I

138 4 0
                                    

Hari-hari terus berlalu, masa lalu pun terus berlalu. Aktivitas baru sebagai guru di sebuah SMA Swasta. Bertemu guru, anak-anak remaja yang menuju dewasa, para pegawai sekolah. Menyapa seluruh pegawai kebersihan adalah kegiatan utama di pagi hari, karena selalu menjadi yang pertama datang diantara guru-guru.

"Selamat Pagi, Pak Ujang."

"Pagi, bu."

"Sudah ada guru yang datang selain saya?"

"Seperti biasanya bu"

"Oke, saya tinggal ke kantor pak"

"Baik, bu"

Matahari mulai terbit dan cahayanya mulai memasuki setiap celah jendela. Udara sejuk melingkupi seluruh ruangan. Guru-guru pun satu-persatu mulai datang.

"Pagi banget bu datangnya." Suatu pernyataan yang seringkali terdengar setiap harinya, yang kubalas hanya dengan senyum.

Bel masuk sudah terdengar hingga seluruh penjuru sekolah, siswa-siswa mulai berlarian ke kelas masing-masing untuk menghindari guru yang sangat disiplin terhadap siswa yang terlambat. Begitupun dengan ku, mulai melangkah ke kelas 10-4. Beruntunglah, bagi kelas yang mendapat kelas pagi di mata pelajaran Matematika ini, karena masih pagi dan belum terkontaminasi oleh kegiatan lain.

Menjadi guru matematika bukan suatu hal yang mudah, banyak siswa yang datang untuk mengeluh karena kesulitan dengan materinya. Aku selalu menerima keluhan mereka, bahkan seringkali berbaik hati meloloskan siswa yang tidak mengerjakan tugas.

"Assalamualaikum, selamat pagi, anak-anak"

"Wa'alaikummusalam, selamat pagi juga bu," jawabnya serentak

"Tugas silahkan dikumpulkan, lalu kita lanjutkan materi selanjutnya. Tidak ada yang berbicara selagi ibu memberikan materi."

"Baik, bu"

Setelah menjelaskan materi kepada siswa siswi dikelas, seperti biasa aku memberikan tugas. Menunggu mereka menyelesaikan tugas, aku mulai memeriksa tugas yang dikumpulkan saat masuk tadi.

Bertemu siswa siswi sekolah, bertemu rekan kerja, memberikan senyum semanis mungkin kepada mereka semua adalah caraku untuk menyembunyikan dan menghilangkan setengah dari bagian kesedihan yang tengah aku rasakan.

Menyembunyikan kesedihan yang kini kembali terasa setelah perlahan aku lupakan sejak pelepasan SMA. Kesedihan yang menyesakkan hati, yang kadang bisa membuat kita lupa bagaimana aku seharusnya bahagia menjalani hidup ini.

Kini, dia yang pernah aku lupakan sejak pelepasan SMA itu hadir kembali setelah beberapa tahun tidak bertemu lagi dengannya. Bertemu dengannya lagi sama dengan memberikan kesempatan pada rasa yang sempat hilang untuk kembali lagi.

Kegiatanku sebagai guru, menjadi setengah bagian caraku untuk meredam semua rasa sedihku. Setengah bagian lagi ku lakukan dengan menulis.

"Bu, tugas sudah selesai, dikumpulkan tidak bu?"

"Bu? Bu? Bu?"

"Haa.. I..ya"

"Ibu melamun? Ada masalah bu dengan tugas kita sebelumnya?" tanya salah satu siswa.

"Haa.. E..enggak kok nak" jawabku gugup sambil menyempurnakan akal ku yang mungkin sedari tadi melayang entah kemana.

"Tugasnya dikumpulkan, dan letakkan diruangan Ibu ya? Sekian hari ini, selamat pagi."

Bergegas keluar kelas, dan menuju kantor untuk beristirahat sebentar sebelum ke kelas selanjutnya. Sepanjang jalan aku terus mengelak perasaan yang dulu mulai kembali sampai aku melamun sampai jam pertama selesai.

Akhir sebuah penantianWhere stories live. Discover now