#17 Stop

1.6K 211 37
                                    

"Trevin!" lirih Nades, lalu dia menangis. Melepaskan semua emosinya. Dia melepaskan tangannya dari genggaman Trevin dan terduduk.

Di seberang sungai, deretan lampu rumah penduduk membuat mereka bahagia.

Di seberang sungai, deretan lampu rumah penduduk membuat mereka bahagia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kota ini begitu tenang. Jalanan hanya diisi kendaraan yang terparkir rapi di sebelah kiri. Lampu di pekarangan rumah menyala redup, ditambah dengan lampu jalan. Dedaunan bergoyang seirama angin berembus, juga tetesan air yag jatuh dari tepi atap rumah.

Kemudian, yang terlihat jelas adalah rumah-rumah yang dijadikan penginapan sederhana. Ada banyak papan nama tergantung pada tiang di pinggir jalan. Menyediakan tempat untuk bermalam dengan harga murah. Juga fasilitas lain untuk mengakomodasi turis yang datang.

Trevin mencoba menemukan satu rumah saja yang masih buka, karena dia dan Nades butuh tempat istirahat- untuk sembunyi dan juga pakaian kering. Mereka menyeberangi sungai untuk sampai ke pemukiman ini, dan pakaian yang mereka bawa tak ada lagi yang bisa dikenakan.

"HEI, NAK!!!" seru suara berat di belakang Trevin dan Nades.

Keduanya menoleh dan mendapati lelaki tua berdiri di depan rumahnya dengan payung. "KEMARI!"

Tak berpikir dua kali, Trevin mengajak Nades berbalik menuju lelaki itu.

"Apa yang kalian lakukan?" dia melihat mereka keheranan.

"Kami-" Trevin melihat Nades. "Tersesat di hutan. Apa masih ada kamar kosong, Tuan?"

"Masuklah," dia mundur untuk memberi jalan pada Trevin dan Nades.

Saat mendorong pintu lebih lebar, mereka disambut udara yang begitu hangat. Ada suara kayu yang dimakan api pada perapian.

"Oh, apa kabar?" sapa seseorang di balik meja panjang. Wanita- yang diperkirakan Trevin adalah istri pak tua tadi. "Jadi, kalian pasti jelas butuh kamar. Tuan dan Nyonya?"

Trevin menarik Nades mendekat, lalu tersenyum. "Modi."

"Anakku, kau terluka!" seru wanita itu. "Edin!" dia berteriak dan lelaki tua di depan pintu cepat menghampiri. "Bawakan obat-obatan. Mereka terluka!"

"Pantas saja, mereka dari hutan, Sayang. Sebentar." lelaki itu berlalu.

"Iya, ini sedikit perih," Trevin mendesah. "Jadi, apa ada kamar untuk kami? Biar nanti Nades yang mengurus luka-luka ini!"

Wanita itu tersenyum kecil. "Apa kalian tidak keberatan dengan kamar yang ukurannya kecil? Kamar dengan big bed sudah terisi penuh."

"That will be okay. Right, Nades?"

Nades mengangguk. Dia tak banyak bicara sejak mereka keluar dari hutan. Hanya mengikuti Trevin kemanapun dia pergi.

"Di lantai dua, ini kuncinya. Nomor 12. Kuharap kau baik-baik saja, Nak. Apa kau baik-baik saja, Nyonya Modi?"

On The Way To The WeddingWhere stories live. Discover now