Surya | Dialog Hujan

1K 185 94
                                    

"Untuk yang pertama dan terakhir kalinya... dan untuk selamanya..."

***

Seorang pria mempersilakan duduk gadis ayu yang sedaritadi mengekor dibelakangnya.

Pria dengan jacket kulit hitam itu tersenyum ketika ia dapat memandang lekat gadis yang kini ada di hadapannya.

Furniture kayu dengan gaya vintage membuat suasana restoran itu terasa hangat meskipun rintik hujan mulai menghiasi dinding kaca di luar sana.

"Bagus juga ya, pantes ngehits dikalangan anak muda" ujar gadis itu sambil melihat sekeliling ruangan

"Jelas. Kudu reservasi dulu kalo mau kesini."

"Mahal ya?"

"Worth it sih"

Tepat pukul 7 malam, live band pengisi mulai masuk. Di salah satu sudut resto yang dilengkapi dengan panggung mini dan keyboard mulai diisi oleh para pemainnya. Perpaduan gitar akustik, piano, dan sexophone begitu menghibur pengunjung.

Lagu melankolis yang dilantunkan menambah keheningan malam menjadi semakin syahdu. Maharani pun tampak menikmati indahnya malam sambil memandangi rintik hujan favoritnya.

"Kenapa kamu suka hujan. Padahal kalau hujan kan gak ada bintang?" tanya Surya yang sedaritadi mengamati gadis itu dalam diam.

Sejak mereka datang ke tempat ini pandangan mata gadis itu memang tak pernah lepas dari dinding kaca tembus pandang yang membatasi mereka dengan dunia luar.

"Hujan datang sesekali, sedangkan bintang akan tetap bersinar meskipun tertutup oleh hujan" jawabnya dengan senyuman menawannya

"Sama sepertimu yang akan tetap bersinar meski tak ada aku disisimu.." lanjutnya dalam hati

"Kamu gak mau nyanyi, Sur?" tanya Maharani tiba-tiba

"Kalo nyanyi mau dikasih apa emangnya?" balas Surya

"Mmmm... hadiah?" jawabnya kali ini sambil menatap mata Surya

"Call!"

Tanpa ragu Surya maju ke depan kemudian sedikit berbincang dengan salah satu pengisi. Tak lama ia sudah duduk di depan standing mic dengan gitar akustik di pangkuannya.

"Mohon maaf, interupsi sedikit. Kalau berkenan, izinkan saya menyumbang satu lagu untuk dia yang sedang sibuk menatap hujan." ujarnya diselingi dengan kekehan pelan khasnya

"Semoga lagu ini bisa membuat ia berpaling ke arah saya" lanjutnya sambil mengusap hidungnya yang tidak gatal, pertanda ia sedang gugup.

"Ran, hujan gak bisa diajak berdialog"

Sepenggal kalimat yang membuat Maharani hanya bisa tersenyum melihat aksi gila Surya kali ini.

Surya memulai penampilannya dengan petikan gitar akustiknya. Menikmati tiap nada yang keluar dari tabung resonansi.

Bicara rindu,

Mulai Surya dengan suara beratnya.

Bicara haru,

Luangkan ruang imajimu..

Tiap patah kata yang keluar dari bibirnya terangkum indah dalam balutan nada ritmis yang mendayu. Pujian masih sayup terdengar setelah penampilan solo Surya barusan.

"Kamu tau lagu itu juga?" tanya Maharani sekembalinya Surya ke tempat duduknya.

Dijawab anggukan oleh Surya. Jelas ia tahu lagu ini karena Maharanilah yang mendownload lagu ini lewat hpnya.

"Inget Ran, hanya ada rasa dan prasangka dalam dialog hujan" canda Surya

"Lalu, kepada siapa aku harus meminta kepastian?"

Surya sempat terkurung dalam diamnya ketika mendengar pertanyaan Maharani itu.

"Yang Kuasa... Ya, mintalah kepada Dia Yang Paling Berkuasa" ujarnya kemudian

Maharani hanya mampu manarik nafas panjang kemudian menghembuskannya.

"Mungkin rasa dan prasangka jauh lebih bisa menafsirkan kedamaian buat aku.."

"Tapi itu semua semu, sama aja seperti aku mengingkari suara hatiku sendiri... " lanjutnya dengan pandangan menerawang

Keduanya sama-sama ditelan keheningan, hingga sesi makan malam itu berakhir.

Pada akhirnya mereka memilih mengakhiri malam ini dengan kembali ke rumah. Namun alam sepertinya tak mau sedikit berkompromi, rintik hujan masih mengiringi malam terakhir mereka.

"Ran, aku tadi udah nyanyi, terus mana hadiahnya?" potong Surya memecah suasana awkward di tengah mereka.

Mereka memilih untuk sedikit membelah hujan menuju perkiran yang agak jauh karena parkiran utama penuh.

"Hadiah? Aah.. I'll give you later"

"Ran.."

"Ya?"

"Maaf, besok aku gak bisa datang. Ada acara penting yang gak bisa aku tinggalin"

"Gak papa. I know, as always am" ujarnya yang semakin lirih diakhir kalimatnya

"So, it'll be our last?"

Maharani menggelengkan kepalanya.

"Itu semua tergantung kamu, Sur" jawabnya dengan mata menatap langsung mata bulat Surya

"Aku gak bisa menafsirkan" lanjutnya dengan senyuman pahit

Surya hanya mampu diam memandangnya. Langkah mereka terhenti di tengah jalanan basah.

"Aku hanya wanita biasa yang terikat oleh tata krama. Lancang bagiku untuk melakukannya.."

"Ran, aku-"

"Aku paham kog Sur, tapi gak bisa gini terus"

Keduanya terisolasi dalam diam.

"Well, since this is our last, I'll give your present now" putusnya

Maharani menarik kuat kerah leher jaket kulit hitam Surya ke arahnya hingga bibir manis itu menyatu.

Derasnya hujan memutus pertauan singkat itu. Keduanya masih berdiri diam dalam rinai hujan yang membasahi sekujur tubuh mereka.

Mungkin langit ikut menangisi pertemuan singkat mereka yang berakhir tanpa kata, tanpa nada...

Sumbang.

"Untuk yang pertama dan terakhir kalinya... Dan mungkin untuk selamanya..." bisik Maharani

"Selamat tinggal, Sulthan Akbar Soeriansyah."

•FIN•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•FIN•

This Path, Our Journey, Your ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang