Ini bukanlah kisah tentang indahnya cinta seperti yang biasa kalian lihat di drama. Juga bukan cerita tentang indahnya kehidupan seorang pelajar menengah atas.
Ini cerita tentang dua orang kembar yang berkepribadian sangat berbeda dan juga seorang ayah yang pilih kasih. Di sini diceritakan tentang betapa menyedihkannya kehidupan, namun juga diisi dengan kisah cinta yang menguras air mata.
Yang pasti ini kisah yang mengisahkan tentang seseorang yang berusaha menutupi luka. Karena aku bukan aku. Dia bukan dia. Lalu bagaimana jika dia adalah aku?
Siapkan tisu sebelum membaca. Happy reading😘
***
Bandung, 10 tahun yang lalu.
Bulir-bulir bunga dandelion berjatuhan, memenuhi sebidang tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan liar atau yang biasa disebut dengan taman.
Siluet jahat matahari berhasil menembus kacamata transparan gadis berambut panjang menjuntai jatuh sempurna, membuatnya terpaksa menelungkupkan telapak tangan tepat di depan wajahnya. Sesekali tangannya terlihat bergerak menaikkan kacamata yang melorot dari tempatnya.
Alana Chavali kembali berkutat dengan lukisan yang ada di pangkuannya. Tangan kirinya lugas menyapukan kuas ke atas kanvas putih yang berukuran tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil.
Ia memang lebih terbiasa menggunakan tangan kiri untuk beraktivitas daripada tangan kanan. Bahkan makan sekalipun, ia tetap menggunakan tangan kiri. Walaupun terkadang dinilai tidak sopan oleh orang lain, Lana tetap tidak bisa menggunakan tangan kanannya meski berusaha sekeras apapun.
Sejak lahir memang tangan kirinya lebih dominan daripada tangan kanan. Walau begitu, kekurangannya tidak menjadikan sebuah halangan untuk menghasilkan karya-karya indah yang membuat siapa saja kagum.
Lana tersentak kaget ketika seseorang menepuk pundaknya. Mulutnya berdecak kesal kepada siapapun orang yang melakukan itu karena telah membuat lukisannya tercoret. Gadis berkepang dua tersenyum menghampiri Lana.
Gadis itu sebaya dengannya, dengan perawakan yang sangat mirip pula. Elena Chavali adalah saudara kembar Alana. Mereka berdua lahir di hari yang sama. Bedanya, Lana terlahir lebih dulu, satu jam kemudian Lena terlahir.
Melihat Lena, membuat Lana seakan sedang melihat sosok nyata dirinya. Hanya saja, gadis itu selalu nampak ceria, beda dengan dirinya yang cenderung acuh dan dingin. Kecantikan natural mereka tentu tak berbeda.
Orang yang belum terlalu kenal pasti akan sangat kebingungan karena wajah mereka terlalu mirip atau bisa dibilang sama. Hanya saja, Lana lebih sering mengenakan kaca mata karena ada sedikit kelainan pada kornea-nya.
"Wah, lukisannya bagus sekali. Ayah harus lihat," puji Lena.
Lana melirik sebal, lukisannya telah rusak akibat ulah Lena.
"Bagus apanya? tuh, nggak lihat apa ada coretan di situ!" cetus Lana.
Lena tersenyum, Lana tak tahu kapan gadis itu akan berhenti tersenyum. Sikap sok manisnya terkadang membuat Lana muak. Apalagi kedekatan Lena dengan sosok ayahnya, membuat Lana sedikit iri.
Ibu mereka sudah meninggal sejak melahirkan Lena, Lana berpikir ibunya meninggal karenanya. Akan tetapi, dia selalu menutupi perasaan itu di depan Lena dan ayahnya. Walaupun amat membenci Lena, ia sangat tidak ingin menyakiti perasaannya.
"Ayo, ayah harus lihat lukisan Lana. Ayah!"
Lena menarik lengan Lana dan berteriak memanggil ayahnya yang ada di dalam rumah.
"Lena, aku tidak mau. Lena!"
Lana memberontak, tetapi Lena terus berusaha keras menarik lengannya. Lana pun menjadi sangat kesal dan tanpa sengaja ia mendorong tubuh Lena, Lena tersungkur dan kepalanya terbentur kerikil kecil hingga pingsan.
"Lena!"
Tubuh Lana bergetar melihat sosok adiknya pingsan karena perbuatannya. Ia merasa sangat bersalah dan tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya terkulai lemas dan sekuat tenaga berusaha bangkit untuk menolong Lena.
Lana tidak melihat ada kerikil-kerikil kecil di bawah, kakinya tanpa sengaja menginjak kerikil-kerikil itu dan membuat tubuhnya terhuyung ke depan. Tangan dan lututnya berdarah terkena ujung lancip kerikil. Lukisannya juga rusak tertimpat cat minyak hitam. Ia merintih kesakitan namun tetap tetap berusaha berdiri menjemput Lena.
"Lena!" tangan Lana bergetar melihat adiknya tak sadarkan diri.
"Lena!"
Ayah pun datang menghampiri dengan perasaan cemas. Beliau segera merengkuh tubuh Lena yang pingsan karena terbentur kerikil hingga kepalanya mengucur darah.
"Lana, apa yang terjadi dengan Lena? Lena, bangun sayang!"
Lana melihat jelas ada butiran air mata yang mengalir dari mata ayahnya.
"A-aku..."
Lana tidak tahu harus menjelaskan apa kepada Ayah. Beliau hanya melihat Lena, padahal lutut dan tangan Lana juga mengucur darah, bahkan lebih parah.
Mata Lana berair memandang sosok ayahnya menggendong saudara kembarnya masuk ke dalam rumah.
Ia tidak bisa mengartikan perasaan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya sendiri, entah itu rasa cemas, takut, atau iri. Sejak saat itu, Lana sadar bahwa ayah lebih sayang kepada Lena timbang dirinya.
"Ayah, aku juga terluka. Lihatlah ke aku. Sekali saja..."
Terima kasih sudah membaca. Maaf tidak bisa melanjutkan cerita yang sebelumnya karena ada sedikit kendala. Penasaran dengan kelanjutannya? Jangan lupa vote & coment, dan temukan kejutan-kejutan di dalamnya.
😘😘😘
Ig : @llpuspitasr
Line : lilypuspitasr
YOU ARE READING
It Ain't Me
Teen Fictioncover by @namakudi_ Bercerita tentang dua saudara kembar yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. "Ayah, lihat ke aku sekali saja"-Lana "Ayah, aku masih punya kesempatan untuk hidup, kan?"-Lena "Aku tak tahu entah kau Lana atau Lena, kau peni...
