Catatan ke-24

10K 2K 623
                                    

Gila.

Kayaknya otak gue gak pernah sesibuk kemarin dah. Semaleman itu gue mikiiiir aja. Mungkin emang Zita lagi gak enak badan ya jadinya dia males berkomunikasi sama orang, termasuk gue. Mungkin dia emang gak mau basa-basi supaya cepet pulang dan istirahat. Tapi suara gue yang lain bilang, seharian itu dia lebih kayak menghindar.

Apa iya dia menghindari gue?

Anjir, lah. Gue kepikiran Zita terus.

Paginya, hari Selasa, sambil siap-siap ke sekolah gue masih juga mikirin dia. Gue berharap hari ini dia udah jauh lebih enakan, lebih ceria, lebih berseri wajahnya. Semoga hari ini gue juga bisa ngobrol sama dia. Tapi gue gak tau ya, harapan gue itu adalah bentuk dari ketakutan gue dicuekin dia, apa gue mengkhawatirkan kondisi kesehatan Zita.

Apa keduanya?

Gue juga agak bingung ya sebenarnya, kita ini nggak deket-deket amat, tapi kenapa gue merasa banget ketika dia menjauh? Padahal sikap yang dia tunjukkin cuma seperbagian dari definisi menjauh secara keseluruhan. Dia masih jawab pertanyaan gue, dia gak jutekin gue, dia masih mau jalan deket gue.

Sampai kelas, pandangan gue langung terarah ke meja Zita. Dia ada, duduk di kursinya lagi baca buku. Gue ke kursi gue dan duduk, diem-diem masih ngeliatin Zita karena gue, jujur aja, masih lumayan takut dia belum kembali ke Zita yang gue inginkan.

"Eh, Ghan, tadi Rifky nanyain lo," kata Aldi.

"Nanya apa?"

"Cuma tanya lo udah dateng apa belom."

Gue ngangguk, mikir nanti istirahat gue bakal nyamperin Rifky. Tapi tiba-tiba, gue kepikiran sesuatu. "Pas Rifky nanyain gue, Zita udah dateng?"

"Mana gue tau?" Aldi bingung.

"Inget-inget dong!"

"Udah sih, kayaknya. Soalnya kelas udah lumayan rame. Emang kenapa?"

Kalau dipikir secara logika, dua hal itu emang nggak ada hubungannya sama sekali. Tapi gue penasaran aja. "Terus reaksi Ziata waktu Rifky nyariin gue gimana?" tanya gue dengan suara pelan.

"Wah, mohon maaf nih, Bang," Aldi udah mulai-mulai mau ngomel kayak ibu-ibu. "Gue yang nggak ngerti, atau emang omongan lo udah mulai kagak nyambung? Hubungannye ape gue tanya?"

Logat betawinya keluar.

"Kali aja dia bereaksi pas denger nama gue," jawab gue masih dengan suara yang lumayan pelan. Gue takut ada yang nguping. Jijik, ya, kedengarannya. Tapi gue emang pengin tau aja respons dia.

"Yang jelas dia nggak jingkrak-jingkrakan sih, Ghan."

Dengan ekspresi datar, sedatar-datarnya, gue ngeliatin Aldi. "Ya."

"Udahlah, nggak usah dipikirin amat!" Aldi nepuk bahu gue. Suaranya nggak kenceng, jadi gue nggak kesel karena Zita nggak mungkin denger. "Mau mens kali? Biasanya kan cewek kalau mau dateng bulan kayak gitu, Ghan. Kayak gak tau aja."

Males nanggepin lebih jauh, gue cuma ngangguk-ngangguk.

Setelah bel istirahat bunyi, anak kelas gue langsung pada rame. Ada yang mau ke kantin lah, yang mau ke lapangan lah, macem-macem. Gue cuma duduk di kursi nungguin Zita mau ke mana. Temen-temennya pada ngajak keluar, tapi dia nolak. Gue masih diem, nungguin. Gue bener-bener bingung karena di sini posisinya gue nggak mau banget dibilang nyebelin. Gue nggak mau yang kayak tiba-tiba nyamperin dia seolah gue ini orang yang clingy. Gue pengin yang natural-natural aja, gitu. Tapi kalau Zitanya juga nggak ngapa-ngapain, gimana gue mau bertindak?

"Lo ke kantin nggak?" tanya Aldi. Dari ujung mata gue, gue bisa liat Zita nengok pas Aldi ngomong ke gue.

"Nggak, deh. Masih kenyang gue."

"Serius?"

Gue ngangguk, terus biarin Aldi dan anak-anak yang lain keluar. Kelas gue lama-lama sepi, semua orang keluar sampe tinggal gue dan Zita. Kita tetap duduk di tempat masing-masing, sibuk sendiri-sendiri (dia baca buku dan gue main game di hape). Nggak ada yang mulai sapa sama sekali, entah apa yang ada di benaknya Zita tapi kalau gue pribadi sih, jujur aja... gengsi.

Nggak lama, tiba-tiba Zita beranjak dari tempatnya. Gue berpaling dari hape gue, liat dia jalan tergesa-gesa hendak keluar kelas. Kesan yang dibawa Zita bukan dia mau menyelesaikan urusan di luar (kayak mau ke kamar mandi gitu misalnya), tapi dia keliatan banget kayak mau meninggalkan ruangan.

Dia nggak mau berlama-lama sama gue.

Gue ada salah, ya?

*** 

(ditulis ulang Juni, 2023)

Tulisan Ghani (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang