Brian | Tamu Tiba-Tiba

1.1K 194 145
                                    

Hampa, itu yang dirasakan Layang beberapa minggu belakangan ini.

Hidup yang semula ia pikir akan lebih tenang, justru terasa begitu sepi tanpa adanya rentetan notifikasi darinya, sapaan konyol di setiap paginya, dan hangat hadir di sisinya. 

Mungkin ini yang disebut 'witing tresno jalaran saka kulino', terasa ada yang hilang ketika sosok itu tak lagi ada di sampingnya.

Terbesit kata rindu dalam benaknya. Namun sekuat apapun ia menyangkalnya, kekosongan itu justru semakin terasa. Seperti itulah ketika hati sudah berbicara.

"Dia bagai cuaca, kadang ia tidak bisa ditebak kemana arah tujuannya" bisik Layang dengan langkah gontai memasuki pintu rumahnya

"Assalamualaikum..."

Terdengar jawaban dari dalam pendopo rumah. Tak lama seorang wanita Jawa datang menghampiri Layang.

"Nduk, kog baru pulang, darimana aja? Dipadosi bapak iku loh"

"Bapak sampun kundur, Bu?" tanya Layang sembari mencium tangan ibunya

"Udah dari siang tadi. Wes segera bersih-bersih terus ngadep Bapakmu ya. Wes dienteni di teras belakang"

"Nggih, Bu" pamit Layang.

*****

"Bapak madosi Layang gih? Enten menopo, Pak?" sapa Layang pada seorang pria paruh baya yang sedang duduk santai di teras ditemani teh panas dan pisang goreng.

"Kene, Nduk. Lingguh jejere Bapak"

Layang menuju lincak kemudian mengisi sisi kosong di sebelah Bapaknya.

"Tumben, jam segini baru pulang. Kuliahmu lagi sibuk-sibuknya ya?"

"Iya, Pak. Tugas Layang numpuk, soalnya ambil semester pendek juga, dikebut biar bisa cepat lulus"

"Jadi bisa lulus kapan, Nduk?"

"Tahun depan, insyaaAllah. Pangestunipun gih, Pak"

Usapan lembut jatuh di kepala Layang.

"Habis lulus rencanamu apa?"

"Mmm.. Kerja. Layang sebenarnya udah ditawari untuk part time di Bentara Budaya, Pak. Tapi belum Layang ambil karena waktunya gak tepat"

"Hmmmm" gumam Bapak sambil mengusap jenggotnya yang tak seberapa panjang itu

"Pripun, Pak?" tanya Layang

"Kamu ndak ada kepikiran rabi, Nduk?"

"Ni...nikah, Pak?" tanya gadis itu

"Layang belum mikir sampe situ" lanjutnya dengan wajah tertunduk

"Dulu Bapak melamar ibumu ketika ibumu seumur kamu. Gak terasa udah 23 tahun berlalu"

Layang hanya bisa membisu mendengar penuturan ayahnya.

"Sebenarnya ada yang ingin Bapak sampaikan ke kamu, Nduk. Mungkin kamu sudah bisa menangkap kemana arah pembicaraan ini"

"Hari ini, ada seorang laki-laki yang menemui Bapak, berniat untuk 'meminta' kamu."

DEG.

"Bapak sudah berjanji sama dia untuk menanyakan hal ini ke kamu, apakah kamu bersedia untuk dikhitbah?"

Tidak ada jawaban dari Layang.

"Mungkin ini terlalu cepat. Setidaknya kalau kamu mau mencoba untuk mengenal lebih dekat, kita bisa ketemu dulu dengan orangnya. Gimana, Nduk?" lanjut Bapak

This Path, Our Journey, Your ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang