6. Hilang Akal

18 4 0
                                    

Senin kembali hadir setelah Reta merasakan kenyamanan tanpa adanya pelajaran di hari sabtu dan minggu, membuat gadis berkulit putih mutiara itu berkali-kali mengeluh karena panas yang ia rasakan akibat sinar sang surya yang menembus pori-pori tubuhnya saat ia berdiri malas sambil mendengar amanat kepala sekolahnya. Tidak sampai disana, begitu selesai dengan upacara bendera yang melelahkan, kembali ia harus berpanas-panas ria dengan pak Yoseb, guru olahraganya.

"Kenapa harus voli sih?" protes Kinan, salah satu teman sekelas Reta dengan suara kecil.

Reta tertawa pelan karena bukan hanya dirinya yang payah dalam pelajaran olahraga.

"Iya deh, mana panas banget lagi." sahut Wirda yang berdiri di samping Kinan.

Hari ini langit begitu cerah, tak ada setitik awan pun yang menghalangi lukisan tuhan berwarna biru itu, mungkin karena semalam hujan turun dengan derasnya dan membabat habis awan-awan yang ada.

Reta menatap nanar bola voli di tangannya, entah kenapa ia merasa semangat hidupnya hilang begitu melihat bola bundar berwarna kuning itu. Pak Yosep meniupkan peliutnya, tanda bahwa Reta harus segera menservis bola itu. Dengan kekuatan penuh, ia memukul bola itu. Tapi karena pada dasarnya Reta tidak tahu cara menservis dengan benar, bukannya bola itu mendarat di daerah lawan, yang ada bola itu melambung jauh dan mendarat di lapangan basket yang memang terletak tidak jauh dari lapangan voli.

Semua teman Reta yang melihat kejadian itu hanya bisa terbengong karena tubuh semampai namun langsing milik Reta mampu membuat bola voli itu melayang jauh. Kelas lain yang juga sedang berolahraga di lapangan basket menghentikan kegiatannya karena sebuah bola voli menggelinding ditengah lapangan, dan bola itu berhenti di tangan seseorang yang membuat Reta mengumpat dan mendapati pelototan dari Pak Yoseb.

Dana berlari kecil sambil memegang bola itu dan mengembalikannya ketangan Reta, membuat kebingungan memenuhi otak-otak para penonton adegan itu karena jelas-jelas Dana bisa mengembalikan bola itu dengan menggelindingkannya.

"Jangan terlalu keras memukul, tangan kamu nanti sakit." itulah ucapan Dana sebelum ia berbalik pergi.

Hal kecil itu berdampak buruk bagi kesehatan jantung dan fokus Reta yang membuatnya tidak bisa berkonsentrasi selama praktek berjalan hingga pak Yoseb akhirnya menyuruhnya untuk beristrahat sejenak di pinggir lapangan.

Reta duduk sambil memperhatikan kelas Dana yang sedang praktek permainan bola basket, dan cowok itu ada di sana, sedang memperhatikan arahan guru olahraganya. Reta menghela napas lalu menundukkan kepalanya sambil melihat kearah kerikil didekatnya. Tanpa sepengetahuannya, Dana yang sejak tadi menyadari bahwa Reta mengawasinya berjalan kearahnya dengan botol minuman dingin di tangannya.

Dana menempelkan botol itu di pipi Reta, membuat Reta kaget dan segera menoleh kearah Dana dengan tatapan garang.

"Nih." ucap Dana.

Reta menatapnya hati-hati.

"Minum! Kamu pasti haus karena merhatiin aku dari tadi."

Dana berlalu setelah meletakkan botol minuman itu di samping Reta, sementara yang ditinggalkan hanya bisa terbengong.

***

Hebat. Efek Dana memang sangat hebat. Setelah adegan pagi tadi, Reta menjadi objek tatapan hampir semua siswa sekolahnya. Bahkan Denara yang biasanya tidak peduli dengan segala hal disekitarnya penasaran dan meminta Reta menjelaskan apa yang terjadi. Denara dan Naya memang tidak tahu menahu apa sebenarnya hubungan Reta dengan Dana, yang mereka ketahui hanyalah Reta yang menyukai Dana sejak awal masuk SMA tapi malah ditikung oleh Elin.

Dan disinilah mereka, ruangan organisasi jurnalis dimana Reta akan menjelaskan semuanya kepada kedua sahabatnya ini.

"Kalian mungkin udah tau dari alamat kak Dana kalo gue sama dia itu tetanggaan."

Naya dan Denara mengangguk.

Reta menghela napas sejenak. "Gue masih kelas 6 pas pindah ke Jakarta. Walaupun udah lama tetanggaan sama dia, tapi gue baru kenal pas masuk SMA karena dia yang bantu gue buat segala tetek bengek MOS. Dia sebenarnya udah sering kerumah karena satu SMP sama abang gue, tapi karena gue lebih sering dikamar jadi gue nggak pernah kenalan. Singkatnya dia akrab sama gue dan buat gue baper."

"Tapi kok kita nggak tau lo akrab sama dia." protes Naya.

"Dengerin dulu. Kalian nggak tau karena emang waktu kelas 10 kita nggak sekelas dan gue masih sahabatan sama si nenek lampir. Waktu naik kelas juga masih akrab tapi kita mulai agak jarang sama-sama lagi karena dia sibuk sama paski dan gue sibuk sama organisasi ini. Sumpah gue dan dia itu udah kayak orang pacaran dan nggak salah dong kalo gue baper. Tapi yang brengseknya dia jadian sama nenek lampir."

"Kalau lo suka sama kak Dana, kenapa lo juga keliatan suka sama kak Tara sampai sekarang udah ada tanda-tanda mau jadian?" tanya Denara.

"Gue emang suka sama kak Tara, tapi suka sama semua prestasi dia, juga karena waktu itu gue lagi dalam masa menghilangkan kegalauan. Dan kedekatan gue sama kak Tara sekarang karena dia hanya anggap gue adeknya karena dia sukanya sama elo."

Ups keceplosan...

DIVERGEKde žijí příběhy. Začni objevovat