CHAPTER 8

117 11 3
                                    

Zayn masih diam sedangkan kakinya enggan untuk bergerak, terasa kesemutan. Samantha tidak sadar akan efek yang ia berikan jika keduanya berada dalam posisi seperti ini. Zayn tahu betul apa konsekuensi yang akan ia terima jika ia mengambil tindakan dengan memeluk Samantha yang nyaris tak memiliki jarak dengannya. Samantha akan pergi menjauh dan tidak akan pernah kembali lagi. Gadis itu tampak tidak menyadari apa dampak dari tindakannya yang sederhana ini pada Zayn. Zayn memutar wajahnya ke samping, tepat berhadapan dengan raut wajah serius menginteruksikan langkah demi langkah memotong yang benar—dan sialan hal itu merupakan kesalahan paling besar karena rasanya sangat dekat namun seperti sangat menyakitkan. Menyadari tatapan Zayn yang sangat intens dan hembusan nafasnya yang terasa hangat, gadis itu terdiam. Iris mata lelehan coklat hangatnya tidak berkedip, maniknya refleks mencuri pandang lekukan philtrum di atas bibir tipis pria yang sekarang berada dalam bahaya tersebut. Fuck! Pria itu merasa gatal ingin menciumnya, ya Tuhan! Satu detik saja... kemudian semuanya akan hancur. Celah kecil kesempatan mendekati Samantha akan hilang dan selamanya ia akan kehilangan gadis itu.

"Aku..." Zayn berucap, tapi ia tak pernah sedetikpun mengalihkan tatapannya dari Samantha, tubuhnyapun enggan bergeser. Samantha masih diam, seolah disengat listrik dengan ratusan juta volt. Sedikit saja ia bergerak, maka ia akan menyentuh bibirnya. Zayn, boy jika kau menciumnya sekarang, kau akan mati. Tapi kematian itu terasa sangat indah jika...

"kita baru dua hari berteman." Bisik Samantha, suaranya terdengar agak parau entah kenapa.

"aku akan mati jika tak melakukannya." Zayn kembali berujar, oh bukan dia melainkan batinnya yang bersuara. Samantha menyaksikannya dengan jelas. "melakukan apa?"

"menciummu. Izinkan aku melakukannya. Please..." kata terakhir berupa permohonan yang amat memilukan. Manik coklat Samantha lagi-lagi melirik pahatan bibir indah itu yang sedari tadi berbicara namun tak banyak membuka mulut dengan sempurna. Samantha mengangguk, Oh Tuhan! Zayn berada di atas awan, seperti sesuatu yang bahkan tak pernah melintas dalam pikirannya. Sebuah persetujuan dari Samantha. Zayn sendiri tidak tahu kenapa Samantha mengizinkannya setelah sebelumnya gadis itu selalu mengatakan tidak padanya. Samantha mengatakan bahwa selamanya mereka tidak akan lebih dari sekedar teman. Pertemanan mereka tidak akan berubah menjadi apapun. Samantha tidak terkejut dengan anggukannya, mungkin belum. Ia tidak bisa berpura-pura tidak mau. Naif jika ia mengatakan tidak, semua gadis di bumi ini menginginkan Zayn. Itulah kenapa pria itu sangat mudah mencari objek untuk bersenang-senang. Zayn berputar sedikit hingga posisinya sangat sempurna untuk memberikan sebuah ciuman yang indah untuk gadis yang ia sangat ragu apakah pernah melakukan ini sebelumnya.

Oh man! Hanya sebuah ciuman! Kenapa ia merasa sangat rentan hanya karena ingin mencium seorang gadis?

Bagian belakang tubuh Samnatha bersandar pada meja dapur sementara Zayn mengunci kedua tangannya di samping pinggang Samantha, mencengkram pinggiran meja. Zayn melihat matanya, berwarna coklat hangat dan sangat bening, kemudian hidungnya, lancip dan halus. Bibirnya... oh Tuhan, itu adalah kue paling lezat di dunia ini. Zayn memiringkan kepalanya, mendekat hanya satu inci dan ujung bibirnya yang hendak menyentuh surga. Tapi...

"Damn! Sammie! Maaf." Tidak boleh. Seolah setan yang merasuki tubuhnya mendadak terbang, Zayn melompat menjauh dari Samantha yang sudah memejamkan matanya. Zayn membungkukkan tubuhya dengan kedua tangan memegang lutut, seperti habis lari marathon. Napasnya berhembus keras dan tidak teratur. Ada kekecewaan di mata Samantha. Gadis itu langsung berkedip cepat dan menyadari apa yang sudah terjadi. Ia merasa malu luar biasa, bukan hanya itu... ia juga merasa benar-benar bodoh. Kenapa ia menyetujui permintaan Zayn untuk menciumnya? Seharusnya ia mengatakan tidak agar ia tak menanggung malu seperti ini karena pada kenyataannya justru Zayn lah yang menolaknya. Samantha menggigit bibirnya, malu bukan kepalang tapi ada ekspresi lain yang juga kentara—apa itu? sebuah kekecewaan? Zayn menangkap ekspresi itu, apakah Samantha kecewa karena Zayn baru saja akan menunjukkan sikap aslinya? Inikah yang selama ini gadis itu takuti darinya?

OBSTACLES (REUPLOAD)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن