***
Jadi seperti ini rasanya sakit tapi tak berdarah? Ku harap hanya sekali merasakannya, terlalu sakit.
***
HAL apa yang bisa membuat seseorang lupa akan kejadian beberapa jam yang lalu? Jika ada yang tahu tolong beri tahu Reina. Dia ingin melupakan kejadian di mana dirinya diturunkan di pinggir jalan oleh Ardlin.
Sepulang sekolah ia hanya mengurung diri di dalam kamar. Beruntung mama dan kakaknya tengah pergi berbelanja. Jadi gadis itu tak perlu memasang topeng bahagia pada wajahnya.
Ia melempar tas ransel miliknya asal dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap langit-langit kamar hingga tak terasa matanya mengeluarkan air. Reina langsung menyeka airmatanya yang jatuh. Terlalu cengeng jika menangisi orang seperti dia, batinnya terus menguatkan.
Gadis itu meraup wajahnya kasar, mencoba melupakan kejadian malam itu. Hingga kantuk mulai menyerang dirinya. Tak membutuhkan waktu lama bagi Reina untuk terlelap. Karena memang ia telah menahannya sejak tadi.
Sementara seorang pemuda baru saja pulang setelah tadi sempat berlatih voli terlebih dulu. Bajunya yang basah terkena keringat pun masih melekat pada tubuhnya.
"Kenapa baru pulang, Vin?" tanya sang ibu dari arah dapur.
"Tadi latihan voli," sahutnya sambil meninggalkan ibunya yang masih berdiri menatap punggung anaknya yang kian menjauh dan hilang masuk ke dalam kamar.
Cowok itu lantas membersihkan dirinya. Mengistirahatkan badannya yang terasa pegal setelah berlatih. Membutuhkan waktu lima belas menit untuk Gavin selesai mandi. Ia keluar toilet dengan rambut yang masih basah dan sesekali menggosoknya dengan handuk.
Tak berselang lama pintu kamarnya diketuk oleh ibunya.
"Makan dulu, Vin. Adik sama Ayah udah nunggu," ujarnya.
"Iya, ma. Nanti Gavin nyusul," sahutnya tanpa membukakan pintu.
Selesai mengeringkan rambutnya, Gavin keluar kamar dan berjalan menuju meja makan.
"Lama banget sih, bang. Ayah udah kelaperan ini," celetuk ayahnya sambil menepuk-nepuk perutnya.
Gavin terkekeh menanggapi, "Kan bisa makan duluan gak usah nungguin Gavin juga gak papa kali."
"Nanti kalo makanannya habis kamu marah-marah," lebek ibunya.
"Nah iya, bun. Terus yang dimarahin aku," tambah adik Gavin yang bernama Yesinfa. Memang antara Gavin dan Yesinfa memanggil orang yang melahirkannya dengan sebutan berbeda. Gavin memanggil dengan sebutan mama sementara Yesinfa memanggil bunda.
Pemuda itu menoleh menatap adiknya kesal lalu menjitak kepala adik manisnya. Yesinfa meringis seraya memegang kepalanya.
"Gavin, tangannya!"
"Tadi itu tangan Gavin kayak ada magnetnya ma, tiba-tiba aja nempel ke kepala dia."
"Nempel apaan? Sakit tau!" gerutu Yesinfa sambil terus mengelus kepalanya yang masih terasa berdenyut.
"Kenapa jadi berantem sih ini? Ayah mau makan gak jadi-jadi perasaan."
"Tuh anakmu nakalin adiknya, udah dibesarin sampe tujuh belas tahun lebih tapi masih aja jail sama adiknya sendiri," sahut Maya, ibu Gavin seraya mengambilkan nasi putih ke piring suaminya.
"Udah-udah sekarang makan dulu," lerai ayah.
***
Seorang pemuda saat ini tengah berada di pinggir jalan dengan motor kesayangannya. Bukan tanpa alasan pemuda itu berhenti di pinggir jalan. Ia ingin bertemu dengan seseorang yang beberapa hari ini mencuri perhatiannya.
YOU ARE READING
GAVIN
Teen FictionTo : Mandala Gavin Pradika From : Reina Aviarysta Kini aku sadar, kenapa perasaan nyaman ini muncul bahkan sebelum aku mengenalmu lebih jauh. Semuanya telah terjawab. Kamu beda. Beda dari dia yang dulu pernah ada dihidupku, sampai akhirnya dia mengh...
