Satu

1.1K 30 0
                                    


       Lagi-lagi sakit yang aku rasakan tidak pernah berubah. entah, sudah berapa kali aku melakukan dialiser[ cuci darah] . Aku tak pernah menghitungnya, dan aku tidak akan pernah mengingatnya.

       Aku merasa akhir-akhir ini lebih sering datang ke ruangan dengan beraneka bau obat dan bau lainnya yang sangat mengganggu indera penciumanku.

       Ibuku yang mengatur jadwalku untuk dialiser. Dan setiap aku akan dialiser ia akan bilang ini adalah dialiser mu untuk yang terakhir. Tapi apa yang ia ucapkan tak pernah menjadi yang terakhir.

      Dialiser memang tidak menimbulkan rasa sakit tapi efek yang di berikan membuat diriku sakit kepala teramat parah, mual dan muntah. Dan yang sangat aku benci adalah kulitku akan terasa sangat gatal, aku ingin menggaruknya tapi tidak di perbolehkan oleh suster karena akan berdampak menjadi bekas yang permanen.

      Di sinilah aku sekarang di ruang inap yang selalu menjadi tempatku sehabis dialiser. Meskipun ini ruangan VVIP, bagi ku ini adalah penjara.

      Tak lama pintu terbuka menampakan seorang suster cantik dan seorang dokter lelaki yang masih terbilang muda. Ku kira dia adalah mahasiswa magang, nyatanya seorang dengan gelar Sp. PD yaitu gelar untuk spesialis penyakit dalam.

"Mey Hyun kau harus bertahan kita mendapatkan sang pendonor! " ucap suster muda yang juga setia menemaniku selama disini

      Aku sudah berbulan-bulan berada dirumah sakit di kota Seoul, ayahku memindahkanku dari busan ke seoul dengan harapan cepat mendapat pendonor.

     Penyakit ginjal ku sudah kronis itu artinya aku akan segera menjalani transplantasi ginjal.

***

Namaku Kim Mei Hyun, percampuran antara darah indonesia dan korea. Ayahku seorang pengusaha terkenal di indonesia, beliaulah yang memiliki darah korea.

Ayahku bernama Kim Choi Hyun dan ibuku bernama Naeyla Azahra. Mereka bisa saling mengenal dan akhirnya menikah karena ibuku seorang mahasiswi magang dikantor ayahku.

Ayahku terbilang pengusaha muda yang tertarik menaruh saham di indonesia. Ayahku mengambil kesempatan itu dan terbilang sukses hingga hanya kalangan ataslah yang dapat membeli produk perusahaan ayahku.

Mei, 1998
   
      adalah karir buruk dalam sejarah kehidupan keluargaku. Akibat politik dan perekonomian indonesia yang goyah, ayahku mengalami banyak kerugian. saat itu keadaan di wilayah indonesia tepatnya ibu kota, sangat mencekam. Suara peluru lepas, mahasiswa berdemo, pembunuhan di mana-mana, hingga mengakibatkan luluh lantahnya presiden indonesia yang sudah menjabat selama 6 periode yakni 1967-1998. Soeharto.ya, dialah presiden yang harus lengser bersama air mata dan juga kebencian rakyat.

Kedua orang tuaku memutuskan untuk kembali ke negara asal ayahku dan ibuku setuju untuk melahirkanku disana.

Tepat tanggal 15 mei 1998, ayah dan ibuku yang kala itu sedang mengandungku memutuskan pindah dari negara indonesia yang sangat kacau saat itu.

Bandara Internasional Changi Singapura, tempat tujuan ayah dan ibuku. Singapura ialah salah satu negara yang ikut turut simpatik atas kejadian yang menimpa Indonesia. Bahkan ia membuka bandaranya 1 x 24 jam untuk menampung korban.

Tak hanya singapura, banyak negara yang ikut simpatik atas musibah ini seperti, Amerika, Taiwan, dan Malaysia.

untuk memperingati kekacauan di indonesia atau lebih tepatnya Krisis Moneter mereka memberiku nama Kim Mei Hyun. Nama mei diambil tepat kejadian itu berlangsung sedangkan kim adalah marga ayahku.

