2. promise : kau sudah menggenggam hatiku

1.5K 151 8
                                    

Rindu tercipta bagaikan racun ... Ia datang dan menyakitiku tanpa ampun

***

Hinata mendesah kasar melihat hasil coretannya pada kertas putih di tangan. Sebuah gambar gaun yang entah kenapa terlihat aneh di matanya. Entahlah ... beberapa hari terakhir ini bayangan wajah Naruto lebih sering hadir di benaknya, membuatnya susah berkonsentrasi. Setiap kali pensilnya akan mencoret sebuah desain, malah wajah tersenyum pria yang ia cintailah yang muncul dalam angan. Selalu saja begitu hingga sepanjang hari ini Hinata tidak menghasilkan satu pun desain gaun yang sesuai keinginannya.

Mungkin saja karena kadar kerinduannya pada sosok pria pirang itu semakin besar, sehingga setiap detiknya hanya mampu memikirkan dirinya seorang. Pria yang saat ini entah sedang berada di belahan bumi bagian mana. Entah berada di Kanada atau di Inggris untuk melanjutkan pendidikannya, yang pasti Hinata amat sangat ingin bertemu dengannya, meskipun itu hanya di dalam mimpinya. Sebagai obat penawar rasa rindu karena terpisah oleh jarak yang tak mampu Hinata hitung menggunakan apa pun juga.

"Hinata ... sebaiknya kau beristirahat dulu. Hari ini kau terlihat kurang sehat?" Ucapan dengan nada feminim nan penuh perhatian Sakura membuat perhatian Hinata teralih sejenak. Wanita yang kini bermarga Uchiha itu adalah satu-satunya sahabat yang mengetahui segala hal yang ada dalam hatinya; termasuk rasa cintanya pada Naruto, seorang pria yang bukan suaminya.

Hinata tampak menggelengkan kepala menanggapinya, kedua mata indah itu kembali fokus pada kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Ekspresi wanita itu begitu panik. "Nanti dulu, Sakura ... setidaknya aku harus bisa membuat satu desain gaun hari ini. Butik kita membutuhkan model baru. Kalau modelnya tidak diganti-ganti, nanti pelanggan kita bisa kabur."

"Nanti biar aku bantu. Sekarang kau istirahatlah dulu, aku tidak mau kalau pada akhirnya kau sakit. Bukan hanya pelanggan saja yang kabur, bahkan butik ini bisa saja ditutup secara permanen kalau pemiliknya tidak sehat." Sakura menyentuh ringan bahu Hinata ketika berkata. Sebagai sahabat baik, ia tentu khawatir ketika melihat paras jelita itu tampak pucat, tak seperti biasanya.

Namun, Hinata justru terkekeh. "Kau ini bisa saja, Sakura."

Kembali, wanita berambut kelam panjang nan berkilauan itu mencoba memfokuskan pikiran. Ia kembali berkutat dengan kertas dan pensilnya. Raut wajahnya terlihat begitu serius, namun akhirnya hanya helaan napas lelah lah yang terembus keluar. Nyatanya, sekuat apa pun ia mencoba mengalihkan perhatian, tetap tak mampu menghapus bayangan pria yang selalu menari dalam angan.

"Kau merindukannya, ya?" tebak Sakura. Sejak tadi memperhatikan setiap ekspresi yang sahabatnya tampilkan membuat ia paham. Ia tahu pasti bahwa wanita cantik di sampingnya ini sedang berperang dengan hatinya. Menahan rasa pedih karena merindukan seseorang yang ia cinta.

Hinata hanya mampu tersenyum sendu, "Sangat. Bahkan rasanya seperti akan mati karena terlalu merindukannya."

"Hinata ... apa tidak sebaiknya kau lupakan saja dia? Kau sekarang sudah memiliki suami, lagi pula Gaara-san juga orang yang baik."

Mendengar nasihat sang sahabat, Hinata menghela napas panjang kemudian menundukkan kepala. Ia mengempaskan kertas di tangannya begitu saja. "Aku tidak akan sanggup, Sakura. Aku ... aku terlalu mencintainya. Dia sudah menggenggam hatiku, jadi mana mungkin aku bisa menyerahkan hati dalam genggamannya pada orang lain?"

"Hinata ... aku hanya tidak bisa melihatmu selalu bersedih seperti ini." Bagaimana Sakura tidak merasa cemas? Setiap hari, bahkan hampir setiap saat ia selalu bisa menemukan kesedihan di mata Hinata, meskipun terkadang ditutupi oleh senyuman paksa.

"Kau tenang saja, Sakura. Aku akan baik-baik saja. Aku percaya padanya, seperti janjinya. Ia pasti akan kembali padaku." Hinata mencoba mencetak senyuman terbaiknya untuk Sakura, bermaksud untuk meredakan rasa khawatir padanya.

Promise✔Where stories live. Discover now