prolog

5.8K 339 4
                                    

**
Gumpalan awan putih menghias langit biru cerah, matahari terlihat muncul di ujung timur.

Gadis kecil berkuncir kuda ini nampak menarik baju putih kebesaran yang di gunakan lelaki dewasa yang diketahui ayahnya

"Ayah antelin alin ama abang dulu kan?" tanya gadis kecil dengan suara cadelnya.

"Iya iya, tapi baju ayah jangan di tarik-tarik dong sayang," jawab sang ayah. Lalu menggendong tubuh mungil bungsunya yang baru berumur empat tahun itu.

"Ayah berangkat duluan saja, biar bunda yang mengantar anak-anak." Suara lembut muncul dari balik pintu bersama lelaki kecil yang memakai seragam merah putih khas sekolah dasar.

"Alin maunya di antalin ayah," rengek gadis kecil yang masih di gendongan ayahnya

"Alin sama bunda dulu ya, ayah mau kerja." bunda mengambil Alih.

Alin, gadis kecil itu pun menangis.

"Ayah berangkat dulu ya bun. assalamualaikum.
Nasim jagain adek ya! Jangan nakal," ucap sang ayah, bocah lelaki itu mengacungkan jempolnya.

6 tahun kemudian.

"Hiks... Hiks... Ayah bunda cukup, jangan berantem Alin takut, hiks... " Gadis 10 tahun itu mencoba melerai ayah dan bundanya.

"Kedua anak ku nggak ada yang ikut kamu," teriak bunda marah.

"Nggak bisa gitu dong, mereka juga anak ku," bentak ayah

"Oke biar mereka sendiri yang memilih. Nasim, kamu ikut bunda apa ikut ayah?" Bocah dua belas tahun itu menatap ayah dan bundanya bergantian, lalu menatap adiknya yang sedang menggenggam tangan kecilnya dengan erat, ia menghembuskan nafas berat, setelah itu menjawab.

"Aku ikut bunda." Nasim melepas genggaman tangannya dan berlari memeluk bundanya.

"Alin kamu ikut ayah apa bunda?" Gadis kecil itu bingung, ia berfikir keras.

Menatap abangnya yang memeluk bundanya. lalu, menatap ayahnya yang menatapnya dengan nanar.

"Alin ikut ayah," jawabnya yang masih sesenggukan.

keputusannya membuat bunda dan abangnya kaget serta membuat ayahnya tersenyum.

"Alin ikut bunda ya, ayahmu nggak akan bisa mengurus kamu Alin." bunda menarik tangan kiri Alin dan reflek, ayah menarik tangan kanannya dan itu membuat sang empunya menangis keras.

"AYAH BUNDA SAKIT HUWAA... TANGAN ALIN SAKIT... "tangisnya

Lima tahun kemudian.

Pagi ini langit dihiasi kabut kelabu, suara rintik hujan pun mulai terdengar di rumah mewah yang hanya dihuni tiga orang.

(Namakamu) alina adam, gadis kecil yang telah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik ini berjalan menuju kamar kakak tirinya.

Ya... Sejak lima tahun lalu ayahnya menikah dengan ibu tirinya yang beranak dua, dan sekarang ayahnya dan ibu tirinya tinggal di luar kota karna tuntutan pekerjaan ayahnya yang menjadi kapten pilot.

Tangan mungilnya mulai mengetuk pintu yang terbuat dari kayu.

"Kak bangun," ucapnya

"Masuk saja (nam), kakak berangkat dulu ya." Suara barinton milik kakak pertamanya muncul dari kamar depan, kamar kakak keduanya, gadis yang sekarang akrab di sapa (namakamu) ini tersenyum.

"Iya bang. Bang Kiki hati-hati ya! Bekelnya jangan lupa di bawa ya bang," katanya, dan itu membuat Kiki tersenyum lebar.

Kiki, pria 20 tahun yang sekarang menjadi dokter muda sekaligus dosen ini mendekati adik tirinya.

"Abang berangkat ya, assalamualaikum," pamit Kiki sembari mencium kening (Namakamu).

"Waalaikumsalam," jawab (Namakamu), lalu ia kembali mengetuk pintu.

Dengan perlahan, ia memegang knop pintu dan membukanya dengan pelan.

di dapatinya Muhammad Raffi Hartanto yang akrab di sapa Rafto ini masih tertidur dengan pulas, di guncangkan lengannya pelan.

"Bang Rafto bangun," ucap (Namakamu).

Rafto pun menggeliatkan badannya.

"Berisik," serunya dingin, (Namakamu) tersenyum.

"Ini sudah biasa," batin (Namakamu).

"Abang cepat mandi! Jangan lupa sarapan sebelum berangkat. (Namakamu) sekolah dulu, assalamualaikum,":pamit (Namakamu) yang di hiraukan oleh Rafto

Bersambung!!!

Revisi!!

Purpose❌idr(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang