Part 3

8.5K 449 2
                                    

"Den, disuruh Tuan turun ke bawah." Ujar Bik Dena menyampai pesan dari papa untukku. Apalagi sih mau nya? mau nggak mau aku menuruti kemauan Papa.

See, Bu Gina duduk disamping papa sambil lenyeh-lenyeh manja. Dulu aja, Bunda ku nggak pernah digituin deh sama papa. Segitunya ya cinta sama Bu Gina? Bu Gina itu ibunya Clarisa. Satu hal yang masih membuatku bingung, Clarisa itu anak siapa sih? Kok nggak ada mirip-miripnya sama ibunya tapi malah mirip banget sama aku. Ok, kita satu bapak. Tapi ada kek satu petunjuk jika mereka ini emang ibu-anak. Bingung deui.

"Apaan?" tanyaku begitu sudah berdiri dihadapan kedua orangtua ini, cih malesan banget harus ngelihat mereka. Apalagi posisi Bu Gina itu, sumpah muak banget aku lihatnya. Mereka pikir, umur mereka masih tujuh belasan kali, dunia milik berduan doang. Pa, kok malu-maluin sih?!

"Sampai kapan kamu bersikap nggak sopan gitu, Lang?" tanya papa menajam dengan menahan geramnya.

Sampai nggak ada lagi sakit di hati aku, Pa! Sampai aku tau kenapa papa jadi orang terjahat yang pernah aku jumpai, sampai Bu Gina minggat dari papa, sampai Clarisa nggak pernah manggil papa dengan sebutan 'Papa' lagi. Dumel ku dalam hati.

"Langit naik aja kalo gitu." ujarku sambil mengambil ancang-ancang mau kembali ke lantai atas. Apa banget, aku malas banget kalau papa udah ngomong gitu. Dari samping, aku bisa melihat Bik Seri memberi peringatan dengan gelengan kecil. Ya, aku sudah tahu kodenya itu. Dia panutanku saat ini, nggak ada alasan aku harus nolak dia. Udah deh, Bunda kedua. Kalau Bu Gina, dia hanya parasite dalam hidupku, bagian yang nggak pernah penting.

"Duduk, Lang." titah papa tegas dan aku menuruti kemauannya.

"Besok sore, Papa dan Mama akan mengunjungi perusahaan Eyang yang ada di Belanda. Kemungkinan kami akan pulang 3 bulan mendatang karena sekalian liburan juga." Jelas papa panjang lebar. Aku hanya manggut-manggut. Kenapa harus repot-repot ngelapor sih ya? Ngebebanin aku aja.

"So?" tanyaku yang belum bisa menangkap maksud papa. Papa itu hobi banget deh basa-basi nggak jelas, terus nanti akhiranya nyusahin. Jangan bilang kalau aku harus mengurus perusahaan, jujur aku sama sekali nggak ngerti masalah itu. Aku bukan orang yang sanggup berlama-lama di dalam ruangan dan bercumbu ria dengan dokumen-dokumen yang tebal itu. Aku nggak ngerti bisnis, secuil pun tidak.

"Kami titip Clarisa. Tolong jagain dia"

BOOM.

"A-apa?" tanya ku terkejut. "No. Nggak ada titip-titipan ya. Emang nya Clarisa bolu talas bogor, dititip segala. Langit nggak mau. Lagian besok Langit ada penerbangan." Ujarku menolak keras permintaan papa.

Kan, nggak salah aku bilang, akhirnya pasti nyusahin. Aku harus menjaga Clarisa? yang benar saja. Aku nggak akan sudi melakukan itu. Bisa-bisa jadi jelly itu anak aku kerjain nanti. Jiwa Zeus ku sudah cukup terasah selama ini. Jangan biarkan aku mempraktikannya. Kalau kemarin aku hanya menampar nya, bisa-bisa aku cekik itu anak lama-lama lalu Rest In Peace deng. Aku paling nggak bisa nahan emosi kalau sama gadis satu itu.

"Kami tau, Lang. Kamu kerja. Tapi dia Cuma punya kamu di Jakarta." Kini giliran Bu Gina yang angkat bicara. Gue tau lo cuma alesan.

"Bawa aja sekalian sana." Ujarku dingin. Cuma punya aku? Emang aku siapanya dia coba? Oh, adik tiri ya. Tante-tante nya itu mana? atau nggak eyangnya deh. Titip ke siapa kek. Ngapan juga nitip ke aku. Udah tahu aku musuh banget sama itu anak, nggak benar nih orangtua. Lagian, Clarisa bukannya udah kuliah? Udah gede dong, ngapain dititip lagi sih.

Ngeri banget ditinggal 3 bulan gitu ah, gimana kalau nanti malah kejadian kayak Zalna. Astaghfirullah, kok malah melenceng sih!!.

"Sekali aja, Lang. Kamu tega banget sama papa." Mohon papa padaku. Yang tega sebenarnya siapa sih Pa? Langit? Papa banyak guyonan deh. Papa yang tega sama aku dan Bunda. Papa yang nggak pernah nyadar, Pa.

Pilot, Aku Pada-mu ✔Where stories live. Discover now