1999

     Keadaan indonesia lebih baik. Ayah memutuskan untuk kembali ke jakarta meneruskan perusahaan yang terbengkalai salama satu tahun lamanya. Semua tidak berjalan normal, ayahku benar-benar bangkrut, tidak ada yang tersisa sedikitpun. Sejak ayah bangkrut, ia lebih sering pulang pergi indo-korea entah untuk apa, tapi keterpurukan perusahaannya tidak lama, ia berhasil membangun kembali dalam kurun waktu kurang dari setahun. Perusahaan itu kini sangat melegit kembali, terkenal keseluruh plosok indonesia bahkan manca negara. Bagaimana bisa dalam waktu kurang dari setahun?

2005

    Aku tak tau apa yang sedang terjadi, banyak pria bertubuh kekar lalu lalang di depan rumahku, bahkan saat aku dan ibu ke kantor ayah, mereka ada. Aku takut, wajah mereka semua menyeramkan, saatku tanya pada ibu, ia hanya bilang belum saatnya aku mengetahui semuanya. Apa yang mereka rahasiakan dariku?

2010

     Ayahku memutuskan untuk ke negeri gingseng kembali, akupun harus menyesuaikan lingkungan dan teman-teman yang baru. Berhuntung, aku memang lahir disana, untuk menyesuaikan bahasa adalah hal mudah untukku, mereka bisa berkomunikasi baik denganku.

Sangat berat untuk melepas semua sahabatku terutama, Sarah dan Kenzo mereka adalah sahabat terbaiku. Walaupun begitu mereka memaklumi keadaanku, kami tetap menjalankan komunikasi yang baik.

Tapi, semua berubah, hingga kini mereka semua jadi sangat sulit untuk hanya menerima sebuah pesan email atau media sosial lainnya dariku, entah apa yang membuat mereka lupa akan janji kita

teman adalah wadah berbagi cerita, wadah untuk menjadi kita apa adanya, dikala jauh kita rindu dikala dekat seperti nadi

kemana kalian? Aku amat sangat membutuhkan kalian. Aku butuh wadah itu, aku ingin sedekat nadi. Walau begitu kalian tetap sahabatku!

Setelah sekian lama rindu akan tanah kelahiranku semua tak terbayar. Keluarga yang seharusnya menjadi  wadah utama semua cerita bahagia maupun duka tertampung, kini menjadi sangat sulit untukku raih.

Ibu! Kemana raga, nyawa, semangat dan kasih sayangmu untukku?  saat kau membelai rambutku, saat kau menungguku dirumah dengan senyum, kehangatan dan kasih sayangmu, rasa lelahmu mengabdi pada keluarga kecil ini, aku rindu.

Ayah! Kemana wajahmu yang sangat teramat lelah saat semua tanggung jawabmu kau laksanakan dengan sangat baik. dimana aura wibawamu, agar aku terus patuh?!

Aku sangat! Sangat! Sangat! Rindu kalian!

***

17 tahun, kini aku tumbuh menjadi seorang gadis SMA yang harus hidup mandiri tanpa keluarga.

Hari ini aku memutuskan untuk hidup dijakarta dengan tekat dan harapan yang kuat aku melangkahkan kaki keluar bandara soekarno-hatta. terik matahari sangat mencekam, polusi dan bising kendaraan mulai menusuk kulit putihku.

Jessica Albles, sekertaris saat perusahaan ayahku dulu, sekarang ia hanya seorang karyawan swasta yang harus tinggal di apartemen sederhana dengan dua buah hati yang masih dibangku sekolah dasar. Ia memiliki seorang suami berprofesi sebagai karyawan swasta tetapi berbeda kantor dengannya.

Sekarang aku hanya perlu menanggung beban seorang diri untuk diri sendiri pula. Disebuah apartemen atas saran miss Jessica yang hanya berbeda lantai dan kamar, tempat ku sekarang.

Ayah, ibu bagaimana kalian sekarang? Semoga kalian mengkhawatirkanku dan memintaku kembali ke pelukan kalian. sepertinya itu tidak mungkin!

SMA Garuda Jaya, sekolah swasta elit jakarta. Mungkin tidak akan sama dengan sekolahku dulu, SJB, The school of Jeuri Busan.

Welcome to your new life, mei!

Mei, 1998 [Slow Update] Where stories live. Discover now