sendiri. Saat itu juga Raffa mengambil serbuk kayu bekas kerajinan tadi pagi dan menaruh dipundak Bayu. Seketika aku langsung tertawa atas kekonyolan yang mereka buat dan malu setengah mati secara bersamaan.

"Halah, lelaki manapun biasanya selalu begitu kan? Melihat perempuan seperti barang kesukaannya lalu kalo bosan akan berhenti menyukainya." kataku dalam hati sambil membenarkan rambutku yang terurai.

Bukannya aku berhenti memikirkan lelaki itu malah membuatku penasaran, seketika aku langsung berbisik pada teman sebelahku tentangnya.

"Rav ngg.. lo kenal laki-laki yang duduk disebelah Bayu?" tanyaku pelan sembari menggeserkan posisi duduk padanya.

"Hah yang mana?" Raveka mengernyit, sambil melihat kearah Bayu.

"Itu deket kaca persis, yang pake tas hitam itu yang kulitnya sawo matang" kataku sambil sedikit menunjukan jari telunjuk kepadanya.

"Oh... Itu Raffa temen smp gue. Emang kenapa?"

"Hah temen smp? Emang.."

"Aaaa suka ya lo sama dia?" katanya memotong pertanyaanku.

"Mana ada aduh gue baru berapa lama disini."

Pada saat itu aku masih menjadi murid pindahan selama kurang lebih 2 minggu, aku tidak ingat. Dan aku memang belum terlalu kenal dengan anak-anak kelas, terlebih ketika aku harus berkenalan dengan anak lelaki. Memikirkannya saja aku tidak ingin.

Setelah sekian lama aku berada dilingkungan baru, suasana baru aku menjadi terasa nyaman sekali. Aku memang anak yang cepat menyesuaikan karena aku tidak ingin sendirian. Raffa juga semakin senang mengerjaiku setiap aku melakukan sesuatu. Mungkin karena dia tahu bahwa aku cepat menyesuaikan dan dia tidak segan. Aku pun semakin sadar atas perlakuannya terhadapku yang kadang menyebalkan namun tetap terselip hal manis di dalamnya. Aku menyadari pula kalau aku masih mengingat senyuman yang waktu itu dilontarkan padaku.

Dari senyuman itu aku mulai mencari tahu hal-hal tentangnya, tentang hal yang paling dia sukai dan tidak, makanan kesukaannya dan kesenangannya hingga akhirnya aku dapat berkomunikasi dengannya walaupun setiap bertemu selalu canggung dan merona. Ingat sekali aku selalu mengirimkan hal-hal yang tidak jelas hanya berharap pesanku selalu dibalas.

Ternyata Dewi Fortuna menyayangiku, dia selalu membalas keluhan-keluhan konyolku setiap aku mengirimnya dia pesan.

Namun sejak saat itu kami mulai bercerita tentang keseharian, tentang hal penting sampai yang tidak penting selalu dibahas. Terkadang aku selalu berfikir keras dan mencari topik menarik agar percakapanku dengannya tidak terputus. Sejak saat itu pun seringkali aku ditegur Ibuku karena waktu tidur yang menjadi tidak teratur. Meskipun begitu, aku tetap menyukai kita yang menguasai malam bersama.

Karena senyuman itulah kecintaanku pada sesosok lelaki mulai muncul dibenakku, seketika traumaku terhadap "hubungan" pun menghilang.

Jelas sekali hanya Raffa yang menarikku pada ingatan buruk yang terus-terusan melekat, ketakutan terhadap sebuah ikatan dan pengkhianatan atas suatu komitmen.

Dia membuatnya terasa mudah, maksudku itu menjadi sangat mudah. Sejak saat itu perasaanku terhadapnya semakin dalam, perasaan akan takut kehilangannya dan selalu ingin tahu apa saja yang sudah ia lakukan setiap hari.

Dewi Fortuna tersenyum melihat segala kegelisahanku pada sosok laki-laki itu dan mulai bertanya
"Apakah kamu benar-benar mencintainya?"

"Iya, aku sangat mencintainya. Bisakah kau berikan hatinya untukku?"

Terasa lamunanku setiap kali teringat kisahku saat pertama kali bertemu dengannya. Terkesan konyol, tidak ada hal romantis yang terlihat. Namun kecintaanku kepadanya setiap hari akan tumbuh setiap kali ia mengecup keningku.

"Sayang ko melamun?" bisik Raffa menghentikan lamunanku sembari mengecup keningku.

Ku tatap dirinya yang sedang melihatku juga, sesekali aku memegang tangannya dan menciumnya berkali-kali. Menghirup aroma tubuhnya yang benar-benar kusukai setiap aku bersamanya.
Terima kasih Dewi Fortuna, cintaku akan selamanya seperti ini.

TERIKAT MEMORI (Tulisan Tentang Ingatan Masa Lampau)Where stories live. Discover now