Sembilan

96 7 0
                                    


Akibat ucapan Al yang kemarin, Enny tak henti-hentinya menggodaku sejak pelajaran dimulai.

Saat ini sedang berlangsung pelajaran wali kelas kami tapi Enny seakan tak perduli dengan itu, ia terus saja bertanya.

"Lo bener dianterin pulangkan sama Al?"

"Sampe depan Apartment apa sampe kamar?"

"Trus lo selama perjalanan ngomongin apa aja? Ayo dong cerita..."

Begitulah kira-kira rincian pertanyaan Enny yang masih banyak lagi, tapi aku menjawabnya hanya dengan anggukan atau gelengan saja. Sesekali aku juga menghiraukan pertanyaannya mengalihkan dengan ucapan Bu Cecet.

"Kalo lo gak mau cerita ntar gue tanya sendiri sama Al" mendengan ucapan Enny yang berbisik tepat di telingaku, membuatku bergidik. Membayangkan bagaimana Al akan menceritakan kebenarannya.

Dengan sigap aku mencoba mengisyaratkan padanya untuk tidak melakukannya. Tapi tetap saja Enny malah bersemangat menggodaku. "jangan Enny"

"kalau begitu ceritain sekarang" ucap Enny mencondongkan wajahnya mendekat.

"Ia, tapi enggak sekarang" ucapku berusaha menengok ke belakang. Karena Enny tepat duduk di belakangku jadi susah untuk ku berbicara.

"enggak, gue ingin sekarang" kaliini Enny benar-benar membuatku sedikit jengkel. Ia terus saja menggodaku dengan menggerak-gerakan rambutku lalu mencolekku dengan pulpennya, dan aku sangat risih dengan aksinya ini. Sedangkan Enny hanya tertawa bahagia di belakangku yang tidak bisaku bayangkan ekspresinya seperti apa?

Sampai guru yang sedang menjelaskan materi tentang Multikultural berhenti. "Kalian berdua, keluar dari kelas saya!"

Mendengar ucapan itu membuat jantungku berpacu dan keringat dingin mulai membasahi bajuku, dalam hati aku benar-benar merutuki Enny yang menyebalkan itu.

Sudah lebih dari 20 menit aku hanya duduk yang terasa seperti 20 tahun hanya menunggu bel berbunyi. "kantin lah yuk Mey" ucapan Enny sukses membuatku membulatkan mataku, saat seperti ini masih saja Enny tidak bisa berfikir benar.

"nih gue kasih tau, saat-saat kaya gini adalah saat dimana kita bebas untuk sesaat, kapan lagi coba?" Enny berpindah posisi duduk disebelahku.

"paling hukumannya ditambah" timpal Enny lagi benar-benar membuatku tak habis pikir dengan pemikirannya itu.

Aku masih menatap Enny dengan sarkastis. Tapi tanganku ditarik dengan cepat. Aku sangat kaget danku lihat Enny juga sama kagetnya denganku lalu ia melihatku pergi dengan tatapan 'aku sendiri disini' sambil mengangkat tangannya.

Saat Enny sudah tak terlihat aku mencari celah untuk mengetahui siapa yang menarikku seperti ini. Dari belakang aku sudah bisa menebak tapi aku ingin memastikan lebih dalam.

Sampai ia membawaku ke UKS. Dengan paksa ia menarikku menghadapnya membuatku berhadapan dengan mata indahnya.

"tunggu disini sampai bel, gua akan bilang kalo lu sakit" seperti biasa aku hilang kendali dibawah tatapannya. Saat Al hendak pergi aku tersadar apa yang ia maksudkan.

"enggak Al"
Aku berusaha meraih tangannya yang kokoh.

"Gak nerima penolakan!" Kaki jenjangnya berlari cepat keluar UKS. Lalu aku mencoba berbaring dalam keheningan ini, tanpa sadar keheningan ini membawaku ke alam mimpi.

===

Cat tembok putih menghiasi ruangan ini saat pertama aku membuka mata. Sejenak ku beradaptasi dengan cahaya sekitar, cahaya lampu. Saat itu juga aku tersadar ini adalah ruang kamarku.

Mei, 1998 [Slow Update] Where stories live. Discover now