enam

66.7K 7.5K 212
                                    

Aku sedang di kamarku, menggambar di buku sketsaku. Bukan design, karena inspirasiku habis dan otakku mumet. Menggambar adalah hobiku sejak kecil. Semua catatanku waktu sekolah penuh dengan gambar. Mulai dari benda-benda di sekitarku seperti pen, buku, bunga, dan pohon, sampai wajah guru yang sedang mengajar di depan kelas.

Saat ini, aku menggambar tanpa sadar dan begitu selesai, aku terhenyak.

Singa yang kulihat di lengan Leon tadi sore menatapku tajam dari lembar buku sketsaku.

"Nin."

Aku buru-buru menutup bukuku dan berbalik menatap Terry yang sudah berdiri di pintu kamarku.

"Kenapa?" Aku berusaha menampakkan wajah normal. Kalau sampai ketahuan Terry, pasti malu-maluin banget.

"Lo ke mana tadi?"

"Ancol."

"Sama Leon?"

Aku menelengkan kepalaku, bingung.

"Kok tau?"

Terry masuk dan duduk di ranjang, dan aku langsung menariknya turun dari ranjang.

"Lo belom ganti baju!! Duduk di lantai!!"

"Gue udah ganti baju, Nina.."

"Celananya belom!!"

"Baiklah, Nyonya.."

Dengan patuh Terry duduk bersila di lantai dan aku duduk di tepi ranjang.

"Leon bilang sama lo?" Terry mengangguk.

"Dia cuma bilang pulang cepat karena ada urusan, dia nggak bilang urusannya ternyata sama lo. Tapi tadi gue papasan sama mobilnya di gerbang kompleks perumahan kita."

"Oh.."

"Jadi, gimana lo sama dia?"

Aku mengangkat bahu.

"Ya gitu deh. He's nice. I like him."

"Baguslah."

Terry tersenyum senang.

"Akhirnya Leon punya temen cewek juga..." gumamnya.

Rasa penasaranku yang mengganggu sejak awal menyeruak. Kuputuskan untuk menanyakan kepada Terry saja.

"Kok bisa sih dia nggak pernah punya temen perempuan? Atau pacar kek. Se-ansos apa sih hidupnya??"

Terry terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab.

"Rata-rata cewek saat ketemu Leon bukan hanya nggak berani mendekat, mereka menghindar. Menurut mahasiswi di Univ gue dulu, si Leon ganteng sih ganteng, tapi nyeremin. Selain bertubuh tinggi besar, auranya mengintimidasi banget. Ditambah lagi dia rada irit kalo ngomong, terus wajahnya datar. Dan tatonya banyak, jadi pada segan sama dia. Eh lo udah pernah liat?" Aku mengangguk.

Terry manggut-manggut.

"Tapi lo mungkin baru liat yang di tangannya. Itu mah belum ada apa-apanya dibanding bagian tubuhnya yang lain."

Mataku langsung menyipit curiga. Terry pasti pernah liat yang di punggungnya. Jangan-jangan mereka pernah- Tiba-tiba Terry menoyor kepalaku.

"Sialan. Gue tau maksud pandangan lo, Nyet. Singkirin pikiran lo yang jorok itu. Gue cuma pernah liat dia telanjang dada karena gue kan sharing apartemen sama dia di SG, remember?"

"Iya, iya, inget," kataku sambil mengusap kepalaku. Ya ampun, kepala cantik begini ditoyor sekencang itu. Abang tega!!

"Kalo adeknya kaya lo mah gue tega."

Nina and the Lion [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang