5

11 1 0
                                    


Hari ini adalah hari minggu, hari yang sudah sangat di tunggu oleh Icha. Karena setiap hari minggu ia dapat menghabiskan waktu seharian bersama keluarganya. Icha sengaja bangun pagi hari ini, karena abangnya mengajaknya berlari di taman kompleks.

Icha mengucek matanya setelah mematikan alarm di handphonenya. Icha memperhatikan angka yang menunjukkan jam 05.15 di layar depan handphone nya. Setelah merapikan tempat tidurnya, Icha beranjak ke kamar mandi. Tak sampai lima belas menit, Icha sudah menggunakan pakaian olahraga lengkap dengan handuk yang dikalungkannya di leher.

Icha segera keluar kamar, tak lupa ia mengambil sepatu kets nya di rak penyimpanan sepatunya. Ia pun segera berjalan kekamar abangnya, bermaksud ingin membangunkan sang pemilik kamar. Namun sayang belum sampai Icha membuka pintu kamar itu, sebuah suara membuat Icha mengurungkan niatnya.

"Mau ngapain, Cha ?" tanya Adit.

"Eh, abang. Kirain belum bangun, baru Icha mau bangunin" sahutnya sambal terkekeh. Icha membuka mulutnya lebar saat dilihatnya abangnya sudah bermandian keringat.

"Abang sudah lari ? Kok Icha gak ditunggu sih ?" lanjut Icha seraya mencebikkan bibirnya.

"Belom kok, abang baru pemanasan aja. Yaudah yuk lari sekarang, nanti kesiangan. Panas" jawab Adit.

Icha yang sudah lama tidak lari pagi, hanya berlari perlahan. Berbeda dengan Adit yang sudah jauh meninggalkannya sejak keluar rumah tadi.

"Bang Adit mana sih ? Cepet banget larinya". Sudah sejak tadi Icha menghentikan kegiatan larinya. Ia kini hanya berjalan sambil memilih lagu dari handphonenya. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

Icha membalikkan badannya, dan untuk kesekian kalinya Icha terkejut. Seseorang yang baru saja menepuk pundaknya, tak lain tak bukan adalah teman barunya di sekolah. Darren, ya benar sekali dia adalah Darren.

"Eh, Darren. Kok lo disini ?" kata Icha sambal menetralkan ekspresi keterkejutannya.

"Kaget mulu kalo gue sapa, emang muka gue mirip hantu ya ?" tanya Darren sambal meyunggingkan senyumnya.

"Hah ?". Icha tak menyangka Darren akan bertanya seperti itu.

"Canda kali, Cha" kata Darren sambil mengusap muka Icha dengan tangannya. "Lo lari sendirian aja, kelihatan banget kalo jomblo" lanjutnya.

"Eh, enak aja. Gue gak sendirian kok" balas Icha tak terima "Tadi gue bareng bang Adit, cuma gara-gara gue kelamaan jadi di tinggal deh".

Jadi sekarang Icha berjalan beriringan bersama Darren. Mereka berjalan sambil sesekali bergurau. Sekarang mereka sudah sampai di taman kompleks. Icha dan Darren mengedarkan pandangannya mencari keberadaan bang Adit. Setelah sekitar dua menit mereka celingak-celinguk hasilnya nihil, bang Adit tetap tidak ada.


"Kata lo, bang Adit nunggu di taman. Mana ?" tanya Darren sambil melangkah menuju bangku taman yang kosong. Icha membuntuti Darren sambil terus mencari kakak laki-lakinya itu.

"Tadi emang bang Adit bilang larinya ke taman, tapi..." Icha menjeda kalimatnya.

"Tapi kenapa ?" kata Darren. Icha yang baru saja mendudukkan tubuhnya di bangku taman tiba-tiba berdiri lagi.

"Tapi mungkin udah pulang, Ren. Yah!! masak gue harus pulang sendirian sih, kan panas, capek abis lariii" lanjut Icha sambil menghentak - hentakkan kakinya ke rumput. "Ck, bang Adit emang jahat" rutuk Icha.

Icha membalikkan badannya, bermaksud untuk kembali duduk di bangku taman. Namun mulut Icha seketika ternganga saat dia juga tak melihat Darren di bangku itu. Baru saja ingin marah, Icha merasakan sesuatu dingin menempel di lehernya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 04, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LICHTWhere stories live. Discover now