bagian empat

29 11 41
                                    

"Pagi bang Duta."

"Hm."

Sicha menghampiri Duta yang sedang asik memasak sesuatu di dapur. Dia duduk di meja makan  yang terletak menjadi satu di dapur. Diedarkannya matanya ke penjuru ruang seakan mencari sesuatu.

"Ayah mana, bang?"

"Udah ke toko tadi pagi. Ada yang perlu di ceck." Duta menjawab tanpa mengalihkan kegiatannya memasak.

Sicha menggukkan kepala mengerti. Sudah biasa, ayah Harjo sering pergi ke toko lebih awal untuk mengecek barang yang kadang datangnya malam. Seperti tadi malam. Kadang di bantu Duta juga, sehingga seringkali dia menjumpai rumah sepi saat pagi hari.

Wangi masakan membuyarkan pikirannya yang sedang berkelana.

"Bang Dut masak apa? Wangi banget."

"Nasi goreng seafood."

"Bekalin buat aku dong, bang?"

Duta menaruh nasi goreng di atas dua piring dan diletakkan di depan Sicha dan dirinya yang kini duduk di depan Sicha.

"Tumben," Duta memandang Sicha sejenak dan melanjutkan memakan makannya.

"Soalnya masakan bang Dut the best." Sicha mengangkat kedua jempolnya di depan Duta dan menyengir lebar.

"Boleh."

Sicha tersenyum lebar dan ikut menyantap nasi gorengnya yang masih mengepul. Duta beranjak membawa piringnya yang sudah bersih ke tempat cuci piring kemudian mencucinya.

Setelah selesai semuanya, dia beranjak mengambil kunci motor dan berjalan keluar rumah.

"Jangan lama-lama. Abang tunggu di depan sekalian manasin motor."

"Aye-aye, kapten."

******

"Nih." Sicha memberikan helmnya pada Duta.

"Sekolah yang bener," nasihat Duta sambil merapikan rambut Sicha yang berantakan

"Iya, abangku yang paaaling ganteng di rumah."

Duta menggelengkan kepalanya. "Iyalah, emang kamu punya abang siapa lagi?" Sicha tersenyum lebar dan mengambil tangan kanan Duta untuk dicium.

"Tari masuk kedalam ya, bang."

Duta mengusap kepala Sicha dan menjalankan motornya.

Hari masih cukup awal untuk Sicha ke sekolah. Dia berjalan di sepanjang koridor sambil sesekali bersenandung kecil. Menjawab sapaan teman atau adik kelas yang mengenalnya.

"Wooii."

Ve menyenggol bahunya pelan. Ikut menyamai langkah Sicha menaiki undakan tangga.

Sicha tetap melanjutkan jalannya tanpa mempedulikan Ve. Ve yang melihat keanehan pada diri Sicha mengernyit bingung. Pasalnya beberapa hari ini wajah teman satunya ini murung terus dan selalu ditekuk.

"Napa lo? Seneng amat kayaknya,"

"Iya dong,"

Ve mengernyit saat melihat senyum lebar Sicha. Tangan Ve terulur menyentuh dahi Sicha dan menempelkannya di ketiaknya.

"Panas,"

"Tentu saja panas. Lo nempelinnya di ketiak!" Sungut Sicha tidak terima.

Ve terbahak melihat wajah Sicha yang bersungut-sungut lucu. Menggoda Sicha emang selalu menyenangkan.

"Abisnya lo aneh," kata Ve mengeluarkan isi hatinya.

Sedangkan Sicha hanya tersenyum sepanjang jalan hingga masuk kelas.

Touch Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang