CHAPTER 6

534 38 5
                                    

coba tebak gambar siapa di mulmed? hihi akhirnya nongon juga kan manusia satu :D


Enjoy :)

---






Jantungnya berdetak cepat, Mena menangkap sepasang mata elang milik Harry menatap secara terang-terangan padanya begitu Mena masuk, rupanya Harry sudah duduk sejak lima belas menit yang lalu. Mena melirik lingkaran kecil di pergelangan tangannya; pukul satu dini hari, bukan jam waras untuk dua orang bertemu. Setelah didapatinya pria itu menghubunginya, mereka memutuskan untuk bertemu. Entah apa yang merasuki Harry, atau memang dirinya selalu seperti itu, tidak pernah merasa nyaman berada di dalam rumahnya sendiri. Mendapat pukulan telak di rahang agaknya lebih baik daripada mendengar raungan marah Rob. setidaknya saat hantaman itu datang, ia segera bisa melampiaskan emosinya melalui tinjuan balik hingga dirinya tak sadarkan diri. Lain halnya saat di rumah, ketika Rob menghujaninya dengan beberapa makian kasar dan cacian sadis, ia hanya bisa menarik nafas dan menahan rasa sakit itu di dadanya, disimpan menunggu momen yang tepat untuk dilampiaskan. Seperti menyimpan bom waktu.

Mena berjalan sembari memainkan tas mini yang terselampir di lengannya. Sebuah meja di depan jendela besar pinggiran trotoar. Dari sini, hamparan luas salju yang membelah sisi jalan nampak jelas terlihat. Harry menggosok gelas latte yang ada di hadapannya. Senyum Mena tersungging begitu manis. Pesanannya adalah satu gelas mocca latte.

"Well Harry, kau memilih tempat yang bagus" ujar Mena, lebih pada berusaha mencairkan suasana yang tampak canggung bersama pria yang tidak banyak ia ketahui.

"ya, benar." jawab Harry ringan, seolah raganya tidak ada disana. Cekungan di pipinya perlahan terlihat saat ia tersenyum oh Harry tersenyum! jauh lebih baik daripada saat sedang emosi atau menahan amarah.

"aku pernah kemari satu kali dan mocca latte disini sangat lezat, kau tahu?"ujar Mena setelah cangkir panas yang sudah ia pesan baru saja mendarat di meja, waiters hengkang dengan sopan dan menunduk ramah. Harry kembali tersenyum dan kali ini lebih tulus, Mena membuka sachet kecil granule dan membiarkan bubuk itu ditabur di atas cairan kecoklatan kental yang masih menguap. "Sepertinya kau memang seorang gadis yang mempunyai selera cukup baik, ya?" cetus Harry.

"Well, biar kuanggap itu sebagai pujian." Serunya dan Harry mengerutkan kening mendengar jawaban gadis yang baru ia temui satu kali itu, Mena tersenyum begitu manis sembari menyeruput sedikit cairan hangat, entah kenapa bibir tipis Harry turut tertarik ke atas untuk melukis senyuman indah saat melihat Mena menarik bibirnya tersenyum juga. Harry mengambil latte nya lantas turut membawa ke bibirnya. Obrolan mereka tercipta begitu saja, Mena yang terlahir di New York sedang mengambil cuti kuliah untuk mengabdi pada Negara dengan bergabung dengan World Health Organization, dibawah naungan PBB.

"kau memang lebih dari pantas masuk ke dalam kumpulan sosialitamu itu." celetus Harry, Mena mengernyit. "kumpulan sosialita? Tidak ada yang pernah menyebutnya seperti itu." gadis itu terkekeh."Well, tapi benarkah? Kalau begitu itu adalah pujian yang kesekian kalinya darimu"

"bukan, bukan. Itu adalah fakta, semua orang akan setuju dengan pendapatku."

"bagian 'kumpulan sosialita' atau aku dengan WHO?" godanya.

"damn kupikir kau tidak akan memperdebatkannya, tapi tentu saja tentang kau dan WHO."

"hm? Oh ya? Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanya Mena, penasaran.

OBSTACLES (REUPLOAD)Where stories live. Discover now